Psak 53 : Cara Penerapan Dan Contohnya


PSAK 53 Pembayaran berbasis saham disahkan oleh DSAK per  tanggal 22 oktober 2010 dan erlaku efektif tahun 2012. PSAK 53 (Revisi 2010) menggantikan PSAK 53 Kompensasi berbasis saham yang diterbitkan pada tahun 1998. PSAK 53 (revisi 2010) merupakan adopsi dari IFRS 2 Share Based Payment versi Juni 2009.

PSAK 53 mengatur perlakuan akuntansi untuk transaksi pembayaran berbasis saham.

Apa itu transaksi berbasis saham ?
Transaksi berbasis saham yaitu transaksi yang di dalamnya suatu entitas mendapatkan barang atau jasa sebagai imbalan atas instrumen ekuitas dari entitas tersebut (termasuk opsi saham karyawan), atau mendapatkan barang atau jasa dengan memperlihatkan laiabilitas kepada pemasok barang atau jasa tersebut untuk jumlah yang didasarkan pada harga saham entitas tersebut.

Sebelum kita membahas lebih lanjut silahkan teman-teman download terlebih dahulu PSAK 53 wacana Pembayaran Berbasis Saham. Silahkan teman-teman cari di google, alasannya yaitu saya belum ada kesempatan menyediakannya, atau silahkan cari bukunya.

Oke kita lanjut kepada pembahasan !

PSAK 53 membagi transaksi pembayaran berbasis saham ke dalam tiga jenis. 
  1. Transaksi pembayaran berbasis saham yang dilakukan dengan penerbitan instrumen ekuitas, yang di dalamnya suatu entitas mendapatkan barang atau jasa sebagai imbalan untuk instrumen ekuitas dari entitas tersebut. 
  2. Transaksi pembayaran berbasis saham yang dilakukan dengan pembayaran kas, yang di dalamnya suatu entitas mendapatkan barang atau jasa dengan memperlihatkan liabilitas kepada pemasok barang atau jasa tersebut untuk jumlah yang ditentukan menurut nilai instrumen ekuitas dari entitas tersebut.
  3. Transaksi Pembayaran berbasis saham dengan alternatif kas, yang di dalamnya menerima barang atau jasa dan syarat perjanjiannya memperlihatkan pilihan penyelesaian dalam kas atau saham kepada entitas tersebut maupun pihak keduanya.


Dapat dilihat bahwa PSAK 53 tidak menerapkan hal-hal berikut. 
  • Transaksi berbasis saham dengan pihak mana pun dalam kapasitasnya sebagai pemegang saham di entitas tersebut. 
  • Transaksi berbasis saham dalam kombinasi bisnis.

PENGAKUAN
PSAK 53 mensyaratkan bahwa suatu entitas mengakui transaksi pembayaran berbasis saham dalam laporan keuangannya.

Secara khusus, PSAK 53 mensyaratkan bahwa suatu entitas mengakui barang dan jasa yang diterima atau diperoleh dalam transaksi pembayaran berbasis saham bila entitas tersebut memperoleh barang atau ketika jasa diterima, dan juga mengakui kenaikan ekuitas dalam transaksi pembayaran berbasis saham yang dilakukan dengan penerbitan instrumen ekuitas, atau liabilitas dalam transaksi pembayaran berbasis saham yang dilakukan dengan pembayaran kas (paragraf 7).

Ilustrasi 1

Pada tanggal 4 April 20X4, PT ABC memperoleh sebidang tanah yang mempunyai nilai pasar sebesar Rp25 miliar dengan mengeluarkan 10 juta saham biasanya (masing-masing bernilai Rp1.000).

Dalam pola ini, PSAK 53 mensyaratkan bahwa PT ABC mencatat transaksi pada tanggal 4 April 20X4 sebagai berikut.

Tanah             Rp. 25.000.000.000
         Modal                                 Rp. 25.000.000.000

PSAK 53 mengatur lebih lanjut bahwa bila barang atau jasa yang diterima atau diperoleh tidak memenuhi syarat untuk diakui sebagai aset, maka barang atau jasa tersebut harus diakui sebagai beban (paragraf 8).

Ilustrasi 2
tanggal 5 Mei 20X5, PT RND memperoleh peralatan laboratorium rupa-rupa nilai pasar sebesar Rp120.000.000 dari perusahaan asosiasinya untuk proyek riset berkelanjutan dengan mengeluarkan 100.000 saham biasanya

Dalam pola ini, PSAK 53 mensyaratkan bahwa PT RND mencatat transaksi pada tanggal 5 Mei 20X5 sebagai berikut.


Beban riset            Rp. 120.000.000
        Modal saham                          Rp. 120.000.000

Dalam transaksi pembayaran berbasis saham yang dilakukan dengan penerbitan instrumen ekuitas yang di dalamnya jasa diterima, jasa tersebut harus diakui selama masa kerja tersebut diberikan sebagai imbalan atas instrumen ekuitas yang dikeluarkan. Oleh alasannya yaitu itu, bila instrumen ekuitas diberikan dengan segera, maka entitas tersebut harus mengakui jumlah penuh jasa tersebut dengan segera (paragraf 15). Namun, bila ada periode sampai opsi saham menjadi hak karyawan (periode vesting), maka entitas tersebut harus mengakui jasa yang diterima sama ketika jasa tersebut diberikan selama periode vesting (paragraf 16).

Ilustrasi 3 
Pada tanggal 1 Januari 20X6, PT XYZ (yang tahun bukunya berakhir pada tanggal 31 Desember) memperlihatkan 100.000 opsi saham karyawan kepada eksekutif eksekutifnya dengan nilai Rp5.000 per opsi. Jika opsi saham karyawan diberikan dengan segera, biaya sebesar Rp500.000.000 akan dibebankan pada laporan keuntungan rugi komprehensif tahun 20X6. Namun, bila opsi saham karyawan hanya sanggup diberikan bila eksekutif eksekutif tersebut masih bekerja di perusahaan sampai 31 Desember 20X7, maka biaya opsi saham karyawan harus dibebankan pada laporan keuntungan rugi komprehensif tahun 20X6 dan 20X7.

PENGUKURAN
PSAK 53 mensyaratkan peraturan yang berbeda mengenai pengukuran jenis-jenis transaksi pembayaran berbasis saham yang berbeda.

Transaksi Pembayaran Berbasis Saham yang Dilakukan dengan Penerbitan Instrumen Ekuitas
Untuk transaksi pembayaran berbasis saham yang dilakukan dengan penerbitan instrumen ekuitas, PSAK 53 mensyaratkan bahwa suatu entitas mengukur barang atau jasa yang diterima dan kenaikan ekuitas yang sesuai menurut nilai wajar dari barang atau jasa yang diterima (paragraf 10). Jika nilai masuk akal dari barang atau Jasa yang diterima tidak sanggup diukur dengan andal, PSAK 53 mensyaratkan bahwa entitas tersebut mengukur barang atau jasa yang diterima serta kenaikan ekuitas deng merujuk kepada nilai masuk akal dari instrumen ekuitas yang diberikan (paragraf 10).

Ilustrasi 4 
Skenario A 
Pada tanggal 6 Juni 20X6, PT A membeli sebidang tanah, yang telah ditaksir oleh juru taksir profesional sebesar Rp50 miliar, dengan mengeluarkan 10 juta dari saham biasanya. Dalam pola ini, PSAK 53 mensyaratkan bahwa PT Amengukur transaksi tersebut menurut nilai masuk akal dari tanah tersebut dan mencatat transaksi pada tanggal 6 Juni 20X6 sebagai berikut.

