Belajar Dari Suriah, Aleppo


Sejak bulan Agustus kemudian , Pasukan pemerintah Suriah bersama koalisi ( Rusia , Iran, Libanon)  dengan dukungan milisi sipil pro pemerintah melaksanakan pengepungan terhadap Aleppo Timur. Teman saya sempat bertanya kepada saya " ada apa sebenarya ? Mengapa harus ada pengepungan? Saya analogikan menyerupai jikalau terjadi di Indonesia. Misal, sekelompok orang mengaku pejuang Jihad membawa bendera Islam hendak menjatuhkan Presiden Jokowi. Mereka menguasai salah satu wilayah di Indonesia. Apakah ini dibenarkan? Tentu tidak. Apalagi kekuatan kelompok pemegang kunci sorga jihadis ini menerima dukungan dana dan senjata dari Asing. Ini terperinci tindakan makar. Negara manapun yang berdaulat akan melawan gerakan semacam ini. Bagaimana dengan dukungan absurd kepada rezim Assad. Kata teman saya. Itu atas usul resmi pemerintah yang syah dalam konteks hubungan bilateral, yang negara manapun akan melaksanakan hal yang sama menyerupai rezim Assad bila pihak negara lain ada dibalik para pemberontak. Tahun 1958 di Indonesia pernah terjadi pemberontakan PRRI yang di motori oleh politisi Masyumi ( Islam ) dan  mendapat dukungan senjata dari AS. Pemerintah Soekarno menerima dukungan senjata dari Uni Soviet ( USSR) untuk melumpuhkan PRRI. 

Selama pengepungan itu seluruh jalan keluar dan masuk ke wilayah timur Aleppo terputus sehingga sebanyak 250.000 warga sipil dan sekitar 8.000 orang pemberontak terkepung. Kawasan sekitar menuju Aleppo diserang total untuk memotong jalur logistik kepada kelompok pemberontak. Dampaknya mengerikan bagi warga Aleppo. Barang kebutuhan umum menjadi langka dan harga melambung tak terhingga. Aleppo terancam kekurangan pangan. Sementara itu selama pengepungan itu ratusan rudal Rusia di lemparkan ke Aleppo. Tentu tidak sedikit korban rakyat sipil dan milisi berjatuhan. Turki bersama AS dan Eropa yang selama ini mendukung secara tidak pribadi para militan Islam tidak berbuat banyak untuk membantu. Karena tidak menyangka sama sekali Rusia akan ambil bab dalam konflik Suriah ini. Inggeris dan Francis bersama PBB menekan Rusia biar menghentikan pertolongan kepada rezim Suriah biar pengepungan sanggup segera di akhiri. Tentu alasan yang di kemukakan ialah faktor kemanusiaan dan menghormati gencatan senjata yang telah di sepakati dalam perjajian di Muenchen yang sesuai dengan hukum internasional. Rusia tidak peduli. Terus melanjutkan serangan udaranya. 

Tanggal 14 desember kemarin, pemberontak militan Islam mundur dari Aleppo. Ini menandai kemenangan besar bagi Presiden Suriah Bashar al-Assad dan mengakhiri pertempuran yang telah berlangsung selama empat tahun itu. Mundurnya Militan Islam ini berkat keterlibatan dari Turki yang tak ingin kehilangan muka dalam konflik Suriah. Turki menyerukan gencatan senjata yang di setujui oleh pemberontak milintan Islam, dan rezim  Assad. Para pemberontak militan Islam di beri kebebasan keluar dari Aleppo dan pemerintah Suriah akan memperlihatkan amnesty. Media Barat membuat kampanye hitam atas proses penyelamatan para militan Islam ini dengan info pembantaian warga sipil oleh Militer Suriah di Aleppo. Padahal kenyataannya sebagian besar warga sangat bahagia dengan terbebasnya Aleppo dari kepungan alasannya mereka sanggup kembali hidup secara normal. Dan terusirnya pemberontak Militan Islam dari Aleppo semakin memperlihatkan keinginan untuk masa depan mereka. Kekalahan Pemberontak Militan Islam di medan tempur merupakan indikasi bahwa penyelesaian konflik di Suriah akan segera terjelma.  Hari hari mendatang rezim Suriah akan focus melaksanakan rekonsiliasi nasional dengan mengajak semua pihak di Suriah untuk duduk bersama membicarakan masa depan Suriah.

Apa yang sanggup di simak dari konplik Suriah ini ? Kekalahan militan Islam  di Suriah merupakan fenomena dalam politik International di daerah Timur Tengah. Hubungan yang sangat dekat antara Cina dan Rusia semakin teruji dalam menekan hegemoni AS dan Eropa. China telah dengan tegas menyampaikan bahwa akan selalu mendukung Rusia dalam issue issue global khususnya berkaitan dengan Suriah dan Afganistan. Bukan hanya dukungan politik international, China juga mengirim 5000 pasukan elite nya untuk membantu Suriah melawan ISIS.  AS dan Eropa tidak sanggup berbuat banyak menekan Suriah di lembaga DK-PBB. Karena selalu di veto oleh Rusia dan China. Disamping itu dalam lembaga negosiasi penyelesaian Utang dan pertolongan finansial kepada AS dan Eropa, pihak China selalu mempermasalahkan keterlibatan AS dan Eropa di Suriah dan ini tentu di kait kaitkan dengan dukungan China dalam penyelesaian krisis moneter di zona eropa dan AS.  Sementara itu, China melalui lobi jalur sutra berhasil menarik Turki berada di balik agresi Rusia secara tidak pribadi dengan tidak memperlihatkan pertolongan signifikan terhadap pemberotan militan Islam. China juga berkomitment memperlihatkan pertolongan dana sedikitnya USD 30 miliar ( Rp. 400 Triliun) untuk anggaran rekontruksi perang dan recovery ekonomi Suriah paska konplik. 

Setelah konflik ini maka semua pihak harus keluar dari Suriah. Semua pihak absurd harus memperlihatkan kebebasan kepada Pemerintah Suriah. Penyelesaian Suriah ialah urusan dalam negeri Suriah. Tidak ada agama atau mahzab yang di perjuangkan dalam konflik Suriah. Semua alasannya faktor ekonomi dan sumber daya yang di perebutkan oleh kekuatan Asing. Semoga kita rakyat Indonesia, sanggup mencar ilmu dari konflik Suriah ini. Jangan pernah mau terprovokasi oleh pihak yang meniupkan issue percahan dengan jargon jihad, anti komunis, anti liberal, anti kapitalis.  Negara kita sudah ada Pancasila dengan  Undang-Undang Dasar 45 sebagai penjaga NKRI dan itu hingga kini tidak pernah berubah. TIdak ada sesungguh nya issue yang sanggup di usung untuk menimbulkan Indonesia menyerupai Suriah, kecuali oleh orang sakit jiwa dan bodoh.


Sumber https://culas.blogspot.com/

Artikel Terkait