Profesi akuntansi telah membuatkan Seperangkat standar yang berlaku umum dan diterima universal. Standar ini dinamakan sebagai prinsip-prinsip akuntansi yang berlaku umum [Generally Accepted Accounting Principles). Standar ini diharapkan sebagai patokan (pedoman) dalam penyusunan laporan keuangan yang baku. Dengan adanya standar ini, pihak administrasi selaku pengelola dana dan acara perusahaan sanggup mencatat, mengikhtisarkan, dan melaporkan seluruh hasil kegiatan operasional maupun fmansial perusahaan secara baku (yang secara standar diterima umum) dan transparan. Laporan keuangan yang telah disusun administrasi menurut standar/prinsip akuntansi yang berlaku umum ini merupakan salah satu bentuk dari pertanggungjawaban administrasi kepada investor selaku pemilik dana.
Dalam prinsip akuntansi yang berlaku umum, terdapat empat perkiraan dasar yang melandasi proses penyuSunan laporan akuntansi secara keseluruhan. Asumsi dasar tersebut adalah:
1. Monetary Unit Assumption (Asumsi Unit Moneter).
Data transaksi yang akan dilaporkan dalam catatan akuntansi harus sanggup dinyatakan dalam satuan mata uang (unit moneter). Asumsi ini memungkinkan akuntansi untuk mengkuantifikasi (mengukur) senap transaksi bisnis/peristiwa ekonomi ke dalam nilai uang. Asumsi unit moneter terkait pribadi dengan penerapan konsep biaya (cost concept). Konsep biaya dipakai sebagai dasar dalam penyusunan laporan keuangan, dimana aset yang dibeli pada umumnya akan dicatat sebesar harga perolehannya (cost),historical cost accounting. Diasumsikan pula bahwa nilai daya beli ialah konstan, sesuai dengan perkiraan stable monetary unit, yang berarti mengabaikan pengaruh inflasi. Sebagai contoh: sebuah peralatan kantor yang dibeli dengan harga Rp15 iuta, maka peralatan kantor yang gres dibeli tersebut sanggup dicatat sebesar harga perolehannya, dengan satuan mata uang (unit moneter) dalam rupiah. Contoh data transaksi yang tidak sanggup diukur (dinyatakan) dalam satuan mata uang adalah: banyaknya jumlah karyawan, tingkat kepuasan pelanggan, tingkat kepuasan pekeria, jumlah karyawan yang berhenti, dan sebagainya.
2. Economic/Business Entity Assumption (Asumsi Kesatuan Usaha).
Adanya pemisahan pencatatan antara transaksi perusahaan sebagai entitas ekonomi dengan transaksi pemilik sebagai individu dan transaksi entitas ekonomi lainnya. Sebagai pola : Tn. Alfonso sebagai pemilik bengkel mobil, dihentikan memperhitungkan biaya pribadinya sebagai beban bengkel. Biaya pribadi di sini contohnya biaya untuk sewa apartmen sebagai daerah tinggalnya ataupun biaya untuk keperluan sekolah anaknya, dan lain-lain. ladi, yang boleh diperhitungkan sebagai beban bengkel hanyalah pengeluaran-pengeluaran yang memang benar-benar terkait pribadi dengan perjuangan bengkelnya. Demikian pula apabila Tn. Alfonso mempunyai dua jenis perjuangan yang berlainan, contohnya perjuangan bengkel dan salon, maka harus dipisahkan antara beban pribadi, beban perjuangan bengkel, dan beban perjuangan salon.
3. Accounting/Time PeriodAssumption (Asumsi Periode Akuntansi).
lnformasi akuntansi dibutuhkan atas dasar ketepatan waktu (timely basis). Umur acara perusahaan sanggup dibagi meniadi beberapa periode akuntansi. menyerupai bulanan (monthly), tiga bulanan (quarterly). atau tahunan (annually).
4. Going Concern Assumption (Asumsi Kesinambungan Usaha).
Perusahaan didirikan dengan maksud untuk tidak dilikuidasi (dibubarkan) dalam jangka waktu dekat, akan tetapi perusahaan diharapkan akan tetap terus beroperasi (exist) dalam jangka waktu yang tidak terbatas. Iika tidak ada perkiraan ini, maka berarti tidak akan ada penyusutan atas aset tetap, alasannya ialah aset tetap yang dibeli tidak akan di carat sebesar harga perolehannya, melainkan di catat sebesar nilai pada ketika perusahaan dilikuidasi. Demikian juga tidak akan ada penggolongan lancar dan tidak lancar atas aset dan kewajiban. ladi, dalam praktek akuntansi yang berlaku umum, penyusutan atas aset tetap dan penggolongan aset serta kewajiban ke dalam lancar dan tidak lancar timbul alasannya ialah adanya perkiraan kesinambungan usaha.