Tanah                  Rp. 50 miliar
      Modal Saham                    Rp. 50 miliar

Skenario B 
Pada tanggal 6 Juni 20X6. PT B membeli sebuah bangunan bernilai sejarah yang telah ditaksir oleh juru taksir profesional sebesar Rp10 miliar sampai Rp50 miliar, dengan mengeluarkan 1 juta dari saham biasanya. Saham biasa PT B sebanyak 100 juta dijual di BEI dan ditawar sebesar Rp22.000 per saham pada tanggal 6 Juni 20X6. Dalam pola ini, PSAK 53 mensyaratkan bahwa PT A mengukur transaksi tersebut dengan merujuk kepada nilai masuk akal dari saham yang dikeluarkan dan mencatat transaksi pada tanggal 6 Juni 20X6 sebagai berikut.

Tanah                    Rp. 22 miliar
         Modal saham                    Rp. 22 miliar

Berdasarkan prinsip di atas, PSAK 53 mensyaratkan bahwa untuk transaksi dengan karyawan, suatu entitas wajib mengukur jasa yang diterima serta kenaikan ekuitasnya dengan merujuk kepada nilai masuk akal dari instrumen ekuitas yang diberikan, dengan alasan bahwa nilai masuk akal dari jasa yang diterima pada umumnya sulit diukur dengan hebat (paragraf 11). PSAK 53 lebih lanjut mensyaratkan bahwa dalam kasus-kasus yang jarang terjadi, ketika nilai masuk akal dari instrumen ekuitas tidak sanggup diukur dengan andal, suatu entitas wajib mengukur jasa yang diterima serta kenaikan ekuitasnya menurut ilai intrinsik dari instrumen ekuitas yang diberikan (paragraf 26). 

Oleh alasannya yaitu itu, untuk opsi saham karyawan serta transaksi kompensasi dengan  karyawan yang berbasis saham dan diselesaikan dengan ekuitas lainnya. PSAK 53 mensyaratkan bahwa nilai masuk akal (atau nilai intrinsik dalam masalah yang jarang terjadi) dari instrumen ekuitas dianggap sebagai beban dalam laporan keuntungan rugi komprehensif (lihat paragraf 8, 11, dan 26) dan bahwa nilai masuk akal (atau nilai intrinsik dalam masalah yang jarang terjadi) dari instrumen ekuitas wajib dibebankan dalam laporan keuntungan rugi komprehensif pada periode vesting (lihat paragraf 15 dan 16).

Bagian berikut membahas opsi saham karyawan. Namun, pembahasan tersebut juga sanggup diterapkan untuk setiap transaksi pembayaran berbasis saham yang dilakukan dengan penerbitan instrumen ekuitas yang diukur dengan merujuk kepada nilai masuk akal dari instrumen ekuitas yang diberikan, dengan pengecualian tanggal dukungan harus dibaca sebagai tanggal entitas tersebut memperoleh barang atau jasa.

PSAK 53 mensyaratkan bahwa nilai masuk akal dari instrumen ekuitas wajib didasarkan pada harga pasar, bila ada, dengan mempertimbangkan syarat dan ketentuan dukungan instrumen ekuitas (paragraf 17).

Jika harga pasar tidak tersedia, PSAK 53 mensyaratkan bahwa entitas tersebut mengestimasi nilai masuk akal dari instrumen ekuitas yang diberikan dengan memakai teknik penilaian untuk menentukan harga instrumen ekuitas tersebut pada tanggal dukungan dalam transaksi masuk akal antara pihak-pihak yang mengetahui (paragraf 18). Model penilaian harus konsisten dengan metode penilaian harga instrumen keuangana yang berlaku umum serta harus menyertakan seluruh faktor dan asumsi yang akan dipertimbangkan oleh partisipan pasar yang mengetahui dalam memutuskan harga. Contoh-contoh model tersebut yaitu model Black-Scholes dan model Binomial.

Dalam menentukan nilai masuk akal dari instrumen ekuitas, PSAK 53 mensyaratkan bahwa nilai masuk akal tersebut harus ditentukan pada tanggal dukungan yang didefinisikan sebagai tanggal entitas dan karyawannya menyetujui aktivitas tersebut, yang pada praktiknya yaitu tanggal ketika karyawan mendapatkan penawaran tersebut atau bila penawaran tersebut melalui suatu proses persetujuan, tanggal ketika persetujuan tersebut diperoleh.

Wajib dicatat bahwa PSAK 53 menerapkan pendekatan tanggal dukungan yang diubah" (modified grant date approach). Dalam pendekatan ini, (i) syarat pasar diperhitungkan dalam menentukan nilai masuk akal dari setiap instrumen ekuitas yang diberikan pada tanggal dukungan dan perubahan syarat pasar yang terjadi sesudah tanggal dukungan tidak akan memengaruhi nilai masuk akal dari instrumen ekuitas yang diberikan serta (ii) syarat vesting, selain syarat pasar, dikecualikan dari penilaian harga masuk akal saham atau opsi saham pada tanggal pemberian. Syarat vesting diperhitungkan dengan cara mengurangi atau menambah jumlah dari saham atau opsi saham yang balasannya menjadi hak.

Lebih lanjut PSAK 53 menjelaskan bahwa pendekatan tanggal dukungan yang diubah mensyaratkan bahwa nilai masuk akal tanggal dukungan harus memperhitungkan semua syarat vesting (kecuali persyaratan masa kerja dan persyaratan kinerja nonpasar) dan semua syarat-syarat nonvesting, sedangkan total nilai masuk akal opsi saham karyawan yang dibebankan pada laporan keuntungan rugi komprehensif harus diubah alasannya yaitu tidak sanggup memenuhi persyaratan masa kerja dan persyaratan kinerja nonpasar.

PSAK 53 menjelaskan definisi syarat-syarat vesting dan syarat-syarat nonvestis
sebagai berikut

Syarat-syarat vesting yaitu syarat-syarat yang menentukan apakah suatu enti mendapatkan jasa yang mengakibatkan pihak lawan berhak mendapatkan imbalan mela perjanjian pembayaran berbasis saham. Syarat-syarat vesting yaitu baik (i) persyarat masa kerja ataupun (ii) persyaratan kinerja yang sanggup mencakup syarat-syarat pasar maupun nonpasar.

Contoh syarat masa kerja (bakti) contohnya bila aktivitas tersebut mensyaratkan karyawan harus bekerja untuk entitas tersebut selama tiga tahun semoga opsi saham karyawan tersebut menjadi hak (vested).

Contoh syarat kinerja pasar contohnya bila aktivitas tersebut mensyaratkan bahwa harga resmi dari instrumen ekuitas entitas tersebut memenuhi sasaran rupiah tertentu semoga opsi saham karyawan menjadi hak (vested).

Contoh syarat kinerja nonpasar contohnya bila aktivitas tersebut mensyaratkan pencatatan bursa umum semoga opsi saham karyawan menjadi hak (vested).

Contoh syarat kinerja nonvesting contohnya bila aktivitas tersebut mensyaratkan karyawan untuk membayar bantuan harga sanksi dari opsi tersebut.

