Lemhanas: Gosip Utang Luar Negeri Jangan Dibesar-Besarkan Demi Pilpres 2019





Baru-baru ini, Calon Presiden nomor urut 02 Prabowo Subianto menerbitkan buku berjudul Paradoks Indonesia. Di buku tersebut Prabowo menjelaskan bahwa rakyat Indonesia hidup miskin padahal ada di dalam negara yang kaya. Menurut Prabowo, yang menjadi permasalahan utama negeri ini ialah utang luar negeri yang menumpuk.

Menanggapi hal tersebut, Tenaga Profesional Bidang Ekonomi dan Strategi Lembaga Pertahanan Nasional (Lemhanas) Panutan Sulendrakusuma mengungkapkan, memasuki tahun politik pemahaman ekonomi terkait utang luar negeri kerap dikaitkan untuk menyerang kelompok tertentu. Padahal kedua problem tersebut tidak mempunyai relasi satu sama lain.

Pengertian utang luar negeri yang dimiliki Indonesia dalam jumlah banyak membuat persepsi negatif di tengah masyarakat. Padahal informasi tersebut dihembuskan untuk menyerang kelompok lain jelang pelaksanaan Pilpres 2019 mendatang.

Kenyataannya, proteksi luar negeri demi pembangunan infrastruktur dan pemerataan ekonomi dalam negeri yang dapat dinikmati masyarakat.

Persoalan utang yang selama ini dibesar-besarkan, pemerintah sudah memperhitungkan dampaknya. Dan kebijakan yang diambil, tentunya mempunyai kajian tersendiri yang tentunya tidak akan dibebankan kepada rakyat.

Meski demikian, kalimat utang mempunyai konotasi yang kurang nyaman didengar. Istilah utang, berdasarkan Panut, secara kultural menginterpretasikan aktivitas ekonomi.

Sebetulnya, masih kata Panut, utang dalam pengertian ekonomi ialah mempertemukan antara pihak-pihak yang memang kelebihan uang.

“Contohnya utang luar negeri. Mendengar istilah utang terkadang mempunyai konotasi yang kurang baik bagi masyarakat. Kalau boleh menceritakan, sewaktu saya mahasiswa kiriman dari orang renta terlambat lalu saya utang ke kantin di sekolah. Apakah saya utang di kantin tersebut salah?,” kata Panut, Rabu (7/11/2019).

Panut mengungkapkan, adanya buku Paradoks Indonesia yang belum usang ini beredar, seakan-akan Indonesia sedang mengalami krisis utang. Padahal, Panut menilai, kenyataannya tidak demikian. Apalagi dikaitkan dengan politik, Panut menyampaikan bahwa kedua problem tersebut tidak mempunyai kaitan.

"Kita masih ingat bahwa baru-baru ini ada buku yang berjudul Paradoks Indonesia. Persoalan itu padahal tidak masuk di dalam rumusan ekonomi konstitusi. Hal inilah yang lalu menjadi polemik di tengah masyarakat," ujar Panutan.

Menurut Panut, problem hutang luar negeri ketika ini seolah digiring ke dalam ranah politik sehingga informasi tersebut menjadi sentimental.

“Secara tidak sadar masyarakat sudah mencampurkan pengertian hutang dalam kehidupan sehari. Kaprikornus sebenarnya hutang itu ialah sesuatu yang netral yang tidak sempurna kalau dikaitkan dengan problem politik,” terang Panut menutup pembicaraan. [okezone.com]

Artikel Terkait