Apakah Murid Yang Ndeso Atau Guru Yang Salah Dalam Mengajar?

Assalamu'alaikum wr.wb. selamat tiba di website infokemendikbud.web.id dan salam sejahtera untuk rekan-rekan guru semua...
simak informasi terbaru yang sangat penting berikut ini tentang Murid Yang BODOH atau Guru Yang Salah Dalam Mengajar?

“UUhh, dasar geblek bahan yang gampang saja gak bisa!”

Ungkapan ini yang paling banyak keluar dari ekspresi guru atau mungkin hanya sekadar mengumpat di dalam hati. Upaya untuk memahami cara berguru siswa memang bukan hal yang mudah, diharapkan keterampilan dan seni tingkat tinggi. Betapa sulitnya meyakinkan para guru bahwa setiap siswa punya gaya berguru masing-masing, yang juga selalu berubah. 



Informasi akan masuk ke dalam otak siswa dan tak terlupakan seumur hidup apabila informasi tersebut ditangkap menurut gaya berguru siswa tersebut. Artinya, setiap guru harus mahir mengajar dengan taktik pembelajaran yang sesuai dengan gaya berguru siswa. Apabila paradigma ini benar-benar dipahami oleh guru, guru tidak akan dengan gampang memperlihatkan label siswa kolot atau siswa tidak becus.

Bobbi DePorter  seorang pakar Quantum Learning menjelaskan wacana topik pembinaan guru yang paling sulit di Supercamp ialah mengubah kebiasaan buruk guru yang selalu menyalahkan anak didik atau bahkan merendahkan anak didik. Bobbi memperlihatkan rujukan adegan di sebuah ruang kelas.

Dengan semangat, seorang guru bertanya kepada siswa-siswanya, ”Siapakah yang dapat, tiga ditambah dua?”

Budi yang duduk di belakang, impulsif menjawab, “Tujuuuuhl”

“Salah!” timpal sang guru dan eksklusif menunjuk siswa yang lain.

Begitu siswa lain menjawab benar, guru ini memperlihatkan kebanggaan berikut,, Nah, in’ gres betul jawabannya ialah lima, bukan tujuh!”

Praktis, Budi tak akan mau lagi menjawab pertanyaan-pertanyaan dari guru tersebut sebab beliau merasa dipermalukan dengan jawabannya yang beliau ucapkannya dengan keras dan spontan. Kejadian ini menimbulkan Budi mengalami Cognitive Shut Down. Artinya, Budi tidak lagi punya kepercayaan lagi terhadap guru tersebut. Lalu, bagaimana cara memperlihatkan respons yang benar?

Apabila Budi dengan lantang menjawab pertanyaan, ”Berapakah tiga ditambah dua?” dengan tanggapan “TUJUUUUHHHH!”, sang guru harus mengulang pertanyaannya dengan pola, “Tujuh itu tiga ditambah empat. Yang ditanyakan ialah tiga ditambah dua. Ayo, pikir lagi!” Tak ada kata-kata “salah”, “bodoh”, dan kata-kata merendahkan yang lain. 

Sebenarnya memang tidak ada anak yang “Bodoh” itu . Yang ada anak yang kurang mendapat proses pembelajaran dengan baik, sehingga potensi yang ada pada dirinya kurang sanggup dikembangkan. Karena, seorang siswa selalu mempunyai sisi kelemahan & kelebihan. Kita sebagai Guru maupun orang bau tanah harus selalu mencari/mengetahui kelemahan dan kelebihan/potensi anak atau siswa kita.

Perhatikan sekali lagi paradigma rekan-rekan guru di Finlandia (baca:Sekilas Pendidikan di Finlandia). bila ada siswa yang sulit memahami bahan ajar, yang harus dipermasalahkan ialah cara mengajar sang guru yang dianggap kurang tepat. Seorang teman guru risikonya mencicipi kondisi mengajar yang nyaman, meskipun sebelumnya beliau kerap uring-uringan, kala aku menyarankan beliau untuk selalu memandang siswa-siswa di kelas sebagai manusia-manusia cerdas. Saya meminta sang guru untuk membayangkan bahwa di dahi setiap siswa ada angka 10, angka sempurna!

Mulai kini marilah kita memperbaiki cara mengajar kita dengan tidak memberi label atau cap “bodoh” kepada siswa kita. Apabila menghadapi siswa yang kesulitan dalam berguru selalu frustasi dan mengecap anak kolot , maka yang bahwasanya kolot itu kita sendiri sebab kurang sanggup menggali potensi siswanya. 

Rasa keputus-asaan kita harus kita hilangkan dengan selalu meningkatkan profesionalime dan keterampilan mengajar yang variatif sehingga kita sanggup meningkatkan kualitas kita dan meningkatkan mutu pendidikan anak kita. Sehingga kata-kata yang terperinci memberi lebel bawah umur atau siswa kita yang jelek-jelek bahkan semua anggota kebon hewan disebut semua, tidak ada lagi. 

Kalau melihat hal yang demikian dengan mengecap anak kita kolot noway kini tidak lagi. Kita akan malu. Lihat saja sejarah orang-orang jago dunia seperti  Thomas Alfa Edison dengan percobaan listrik hingga sibuan kali dan risikonya berhasil . Contoh lainnya Albert Instain penemu nukir, semua beranjak dari orang-oarnga yang di-sangka-kan kolot tetapi nyatanya ia orang berhat di dunia.

Sumber : www.kompasiana.com

Demikian gosip dan informasi terkini yang sanggup kami sampaikan. Silahkan like fanspagenya dan tetap kunjungi situs kami di www. infokemendikbud.web.id . Kami senantiasa memperlihatkan gosip dan informasi terupdate dan teraktual yang dilansir dari banyak sekali sumber  terpercaya. Terima Kasih atas kunjungan anda supaya informasi yang kami sampaikan ini bermanfaat.

Artikel Terkait