Ilustrasi 5 
Pada tanggal 1 Oktober 20X1, PT ABC (yang tahun bukunya berakhir pada tanggal 31 Desember) mengabulkan aktivitas yang memperlihatkan opsi untuk membeli 200.000 saham biasa kepada lima eksekutif puncak perusahaan tersebut (sehingga jumlah totalnya yaitu 1.000.000 saham) dengan harga Rp5.000 per saham. Opsi tersebut diberikan pada tanggal 1 Januari 20X2 dan akan menjadi hak (vested) pada tanggal 1 Januari 20X5 bila kelima eksekutif tersebut masih bekerja untuk perusahaan sampai tanggal tersebut. Opsi ini sanggup dilaksanakan dari tanggal 1 Januari 20X5 sampai 31 Desember 20X8. Dengan memakai model Black-Scholes, diasumsikan bahwa nilai masuk akal setiap opsi pada tanggal 1 Januari 20X2 yaitu Rp1.500. Selain itu, PT ABC mengharapkan semoga kelima eksekutif tersebut tetap bekerja untuk perusahaan sampai tanggal Januari 20X5. Oleh alasannya yaitu itu, jumlah nilai masuk akal dari opsi saham karyawan yaitu Rp1.500.000.000

Dalam pola ini, opsi saham tersebut dicatat dalam jurnal sebagai berikut.

1 Oktober 20X1
Tidak ada jurnal

31 Desember 20X2 
Biaya kepegawaian           Rp. 500.000.000
(Rp1.500.000.000/3) 
             Cadangan modal                          Rp. 500.000.000

31 Desember 20X3 
Biaya kepegawaian           Rp. 500.000.000
(Rp1.500.000.000/3) 
              Cadangan modal                         Rp. 500.000.000


31 Desember 20X4 
Biaya kepegawaian           Rp. 500.000.000
(Rp1.500.000.000/3) 
               Cadangan modal                        Rp. 500.000.000

Jika pada tanggal 10 Januari 20X5 semua opsi saham dilaksanakan, maka ayat jurnalnya yaitu sebagai berikut:

Kas                                   Rp. 5.000.000.000
Cadangan modal               Rp. 1.500.000.000   
                Modal saham                            Rp. 6.500.000.000

Jika semua opsi saham tidak dilaksanakan dan balasannya dihapus pada tanggal 31 Desember 20X8, maka ayat jurnalnya yaitu sebagai berikut.

Cadangan modal-opsi saham             Rp. 1.500.000.000
                 Cadangan modal-umum                               Rp. 1.500.000.000

Dapat dilihat bahwa jumlah total biaya kepegawaian didasarkan pada estimasi angka opsi saham karyawan yang diperkirakan menjadi hak (vested).

Ilustrasi 6
Pada bulan Januari 20X7, PT ESO, yang tahun bukunya berakhir pada tanggal 31 Desember, memperlihatkan 50.000 opsi saham kepada 20 orang eksekutif (sehingga total opsi saham karyawannya sebanyak 1.000.000). Opsi saham karyawan akan menjadi hak (vested) hanya bila para eksekutif tersebut bekerja untuk perusahaan sampai tanggal 31 Desember 20X9.

Selama tahun 20X7, dua orang eksekutif keluar dari perusahaan sehingga perusahaan mengestimasi bahwa 6 orang eksekutif akan keluar dari perusahaan sepanjang periode 3 tahun. Selama tahun 20X8, seorang eksekutif lain keluar dari perusahaan sehingga perusahaan mengestimasi bahwa hanya 5 (bukan 6) orang eksekutif yang akan keluar dari perusahaan sepanjang periode 3 tahun. Selama tahun 20X9, dua orang eksekutif lain keluar dari perusahaan. 

Berdasarkan model Black-Scholes, nilai masuk akal masing-masing opsi saham karyawan ditentukan sebesar Rp1.500. 

Opsi saham karyawan perusahaan dicatat dalam jurnal untuk semua tahun yang relevan sebagai berikut.

31 Desember 20X7
Biaya kepegawaian               Rp. 350.000.000
         Cadangan modal-ESO                          Rp. 350.000.000
(14 x 50.000 x Rp1.500/3)

31 Desember 20X8
Biaya kepegawaian Rp. 400.000.000
         Cadangan modal-ESO Rp. 400.000.000
(15 x 50.000 x Rp1.500 X 2/3 - 350.000.000)

31 Desember 20X9
Biaya kepegawaian         Rp. 375.000
Cadangan modal-ESO                      Rp. 375.000
(15 x 50.000 x Rp1.500 - 750.000.000)

Seperti disebutkan di atas, nilai masuk akal opsi saham karyawan ditentukan pada tanggal dukungan dan tidak diadaptasi untuk perubahan syarat-syarat pasar berikutnya. Namun, jumlah opsi yang diperkirakan untuk diberikan (dengan kata lain jumlah biaya kepegawaian) harus diadaptasi untuk perubahan syarat-syarat vesting nonpasar. Penyesuaian ini dibentuk semoga jumlah yang diakui untuk barang dan jasa sebagai imbalan atas instrumen ekuitas yang diberikan harus didasarkan pada jumlah instrumen ekuitas yang pada balasannya akan menjadi hak (vested). Sebagai contoh, bila tidak ada instrumen ekuitas yang diperkirakan akan diberikan alasannya yaitu tidak sanggup memenuhi syarat-syarat vesting nonpasar (misalnya karyawan tidak sanggup memenuhi masa kerja yang telah ditentukan), maka secara kumulatif tidak ada jumlah yang diakui untuk barang dan jasa yang diterima (paragraf 20).

Ilustrasi 7 
Lihat kembali pola pada Ilustrasi 5 sebelumnya. Pada tanggal pemberian, PT ABC memperkirakan bahwa kelima eksekutif tetap bekerja untuk perusahaan sampai tanggal 1 Januari 20X5. Namun, di awal tahun 20X4, tanpa diduga salah seorang eksekutif keluar dari perusahaan dan opsi sahamnya sebanyak 200.000 pun dihapus. Dalam pola ini, jumlah nilai masuk akal dari opsi saham karyawan yaitu hanya sebesar Rp1.200.000.000 (Rp1.500 x 800.000), bukan Rp1.500.000.000. Namun, alasannya yaitu Rp1.000.000.000 dari biaya telah dibebankan pada tahun 20X2 dan 20X3, hanya Rp200.000.000 (bukan Rp500.000.000 menyerupai pada Ilustrasi 5) yang akan dibebankan pada laporan keuntungan rugi komprehensif tahun 20X4. Dalam pola ini, ayat jurnal untuk opsi saham yaitu sebagai berikut.

1 Oktober 20X1
Tidak ada jurnal


31 Desember 20X2 
Biaya kepegawaian         Rp. 500.000.000
(Rp1.500.000.000/3) 
           Cadangan modal                          Rp. 500.000.000

31 Desember 20X3 
Biaya kepegawaian         Rp. 500.000.000
(Rp1.500.000.000/3) 
          Cadangan modal                           Rp. 500.000.000

31 Desember 20X4 
Biaya kepegawaian          Rp. 200.000.000
(Rp1.200.000.000 - Rp1.000.000.000) 
           Cadangan modal                          Rp. 200.000.000

Jika pada tanggal 10 Januari 20X5 keseluruhan 800.000 opsi saham dilakukan, maka ayat jurnalnya yaitu sebagai berikut.

Kas                                  Rp. 4.000.000.000
Cadangan modal                Rp. 1.200.000.000
            Modal saham                                Rp. 5.200.000.000

Di sini ditekankan bahwa jumlah biaya kepegawaian yang dibebankan diperhitungkan melalui nilai masuk akal opsi saham karyawan yang diperkirakan menjadi hak (vested).

