Hikmah Kasus Century


Dalam putusannya pada 9 April lalu, hakim tunggal Effendi Mukhtar mengabulkan somasi yang diajukan Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (MAKI) terhadap Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Pada salah satu butir putusan, hakim memerintahkan KPK selaku termohon untuk melaksanakan penyidikan dan menetapkan tersangka terhadap Boediono, Muliaman D Hadad, Raden Pardede, dan kawan-kawan. Saat itu Boediono ialah Gubernur Bank Indonesia.Saya duka melihat Pak Boediono dibicarakan di media Massa. Saya yakin tidak ada motif jelek yang memastikan Pak Boed bersalah dan terlibat kasus Bank Century. Kalau beliau terjebak , tidak sengaja, itu dapat di terima. Tetapi situasi saat itu beliau harus menentukan dan menentukan perilaku dalam keadaan genting. Kalau engga negara akan masuk spiral krisis akhir efek sistemik.

Sebetulnya kasus bank Century ini sederhana. Berawal dari krisis keuangan dari tiga bank yaitu Bank Pikko, Bank Danpac, dan Bank CIC. BI mencari solusi untuk menyelamatkan bank tersebut. Tahun 2001 ada usulan dari Chinkara Capital Ltd yang berdomisili aturan di Kepulauan Bahama ( offshore ) untuk mengakuisisi ketiga bank itu dan kemudian di merger jadi satu. Entah mengapa proses penawaran ini tidak mengikuti standar kepatuhan BI. Tanpa mendalami lebih jauh reputasi calon investor, pada 5 juli 2002, BI tetap melanjutkan proses merger atas ketiga bank tersebut. Semua resiko atas Asset bank berupa Surat Surat Berharga yang semula dinilai macet oleh BI menjadi dinilai lancar alasannya ialah di bail out oleh Chinkara Capital Ltd. Sehingga kewajiban pemenuhan setoran kekurangan modal oleh pemegang saham pengendali (PSP) menjadi lebih kecil dan jadinya rasio kecukupan modal (Capital Adequacy Ratio (CAR)) terpenuhi.

Nah darimana Chinkara Capital Ltd mem bail out itu? Ya pakai surat utang lagi namun di confirmed oleh first class bank. Namun apa yang terjadi kemudian? Selama periode tahun 2005–2008 diketahui bahwa posisi rasio kecukupan modal (Capital Adequacy Ratio (CAR)) Bank Century per 28 Februari 2005 (dua bulan sesudah merger) ialah negatif 132,5%. Apa pasal ? alasannya ialah asset berupa SSB itu tidak likuid. Tetapi BI tetap saja tidak memerintahkan kepada Bank Century melaksanakan Penyisihan Penghapusan Aktiva Produktif (PPAP) terhadap Surat-surat berhaga (SSB) tersebut. Mengapa ? alasannya ialah ada perjanjian Asset Management Agreement (AMA) antara Bank Century dan Telltop Holdings Ltd, Singapore dalam rangka penjualan surat-surat berharga Bank sebesar US$ 203,4 juta.

Yang jadi persoalan dalam transaksi jaminan likuiditas ini ialah Telltop Holdings Ltd tidak bayar pakai uang. Lagi lagi bayar pakai surat utang berupa Pledge Security Deposit ( PSD ) sebesar US$ 220 juta di Dresdner Bank (Switzerland) Ltd. Kaprikornus sejarahnya dari awal semenjak akuisisi memang berputar putar hanya surat utang bukan uang tunai. Artinya bermain main di neraca yang non eligible. Yang lebih konyol lagi ialah menurut AMA, oleh Telltop Holdings Ltd , SSB itu dijaminkan kepada Saudi National Bank Corp sesuai dengan perjanjian tgl 7 Desember 2006 untuk menjamin akomodasi L/C. Sisanya di jaminkan kepada First Gulf Asian Holdings, National Australia Bank. Nomura Bank International Plc dan Deutsche Bank.

Karena asalnya memang SSB itu bermasalah maka saat jatuh tempo tidak dapat cair. Maka bank bank tersebut sesuai aturan international meminta BI harus tanggung jawab. Kalau tidak akan berdampak sistemik. Makanya terpaksa pemerintah mengeluarkan dana talangan. Bagaimana dengan Pledge Security Deposit sebesar US$ 220 juta di Dresdner Bank (Switzerland) Ltd dari Telltop Holdings Ltd? Bodong!

Disamping itu, selama paska akuisisi itu PT Antaboga Delta Securitas dibawah group Century juga menjual surat berharga yang menjanjikan untung 20% sebulan. Tidak sedikit dana publik yang mengalir ke surat utang ini. Publik percaya alasannya ialah ada nama Bank Century dibalik surat utang itu. Ketika Bank Century jatuh, dana nasabah PT Antaboga Delta Securitas juga hilang. Pemerintah tidak dapat bayar. Karena mereka bukan nasabah bank. Yang di jamin hanya nasabah bank yang deposito dibawah ketentuan LPS. Karena ada deposan besar yang dibujuk masuk menyelamatkan likuiditas century maka terpaksa walau mereka diatas ambang batas yang dijamin LPS, tetap dibayar dengan menciptakan beberapa lembar bilyet deposito sesuai batas jaminan LPS.

Secara akuntasi tidak ada kerugian negara. Karena yang membayar kerugian Century ialah LPS yang dananya berasal dari deposan dalam bentuk premium asuransi. Kaprikornus siapa pelaku bahwasanya ? ya investor Chinkara Capital Ltd yang meraup dana triliunan dengan memakai SSB yang semuanya ialah mirror asset, yang ilegible. Tetapi knowledge pejabat BI dan Menteri Keuangan engga hingga kesana. Sehingga gampang dibobol. Yang terang pelaku utamanya Robert Tantular dan Chairman Chinkara Capital Ltd sudah dikenakan eksekusi oleh pengadilan. Dari kejadian Century ini, ada hikmah dimana BI dan OJK lebih hati hati dalam mengawasi perbankan, dengan prinsip cash basis , bukan Accrual Basis

Sumber https://culas.blogspot.com/

Artikel Terkait