Corporate Social Responsibility


Sebelum tidur saya membaca laporan yang dikirim via email dari teman saya di Seoul. Dalam email itu beliau menyebutkan betapa rakusnya Corporate menghisap konsumen. Dia meibaratkan mirip drakula. Betapa tidak, dari hasil laporan yang dikeluarkan oleh the FED bahwa telah terjadi penghematan konsumsi sebesar USD 1 triliun pertahun bagi warga AS akhir adanya adaptasi harga produk dipasaran.  Penyebabnya ialah banjirnya produksi china dipasaran dengan harga murah dan kualitas tidah jauh beda dengan produses dari Negara maju Artikel Babo. Apa artinya ini? Artinya selama beberapa decade kebelakang dimana produsen AS, Jepang, Eropa telah melaksanakan penipuan terhadap konsumennya. Mereka menguasai tekhnologi, memilih harga sesukannya untuk mendapat keuntungan setinggi tingginya. Dan pada waktu bersamaan proses produksi itu telah menjadikan kerusakan lingkungan, pencemaran udara secara massive. Benar benar rakus dan destructive , simpul sobat dalam emailnya.  Mengapa hingga begini?

Dalam email tersebut, sobat saya sempat memberikan gagasannya wacana perlunya koreksi terhadap CSR, yang tidak hanya sebagai cara menebar image bagi corporate untuk menutupi ulah mereka yang culas, rakus dan merusak.  Keesokan paginya  saya kedatangan teman yang bertamu kerumah saya. Ia seorang phd dibidang Economy. Sebetulnya beliau ingin melanjutkan perjalanan ke Malaysia untuk menjadi pembicara seminar mengenai CSR namun disampatkannya tiba kerumah saya sebab kebetulan dikala kegiatan resepsi ijab kabul putra saya ahad kemudian beliau berhalangan hadir. Saya juga mengucapkan selamat atas berhasilnya beliau mendapat professor. Saya tertarik klarifikasi singkatnya mengenai CSR yang sesuai dengan konsepnya. Maklum saja beliau mendapat Phd melalui penelitian mengenai CSR. Biaya penelitian doctor nya ditanggung oleh LSM di inggeris. Yang menarik sekali ialah konsep CSR nya yang berlandaskan kepada syariat Islam. Kini beliau termasuk anggota team juri untuk memperlihatkan reward kepada perusahaan yang mendapat predikat terbaik dibidang CSR.

Konsep CSR islami ini pada prinsipnya mengacu kepada ketentuan trilogi hubungan insan yang diatur dalam Al Quran, yang pertama ialah hubungan kepada Allah (Al-Quran surat Adz-Dzariat ayat 56 ) , kedua ialah hubungan dengan Alam  (Al-Quran surat Hud ayat 61 & surat Al-A’raf ayat 56) dan ketiga ialah hubungan antar  manusia.  Ketiga hal itu ialah konsep beribadah kepada Allah dengan didasari pemahaman terhadap rukun Islam dan Rukun Iman. Fungsi insan diciptakan ialah mengemban amanat dari Tuhan (QS. Al-Ahzab, 33: 72). Apakah amanat Tuhan kepada Manusia? Tidak lain ialah memperlihatkan pelayanan terhadap sesama makhluk dengan menyabarkan kasih sayang  terhadap sesama (Rahmatan lil-‘alamiin) dan ber-amar ma’ruf nahi munkar. Hanya insan yang mendapat kiprah agung ini. Atas dasar inilah CSR islami disusun yang konsepnya lebih baik dibandingkan dengan konsep secular. Teman ini sanggup menguraikan tesis CSR islami melalui pendekatan The Relationship of CSR and Financial  Performance dan  Impact of Management on CSR. Tesisnya ini menciptakan beliau qualified menyandang Phd dan Professor.

Dari klarifikasi singkat teman saya ini, saya mendapat pencerahan khususnya tanggapan terhadap pertanyaan sobat atas laporan yang dikeluarkan oleh the Fed. Bahwa solusinya ialah mengikuti standard CSR islami atau business process yang didasarkan kepada adat mulia yang Allah ajarkan dan Rasul teladankan. Bahwa CSR bukan hanya kegiatan filantropi tapi lebih daripada itu ialah business process yang beorientasi kepada tanggung jawab social perusahaan.  CSR harus ambil pecahan dalam business process untuk terbentuknya  system management perusahaan yang mencakup  harga, biaya produksi, tekhnis produksi, pemasaran, sumber daya manusia. Output dari business process yang berlandaskan kepada CSR islami ialah keadilan bagi semua. Artinya stakeholder akan mendapat manfaat  dengan pertumbuhan perjuangan dan pada waktu bersamaan lingkungan alam tetap terjaga baik dan masyarakat  tidak dirugikan. Di Indonesia, Pasal 1 angka 3 UUPT menyebutkan Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan ialah komitmen perseroan untuk berperan serta dalam pembangunan ekonomi berkelanjutan guna meningkatkan kualitas kehidupan dan lingkungan yang bermanfaat, baik bagi perseroan sendiri, komunitas setempat, maupun masyarakat pada umumnya. Definisi ini tidak sejalan dengan pasal 74 ayat (1) yang membatasi tanggung jawab CSR hanya pada perusahaan industri ekstraktif. Dunia tahun kemudian telah menerapkan ISO 26000 sebagai guidance standard on social responsibility.

Ada perbedaan mandasar konsep CSR sekular dan Islami. CSR islami bekerjasama dengan adat dalam melaksanakan business process. Sementara CSR sekular lebih kepada kegiatan filantropi. Islam tidak melihat apa yang dihasilkan seseorang tapi nilainya ialah bagaimana proses ia mendapat hasil tersebut. Walau beliau banyak berderma namun proses mendapat dana dengan culas dan memberi sebab riya maka tidak ada nilainya disisi Allah. Walau perusahaan tidak punya kegiatan filantropi namun proses bisnis yang dibangun telah menciptakan karyawan sejahtera, pemegang saham puas, konsumen tidak dirugikan , negara mendapat pajak, lingkungan terpelihara dengan baik, masyarakat mendapat manfaat. Itulah islami. Pertanyaan saya berikutnya ialah apakah mungkin konsep CSR islami itu sanggup dilaksanakan tanpa dasar keimanan kepada Allah dan Rasul sebab pada dunia secular , agama terpisahkan dalam hiruk pikuk mencari keuntungan itu? Semoga konsep CSR islami ini bukan hanya diterima oleh dunia akademis tapi juga dilaksanakan dalam praktik business semoga kemakmuran tercapai.

Sumber https://culas.blogspot.com/

Artikel Terkait