Ilustrasi 8 
Pada tanggal 1 Oktober 20X1.PT XYZ (yang tahun bukunya berakhir pada tanggal 31 Desember) menyetujui paket dukungan opsi kepada 10 eksekutif puncak perusaha uk membeli masing-masing 100.000 saham biasa (total sebanyak 1.000 saham) dengan harga Rp5.000 per saham. Opsi tersebut diberikan pada tanggal 1 Januari 20X2 dan akan menjadi hak (vested) pada tanggal 1 Januari 20X5 bila para eksekutif itu masih bekerja untuk perusahaan sampai tanggal tersebut. Opsi tersebut sanggup dilaksanakan dari tanggal 1 Januari 20X5 sampai 31 Desember 20X8. 

Dengan memakai model Black-Scholes, diasumsikan bahwa nilai masuk akal dari setiap opsi pada tanggal 1 Januari 20X2 yaitu Rp3.000. 

Diasumsikan pula bahwa seorang eksekutif mengundurkan diri sepanjang tahun 20X2 dan pada tanggal 31 Desember 20X2, diperkirakan bahwa seorang eksekutif lain akan mengundurkan diri sebelum seluruh opsi menjadi hak (sehingga diperkirakan hanya 800.000 opsi yang akan menjadi hak). Pada tahun 20X3, dua orang eksekutif mengundurkan diri dan pada tanggal 31 Desember 20X3, diperkirakan bahwa seorang eksekutif lain akan mengundurkan diri sebelum seluruh opsi menjadi hak (sehingga diperkirakan hanya 600.000 opsi yang akan menjadi hak). Pada tahun 20X4, tidak ada eksekutif yang mengundurkan diri (sehingga diperkirakan hanya 700.000 opsi yang akan menjadi hak).
Dalam pola ini, ayat jurnal untuk opsi saham yaitu sebagai berikut.

1 Oktober 20X1
Tidak ada jurnal

31 Desember 20X2 
Biaya kepegawaian          Rp. 800.000.000
(Rp3.000 x 800.000 X 1/3) 
            Cadangan modal                            Rp. 800.000.000

31 Desember 20X3 
Biaya kepegawaian         Rp. 400.000.000
(Rp3.000 x 600.000 x 2/3 - Rp800.000.000) 
             Cadangan modal                           Rp. 400.000.000

31 Desember 20X4 
Biaya kepegawaian         Rp. 900.000.000
(Rp3.000 x 700.000 x 3/3 - Rp1.200.000.000) 
              Cadangan modal                           Rp. 900.000.000

Ilustrasi 8 didasarkan pada opsi saham karyawan yang syarat vestingnya yaitu masa kerja. Pada praktiknya, opsi saham karyawan sanggup distrukturisasi semoga menggabungkan syarat-syarat vesting lain.

Contoh berikut mengilustrasikan opsi saham karyawan dengan syarat vesting kinerja nonpasar

Ilustrasi 9 
Pada tanggal 1 Oktober 20X1, PT LMN (yang tahun bukunya berakhir pada tanggal 31 Desember) menyetujui paket dukungan opsi kepada 10 eksekutif puncak perusahaan untuk membeli masing-masing 10.000 saham biasa (total sebanyak 100.000 saham) dengan harga Rp5.000 per saham. Opsi tersebut diberikan pada tanggal 1 Januari 20X2 dan akan menjadi hak (vested) pada tanggal 31 Desember 20X2 bila penjualan perusahaan mengalami kenaikan sampai lebih dari 20%, atau pada tanggal 31 Desember 20X3 bila kenaikan ratarata pada periode selama 2 tahun lebih dari 20%, atau pada tanggal 31 Desember 20X4 bila kenaikan rata-rata pada periode selama 3 tahun lebih dari 10%. 

Dengan memakai model Black-Scholes, diasumsikan bahwa nilai masuk akal dari setiap opsi pada tanggal 1 Januari 20X2 yaitu Rp3.000. 

Pada tanggal 31 Desember 20X2, penjualan hanya mengalami kenaikan sebesar 16%, namun perusahaan yakin bahwa penjualan untuk tahun 20X3 akan mengalami kenaikan sedikitnya sebesar 15%, sehingga memenuhi syarat vesting kenaikan kumulatif sebesar 15%. Sepanjang tahun 20X2, salah seorang eksekutif mengundurkan diri dari perusahaan, dan perusahaan memperkirakan seorang eksekutif lain akan mengundurkan diri sepanjang tahun 20X3. 

Pada tanggal 31 Desember 20X3, penjualan hanya mengalami kenaikan sebesar 13%, namun perusahaan yakin bahwa penjualan untuk tahun 20X4 akan mengalami kenaikan sedikitnya sebesar 8%, sehingga memenuhi syarat vesting kenaikan kumulatif sebesar 10%. Sepanjang tahun 20X3, salah seorang eksekutif mengundurkan diri dari perusahaan dan perusahaan memperkirakan seorang eksekutif lain akan mengundurkan diri sepanjang tahun 20X4. Pada tanggal 31 Desember 20X4, penjualan mengalami kenaikan sebesar 10% dan syarat vesting pun terpenuhi. Tidak ada seorang eksekutif pun yang mengundurkan diri dari perusahaan sepanjang tahun 20X4, sehingga masing-masing dari total delapan orang eksekutif mendapatkan 100.000 saham. 

Dalam pola ini, ayat jurnal untuk opsi saham yaitu sebagai berikut.

31 Desember 20X2 
Biaya kepegawaian        Rp. 120.000.000
(Rp3.000 x 10.000 x 8 x 1/2)
         Cadangan modal                          Rp. 120.000.000
  
31 Desember 20X3 
Biaya kepegawaian       Rp. 20.000.000
(Rp3.000 x 10.000 x 7 x 2/3 - 120.000.000) 
        Cadangan modal                           Rp. 20.000.000

31 Desember 20X4 
Biaya kepegawaian      Rp. 100.000.000
(Rp3.000 x 10.000 X 8 - 140.000.000) 
        Cadangan modal                           Rp. 100.000.000

Dapat dilihat bahwa jumlah biaya kepegawaian yang dibebankan selama tiga tahun yaitu Rp240.000.000 (Rp3.000 X 10.000 X 8).

Kadang-kadang opsi saham karyawan bisa mempunyai syarat pasar (misalnya sasaran harga saham) sebagai syarat vesting-nya. Dalam masalah menyerupai ini, PSAK 53 mensyaratkan bahwa suatu entitas wajib mengakui jasa yang diterima dari karyawan yang memenuhi seluruh syarat-syarat vesting tanpa memandang apakah syarat pasar terpenuhi atau tidak (paragraf 22). Seperti disebutkan sebelumnya, ini alasannya yaitu syarat pasar telah diperhitungkan pada ketika estimasi nilai masuk akal opsi pada tanggal pemberian.

Ilustrasi 10 
Pada tanggal 1 Oktober 20X1, PT STU (yang tahun bukunya berakhir pada tanggal 31 Desember) menyetujui paket dukungan opsi kepada eksekutif eksekutif (CEO), perusahaan untuk membeli 500.000 saham biasa perusahaan dengan harga Rp5.000 per saham. Opsi tersebut diberikan pada tanggal 1 Januari 20X2 dan akan menjadi hak (vested) pada tanggal 31 Desember 20X4. Namun, opsi saham tersebut tidak bisa dilaksanakan bila harga pasar saham perusahaan tidak mengalami kenaikan menjadi sedikitnya Rp8.000 pada tanggal 31 Desember 20X4. 

Perusahaan memakai model penetapan harga opsi Binomial (yang memperhitungkan probabilitas harga saham sanggup atau tidak sanggup melebihi Rp8.000 pada tanggal 31 Desember 20X4) dan mengestimasikan bahwa nilai masuk akal opsi saham dengan syarat pasar ini yaitu sebesar Rp1.200 per opsi. 

Dengan asumsi bahwa perusahaan memperkirakan CEO tersebut masih bekerja sampai sesudah tanggal 31 Desember 20X4 dan CEO memang masih bekerja setelan ggal tersebut, maka ayat jurnal untuk opsi saham yaitu sebagai berikut.

Terpenuhi atau tidak terpenuhinya syarat pasar tidak akan memengaruhi ayat-ayat
jurnal berikut

31 Desember 20X2 
Biaya kepegawaian    Rp. 200.000.000
(Rp600.000.000/3) 
      Cadangan modal                          Rp. 200.000.000

31 Desember 20X3
Biaya kepegawaian     Rp. 200.000.000
(Rp600.000.000/3) 
       Cadangan modal                         Rp. 200.000.000

31 Desember 20X4 
Biaya kepegawaian     Rp. 200.000.000
(Rp600.000.000/3). 
       Cadangan modal                         Rp. 200.000.000

Opsi yang diberikan perusahaan mungkin mempunyai fitur penambahan kembali (reload feature). Fitur ini menciptakan opsi menjadi menarik alasannya yaitu karyawan akan mendapatkan komplemen opsi saham bila mereka menentukan mencairkan opsinya dengan saham dan bukan dengan kas. Dalam PSAK 53 paragraf 24 disyaratkan bahwa fitur komplemen ini dihentikan dipertimbangkan dalam mengestimasi nilai masuk akal opsi yang diberikan pada tanggal pengukuran. Bila memang karyawan menentukan untuk mengambil pilihan dalam fitur ini maka opsi komplemen tersebut dihitung sebagai opsi gres bila dan ketika opsi komplemen tersebut diberikan

Suatu entitas sanggup mengubah syarat dan ketentuan dukungan opsi saham karyawan. Misalnya, suatu entitas sanggup memutuskan ulang harga opsi untuk mengurangi harga sanksi dari opsi yang diberikan.
PSAK 53 mensyaratkan bahwa tanpa memandang perubahan syarat dan ketentuan opsi saham karyawan, suatu entitas wajib mengakui, sebagai nilai minimal, jasa yang diterima diukur dengan nilai masuk akal pada tanggal pemberian, kecuali bila opsi itu balasannya tidak menjadi hak (vested) (paragraf 28). Selain itu, suatu entitas wajib mengakui dampak perubahan yang menaikkan jumlah nilai masuk akal dari opsi tersebut (paragraf 28).

Contoh berikut mengilustrasikan masalah perubahan syarat dan ketentuan opsi saham karyawan dengan perubahan harga sanksi opsi tersebut (penetapan ulang harga).

Ilustrasi 11
Pada tanggal 1 Oktober 20X1, PT XYZ (yang tahun bukunya berakhir pada tanggal 31 Desember) menyetujui paket dukungan opsi kepada lima eksekutif puncak perusahaan untuk membeli masing-masing 20.000 saham biasa (total sebanyak 100.000 saham) dengan harga Rp5.000 per saham. Opsi tersebut diberikan pada tanggal 1 Januari 20X2 dan akan menjadi hak (vested) pada tanggal 1 Januari 20X5 Jika para eksekutif itu masih bekerja untuk perusahaan sampai tanggal tersebut. Opsi tersebut sanggup dilaksanakan dari tanggal 1 Januari 20X5 sampai 31 Desember 20X8. 

Dengan memakai model Black-Scholes, diasumsikan bahwa nilai masuk akal dari setiap opsi pada tanggal 1 Januari 20X2 yaitu Rp3.000. Pada tanggal 1 Januari 20X3, perusahaan mengurangi harga sanksi opsi saham menjadi Rp4.000, dengan asumsi bahwa harga pasar saham perusahaan tidak diperkirakan akan melebihi Rp5.000 pada 3-4 tahun mendatang akhir resesi global. 

Perusahaan mengestimasi bahwa pada tanggal 1 Januari 20X3 (tanggal penetapan ulang harga), nilai masuk akal setiap opsi sebelum memperhitungkan penetapan ulang harga yaitu Rp1.600, sedangkan nilai masuk akal dari setiap opsi yang ditetapkan ulang yaitu Rp1.800. Dalam pola ini, ayat jurnal untuk opsi saham yaitu sebagai berikut.


31 Desember 20X2 
Biaya kepegawaian    Rp. 100.000.000
(Rp3.000 x 100.000/3) 
       Cadangan modal                        Rp. 100.000.000

31 Desember 20X3 
Biaya kepegawaian    Rp. 110.000.000
(Rp3.000 x 100.000/3 + Rp200 x 100.000/2) 
        Cadangan modal                       Rp. 110.000.000


31 Desember 20X4 
Biaya kepegawaian   Rp. 110.000.000
(Rp3000 x 100.000/3 + Rp200 x 100.000/2) 
       Cadangan modal                          Rp. 110.000.000

Jika suatu entitas membatalkan atau menuntaskan dukungan opsi saham selama periode vesting, PSAK 53 mensyaratkan bahwa entitas tersebut memperhitungkan penghapusan atau penyelesaian itu sebagai percepatan vesting (paragraf 30(a)). Contoh bila sebuah opsi saham karyawan akan menjadi hak (vested) sesudah tiga tahun, namun diselesaikan sesudah dua tahun, maka biaya kepegawaian yang timbul akhir opsi saham karyawan yang diberikan wajib diakui secara prospektif selama dua tahun bukan tiga tahun.

PSAK 53 lebih lanjut mensyaratkan bahwa semua kompensasi yang diberikan kepada karyawan wajib diperhitungkan sebagai transaksi pembelian kembali saham (paragraf 30 (b)).

Ilustrasi 12 
Pada tanggal 1 Oktober 20X1.PT MNO (yang tahun bukunya berakhir pada tanggal 31 Desember) menyetujui paket dukungan opsi kepada lima eksekutif puncak perusahaan untuk membeli masing-masing 20.000 saham biasa (total sebanyak 100.000 saham) dengan harga Rp5.000 per saham. Opsi tersebut diberikan pada tanggal 1 Januari 20x2 dan akan menjadi hak (vested) pada tanggal 1 Januari 20X5 bila para eksekutif itu masih bekerja untuk perusahaan sampai tanggal tersebut. Opsi tersebut sanggup dilaksanakan dari tanggal 1 Januari 20x5 sampai 31 Desember 20X8. Dengan memakai model Black-Scholes, diasumsikan bahwa nilai masuk akal dari setiap opsi pada tanggal 1 Januari 20X2 yaitu Rp3.000. Pada tanggal 1 Januari 20X3, perusahaan membatalkan opsi saham dan membayar masing-masing eksekutif sebesar Rp50.000.000.

Dalam pola ini, ayat jurnal untuk opsi saham yaitu sebagai berikut.

31 Desember 20X2 
Biaya kepegawaian             100.000.000
(Rp3000 x 100.000/3) 
             Cadangan modal                       100.000.000


31 Desember 20X3  
Biaya kepegawaian           200.000.000
(Rp3000 x 100.000 - 100.000) 
             Cadangan modal                       200.000.000

31 Desember 20X4
Cadangan modal              250.000.000
            Kas                                             250.000.000

PSAK 53 juga mensyaratkan bahwa bila suatu entitas atau pihak lawan sanggup menentukan untuk memenuhi atau tidak memenuhi syarat vesting, maka ketidakmampuan entitas atau pihak lawan untuk memenuhi syarat vesting selama periode vesting wajib diperlakukan sebagai penghapusan yang menjadikan percepatan vesting.

Ilustrasi 13
Pada tanggal 1 Januari 20X1, PT ABC memperlihatkan kesempatan kepada eksekutif keuangannya (CFO) untuk berpartisipasi dalam sebuah aktivitas yang memungkinkan dirinya mendapatkan opsi saham bila ia menyetujui untuk menyimpan 10% dari honor bulanannya sebesar Rp1.000.000 selama periode tiga tahun. Kompensasi bulanan diberikan dari simpanan honor CFO tersebut. CFO tersebut sanggup memakai mulasi potongan untuk melakukan opsinya di tamat periode tiga tahun atau
simpanannya kapan pun selama periode tiga tahun tersebut. 

Estimasi beban perjanjian pembayaran berbasis saham itu yaitu Rp3.000.000 per tahun untuk periode tiga tahun tersebut. 

Dalam pola ini, persyaratan membayar bantuan terhadap aktivitas merupakan syarat nonvesting. Bila CFO tersebut menentukan untuk berhenti berkontribusi pada bulan April 20X2, maka insiden ini diperlakukan sebagai pembatalan. 

Ayat jurnalnya yaitu sebagai berikut.

31 Desember 20X1
Biaya kepegawaian 120.000.000 
       Kas                                   108.000.000
       Tunggakan honor                   12.000.000
(Gaji CFO untuk 12 bulan)

Biaya kepegawaian     3.600.000
       Cadangan modal--Kepemilikan Saham Karyawan (KSK)  3.600.000
(KSK untuk CFO)

1 April 20X2
Biaya kepegawaian 30.000.000
     Kas                                   27.000.000
     Tunggakan gaji                   3.000.000
(Gaji CFO untuk 3 bulan)


Tunggakan honor        15.000.000
       Kas                                  15.000.000
(menghapuskan liabilitas)


Biaya kepegawaian       7.200.000
       Cadangan modal-KSK        7.200.000
(pembatalan program)

PSAK 53 mengatur lebih lanjut bahwa bila suatu entitas maupun pihak lawan tidak sanggup menentukan untuk memenuhi syarat nonvesting (misalnya produk domestik bruto negaranya melebihi 5%), maka ketidakmampuan untuk memenuhi syarat nonvesting tidak akan memengaruhi akuntansi. Entitas tersebut tetap mengakui beban selama sisa periode vesting (paragraf 23).

Dalam insiden yang jarang terjadi bila entitas tersebut tidak bisa mengestimasi nilai masuk akal instrumen ekuitas yang diberikan pada tanggal dukungan secara andal, PSAK 53 memperbolehkan penggunaan basis nilai intrinsik (perbedaan antara nilai masuk akal saham dan harga eksekusi).
Untuk insiden jarang menyerupai itu, PSAK 53 mengatur bahwa entitas tersebut wajib (paragraf 26).
  • Mengukur instrumen ekuitas pada nilai intrinsiknya, pertama kali pada tanggalentitas itu memperoleh barang dan jasa dan selanjutnya pada setiap tanggal pelaporan dan balasannya pada tanggal penyelesaian tamat (yaitu ketika opsi sahamdilaksanakan, dibatalkan atau kedaluwarsa). 
  • Mengakui barang dan jasa yang diterima menurut jumlah instrumen ekuitas yang balasannya menjadi hak (vested) atau balasannya dilaksanakan.

Transaksi Pembayaran Berbasis Saham dengan Alternatif Kas
Untuk transaksi pembayaran berbasis saham yang syarat perjanjiannya memperlihatkan pilihan kepada entitas dan pihak lawan untuk menuntaskan transaksi tersebut dengan pembayaran kas atau penerbitan instrumen ekuitas, PSAK 53 mensyaratkan bahwa suatu entitas memperhitungkan transaksi tersebut sebagai transaksi pembayaran berbasis saham yang dilakukan dengan pembayaran kas bila entitas tersebut membebankan liabilitas untuk diselesaikan dengan kas, atau sebagai transaksi pembayaran berbasis saham yang dilakukan dengan penerbitan instrumen ekuitas bila tidak ada liabilitas menyerupai itu yang dibebankan (paragraf 37).

PSAK 53 mengatur perlakuan akuntansi spesifik sesuai dengan apakah entitas atau pihak lawan tersebut mempunyai pilihan.

Pihak lawan mempunyai hak untuk memilih
Untuk transaksi pembayaran berbasis sahamy pilihan penyelesaian kepada pihak lawan, et instrumen keuangan beragam dengan komponen ekuitas (yakni pihak lawan men menuntut pembayaran dengan kas) dan komponen pembayaran dengan instrumen ekuitas).

PSAK 50 Instrumen Keuangan: Penyajian dan akuntansi tersendiri untuk instrumen keuangan majer komponen utang ditentukan terlebih dahulu.

Sesuai dengan persyaratan PSAK 50, PSAK 53 mensyaratkan bahwa:
a)      untuk transaksi dengan pihak-pihak selain karyawan, entitas tersebut mengukur nilai masuk akal dari barang atau jasa yang diperolen dan mengukur nilai masuk akal dari komponen utang: nilai masuk akal dari komponen ekuitas yaitu selisih dari mal masuk akal barang atau jasa dan nilai masuk akal komponen utang (paragraf 38) dan
b)      untuk transaksi dengan karyawan, entitas tersebut pertama-tama harus mene mal masuk akal dari komponen utang dan kemudian mengukur nilai masuk akal dari kom ekuitas dengan memperhitungkan bahwa pihak lawan harus membatalkan be untuk mendapatkan kas guna mendapatkan instrumen ekuitas (paragraf 39 dan 40).

Pada tanggal penyelesaian, PSAK 53 mensyaratkan bahwa:
a)      jika pihak lawan menuntut penyelesaian dengan penerbitan instrumen ekuitas, maka entitas tersebut wajib mentransfer liabilitas kepada ekuitas, sebagai pengganti atas instrumen ekuitas yang diterbitkan (paragraf 42); dan
b)      jika pihak lawan menuntut penyelesaian dengan pembayaran kas, maka entitas tersebut wajib memperlakukan kompensasi itu sebagai penyelesaian liabilitas secara penuh, dan komponen ekuitas yang sebelumnya diakui harus tetap berada di dalam ekuitas (paragraf 43).

Entitas mempunyai hak untuk memilih
Untuk transaksi pembayaran berbasis saham yang syarat perjanjiannya memperlihatkan pilihan penyelesaian kepada entitas, maka entitas itu wajib menentukan bila entitas itu mempunyai kewajiban sekarang untuk diselesaikan dengan pembayaran kas dan memperhitungkan transaksi pembayaran berbasis saham.

PSAK 53 mengatur bahwa suatu entitas mempunyai kewajiban sekarang untuk diselesaikan dengan pembayaran kas bila pilihan penyelesaian dengan penerbitan instrumen ekuitas tidak mempunyai substansi komersial, atau bila entitas tersebut mempunyai praktik di mas kemudian atau kebijakan tertulis akan penyelesaian dengan pembayaran kas, atau secara umum menuntaskan dengan pembayaran kapan pun pihak lawan memi penyelesaian dengan pembayaran kas (paragraf 44)

Jika entitas tersebut mempunyai kewajiban sekarang untuk menuntaskan dengan pembayaran kas, maka PSAK 53 mensyaratkan bahwa entitas itu memperhitungkan transaksi tersebut sebagai transaksi pembayaran berbasis saham yang dilakukan dengan pembayaran kas (paragraf 45).

Jika kewajiban menyerupai itu tidak ada, maka PSAK 53 mensyaratkan bahwa entitas itu memperhitungkan transaksi tersebut sebagai transaksi pembayaran berbasis saham yang dilakukan dengan penerbitan instrumen ekuitas (paragraf 46). Dalam masalah menyerupai itu, PSAK 53 mengatur bahwa pada ketika penyelesaian:
a)      jika entitas itu menentukan untuk menuntaskan dengan pembayaran kas, maka pembayaran dengan kas wajib diperhitungkan sebagai pembelian kembali saham;
b)       jika entitas itu menentukan untuk menuntaskan dengan penerbitan instrumen ekuitas, maka akuntansi lebih lanjut tidak diwajibkan. Pembayaran berlebih wajib diakui sebagai beban;
c)      jika entitas menentukan penyelesaian dengan nilai masuk akal yang lebih tinggi pada tanggal penyelesaian, maka entitas mengakui beban komplemen atas kelebihan nilai yang diberikan. Kelebihan nilai dihitung atas perbedaan kas yang dibayarkan dan nilai masuk akal dari instrumen ekuitas yang seharusnya diterbitkan. Selain itu kelebihan nilai juga sanggup dihitung dari perbedaan antara nilai masuk akal saham yang diterbitkan dan jumlah kas yang harusnya dibayar.

Ilustrasi 14
Pada tanggal 1 Januari 20X1, PT LMN memperlihatkan hak kepada eksekutif eksekutifnya (CEO), sebagai kepingan dari paket remunerasi, untuk menentukan 1.200.000 saham atau 1.000.000 saham phantom. Dalam paket remunerasi ini, ia mempunyai hak untuk mendapatkan pembayaran dengan kas setara dengan nilai 1.000.000 saham. Pemberian ini mensyaratkan ia menuntaskan masa bakti selama dua tahun dengan perusahaan. Selain itu, bila CEO itu menentukan alternatif saham, saham itu harus dititipkan selama dua tahun lagi sesudah tanggal vesting. Harga pasar saham perusahaan yaitu sebagai berikut
·         Pada tanggal 1 Januari 20X1: Rp5.000 per saham
·         Pada tanggal 31 Desember 20X1: Rp5.400 per saham
·         Pada tanggal 31 Desember 20X2: Rp6.000 per saham
·          
Berdasarkan model penetapan harga opsi, dan sesudah memperhitungkan pembatasan transfer pasca-vesting, nilai masuk akal dari alternatif saham diestimasi sebesar Rp4.500 per saham pada tanggal pemberian. Dalam pola ini, nilai masuk akal dari instrumen beragam yaitu sebesar Rp5.400.000.000 (1.200.000 Rp4.500), komponen utang (yaitu penyelesaian dengan pembayaran kas) sebesar Rp5.000.000.000 (1.000.000 x Rp5.000), sehingga nilai masuk akal dari komponen ekuitas yaitu sebesar Rp400.000.000 (Rp5.400.000.000 - Rp5.000.000.000).

Ayat jurnalnya yaitu sebagai berikut:

31 Desember 20X1
Biaya kepegawaian     2.900.000.000
      Liabilitas                                        2.700.000.000
(1.000.000 x Rp5.400 x 1/2)
      Cadangan modal                              200.000.000
(Rp400.000.000 x 1/2)

31 Desember 20X2
Biaya kepegawaian       3.500.000.000
       Liabilitas                                         3.300.000.000
(1.000.000 x Rp6.000 - 2.700.000.000)
      Cadangan modal                                200.000.000
(Rp400.000.000 x 1/2)

Diasumsikan bahwa CEO itu menentukan penyelesaian dengan pembayaran kas pada tanggal 1 Januari 20X3, maka ayat jurnalnya yaitu sebagai berikut.
Liabilitas               6.000.000.000
         Kas                                        6.000.000.000

Namun, bila CEO itu menentukan penyelesaian dengan penerbitan instrumen ekuitas pada tanggal 1 Januari 20X3, maka ayat jurnalnya yaitu adalah sebagai berikut.
Liabilitas                 6.000.000.000
Cadangan modal       400.000.000
       Modal saham                          6.400.000.000
(1.200.000 x Rp1.000)

Pembayaran Berbasis Saham Antar kelompok Entitas Ada kalanya pembayaran berbasis saham diberikan kepada anak perusahaan atau perusahaan lain dalam kelompok bisnis yang sama. Misalnya yaitu entitas nyang membayar supplier-nya (yang merupakan anak perusahaan PSAK 53 paragraf 47-50 mengatur bagaimana entitas mengukur pembayaran tersebut dalam laporan keuangan individual entitas (bukan laporan keuangan konsolidasian),

Entitas yang mendapatkan barang atau jasa dan memperlihatkan imbalan instrumen itas mengukur nilai barang/jasa yang diterima dengan menilai sifat dari penghargaan berikan serta hak dan kewajiban yang dimiliki entitas. Jumlah yang diakui mendapatkan barang/jasa bisa saja berbeda dengan jumlah yang diakui entitas akseptor imbalan berbasis saham.

Kedua pihak yang bertransaksi hanya bisa mengakui transaksi sebagai pembayaran berbasis saham yang diselesaikan dengan instrumen ekuitas bila memang transaksi tersebut dibayar dengan saham yang diterbitkan ekuitas (bukan saham perusahaan lain misalnya). Bila tidak maka transaksi tersebut diakui sebagai transaksi pembayaran berbasis saham yang diselesaikan dengan kas.

PENGUNGKAPAN
PSAK 53 mensyaratkan bahwa suatu entitas mengungkap isu untuk memahami sifat dan tingkat perjanjian pembayaran berbasis saham yang dilakukan selama tahun berjalan (paragraf 51).

Secara khusus, PSAK 53 mensyaratkan minimal pengungkapan berikut (paragraf 52).
1.      Deskripsi masing-masing jenis perjanjian pembayaran berbasis saham yang ada pada tahun berjalan, termasuk syarat dan ketentuan umum dari setiap perjanjian, menyerupai persyaratan vesting dan metode penyelesaian.
2.      Jumlah dan rata-rata tertimbang harga sanksi opsi saham untuk:
a)        opsi yang beredar pada awal tahun;
b)       opsi yang diberikan selama periode;
c)         opsi yang hangus selama periode;
d)       opsi yang dihukum dalam suatu periode;
e)        opsi yang ketika jatuh temponya telah lewat (expired) dalam suatu periode;
f)        opsi yang beredar pada tamat tahun; dan
g)        opsi yang sanggup dihukum pada tamat tahun.

3.      Rata-rata tertimbang harga saham untuk opsi yang dihukum dalam suatu periode.
4.      Rentang harga sanksi dan rata-rata tertimbang sisa masa kontraktual untuk opsi saham yang beredar pada tamat tahun.

PSAK 53 juga mensyaratkan bahwa suatu entitas mengungkapkan isu yang memungkinkan pengguna laporan keuangan untuk memahami bagaimana nilai masuk akal dari barang dan jasa yang diterima atau nilai masuk akal dari instrumen ekuitas yang diberikan dalam suatu periode ditentukan (paragraf 53).

Secara khusus, PSAK 53 mensyaratkan minimal pengungkapan berikut untuk kasus-kasus ketika nilai masuk akal dari transaksi pembayaran berbasis saham diukur dengan memakai nilai masuk akal dari instrumen ekuitas yang diberikan (paragraf 54).
1.      Informasi mengenai bagaimana nilai masuk akal dari opsi saham yang diberikan dalam suatu periode ditentukan, termasuk:
a)      model penetapan harga opsi yang dipakai dan input bagi model tersebut, termasuk rata-rata tertimbang harga saham, harga eksekusi, volatilitas (volatility) harga saham yang diharapkan, periode opsi, dividen yang diharapkan, dan suku bunga bebas risiko:
b)      bagaimana volatilitas harga saham yang diharapkan ditentukan; dan
c)      apakah ciri-ciri lain dari opsi yang diberikan telah diperhitungkan.

2.      Informasi mengenai bagaimana nilai masuk akal dari instrumen ekuitas lain selain diberikan dalam suatu periode ditentukan.
3.     Bila entitas memperlihatkan pembayaran instrumen ekuitas lain selain opsi saham maka entitas mengungkapkan jumlah dan rata-rata tertimbang nilai masuk akal instrumen ekuitas pada tanggal pengukuran, dan isu wacana bagaimana nilai masuk akal tersebut diukur. Bila nilai masuk akal tidak diukur atas dasar harga pasar yang sanggup diobservasi entitas harus mengungkapkan bagaimana nilai masuk akal instrumen tersebut ditentukan Entitas juga mengungkapkan bagaimana dividen yang diharapkan dari instrumen tersebut (bila ada) diperhitungkan dalam pengukuran nilai wajar, begitu juga dengan fitur menempel lainnya.

Bila entitas memodifikasi perjanjian selama periode maka entitas harus menjelaskan mengenai modifikasi tersebut. Entitas juga mengungkapkan komplemen nilai masuk akal bila ada akhir dari modifikasi tersebut juga bagaimana komplemen nilai masuk akal tersebut diukur.

PSAK 53 lebih lanjut mensyaratkan bahwa suatu entitas mengungkapkan isu yang memungkinkan pengguna laporan keuangan untuk memahami dampak transaksi pembayaran berbasis saham terhadap keuntungan atau rugi entitas dalam suatu periode dan terhadap posisi keuangannya (paragraf 57).

Secara khusus, PSAK 53 mensyaratkan minimal pengungkapan berikut (paragraf 58).
a)      Jumlah beban yang diakui dalam suatu periode yang muncul akhir transaksipembayaran berbasis saham, dengan pengungkapan beban yang muncul akhir transaksi pembayaran berbasis saham yang dilakukan dengan penerbitan instrumenekuitas secara tersendiri.
b)       Jumlah tercatat pada tamat periode dari kewajiban yang muncul akhir transaksi berbasis saham.
c)       Jumlah nilai intrinsik pada tamat periode dari kewajiban yang hak penyelesaian dengan pembayaran kas dari pihak lawan telah menjadi hak (vested) pada tamat periode.

KETENTUAN TRANSISI
Untuk transaksi pembayaran berbasis saham yang diselesaikan dengan instrumen tas entitas harus menerapkan Pernyataan ini untuk dukungan saham, opsi saham atau instrumen ekuitas lain yang diberikan sesudah tanggal 1 Januari 2012 dan belum vested pada tanggal efektif Pernyataan ini.

Entitas dianjurkan, tetapi tidak disyaratkan, untuk untuk dukungan lain selain instrumen ekuitas bila ekuitas telah mempublikasikan masuk akal instrumen ekuitas tersebut, yang ditentukan pada tanggal pengukuran.

Jika sesudah PSAK ini berlaku efektif suatu entitas mengubah syarat dan ketentuan dukungan yang belum menerapkan PSAK ini, maka entitas itu tetap wajib menerapkan PSAK ini terhadap perubahan tersebut (paragraf 64).

Untuk seluruh instrumen ekuitas yang diatur oleh PSAK ini, suatu entitas wajib menyajikan kembali isu komparatif, dan bila diperlukan, menyesuaikan laporan posisi keuangan pembuka saldo keuntungan untuk periode paling awal yang disajikan (paragraf 62)

Untuk liabilitas yang muncul akhir transaksi pembayaran berbasis saham yang telah ada pada tanggal PSAK ini efektif, maka entitas menerapkan PSAK ini secara retrospektif. Atas liabilitas tersebut, entitas menyajikan kembali isu komparatif, termasuk menyesuaikan saldo keuntungan awal periode sajian kecuali entitas tidak disyaratkan untuk menyajikan kembali isu komparatif.

PERBEDAAN DENGAN STANDAR IASB
PSAK 53 dibentuk menurut IFRS 2 Share-based Payment. Tidak ada perbedaan siginifikan antara PSAK 53 dan IFRS 2.

APENDIKS
PSAK 53 mensyaratkan bahwa semua syarat nonvesting diperhitungkan ketika memutuskan nilai masuk akal dari pembayaran berbasis saham.

PSAK 53 juga mensyaratkan bahwa bila suatu entitas atau pihak lawan dan menentukan untuk memenuhi syarat nonvesting, ketidakmampuan entitas atau pihak lawan itu untuk memenuhi syarat nonvesting dalam suatu periode vesting wajib diperlakukan sebagai penghapusan yang menjadikan percepatan vesting. Namun, bila baik entitas maupun pihak lawan sanggup menentukan untuk syarat nonvesting (misalnya produk domestil bruto dari negara melebihi 5%), PSAK 53 mengatur bahwa ketidakmampuan untuk memenuhi syarat nonvesting tidak akan berdampak pada akuntansi. Entitas tersebut tetap mengakui beban selama sisa periode vesting.

Ilustrasi  
Pada tanggal 1 Januari 20X1. PT ABC memperlihatkan kesempatan kepada eksekutif keuangannya (CFO) untuk berpartisipasi dalam sebuah aktivitas yang memungkinkannya memperoleh opsi saham bila ia menyetujui untuk menyimpan 10% dari honor bulanannya sebesar Rp1.000.000 selama periode tiga tahun. Pembayaran bulanan dilakukan dengan mengurangkan honor CFO. CFO itu sanggup memakai akumulasi simpanan untuk melakukan opsinya pada tamat periode tiga tahun atau mendapatkan ganti atas simpanannya kapan pun dalam periode tiga tahun tersebut. Estimasi beban perjanjian pembayaran berbasis saham itu sebesar Rp3.600.000 per tahun untuk masing-masing dari 3 tahun tersebut.

Pada bulan April 20X2, CFO itu berhenti membayar bantuan untuk aktivitas tersebut dan mengambil pengganti bantuan sebesar Rp 15.000.000 yang telah dibayarkan selama 15 bulan terakhir.

Dalam pola ini, persyaratan membayar bantuan untuk aktivitas itu merupakan syarat nonvesting. Bila CFO itu menentukan untuk tidak melanjutkan membayar bantuan pada bulan April 20X2, insiden ini diperlakukan sebagai pembatalan. Ayat jurnalnya yaitu sebagai berikut.

31 Desember 20X1
Biaya kepegawaian 120.000.000
     Kas                                  108.000.000
     Tunggakan honor               12.000.000
(Gaji CFO untuk 12 bulan)

Dr. Biaya kepegawaian                   3.600.000
        Cadangan modal – Kepemilikan Saham Karyawan (KSK) 3.600.000
(KSK untuk CFO)

1 April 20X2
Biaya kepegawaian 30.000.000
       Kas                                       27.000.000
       Tunggakan gaji                     3.000.000
(Gaji CFO untuk 3 bulan)

Tunggakan honor         15.000.000
       Kas                                         15.000.000
(menghapuskan liabilitas)

Biaya kepegawaian              7.200.000
      Cadangan modal – KSK                7.200.000
(pembatalan program)


saya rasa cukup sekian wacana pembahasan PSAK 53, kalau mau diskusi wacana PSAK 53 silahkan komentar pada kolom komentar. Dan terakhit alasannya yaitu PSAK selalu ada revisi, tolong ingatkan saya kalau seandainya PSAK ini telah direvisi sehingga artikel ini bisa direvisi kembali.

Artikel Terkait