Moralitas Kapitalisme




Kalau anda pergi ke mall akan terasa suasana yang sejuk berpendiingin secara central. Semua higienis dan nyaman menatap etalage dari setiap outlet. Sangat berbeda dengan suasana pasar tradisional yang serba kumuh dan panas. Mall ialah referensi bagaimana kapitalisme bekerja efektif untuk menjual. Anda masuk mall , anda mendapat semua kemudahan mall lengkap dengan kenyamanannya. Apakah itu semua gratis ? tidak. harga barang yang ada di mall itu sudah termasuk jasa atas kemudahan yang ada nikmati di mall itu. Kapitalisme tak terbatas pada sebuah tempat, dikala barang jadi komoditas dan relasi antarmanusia ialah relasi jual-beli, termasuk citra. Karena insan bukan hanya butuh benda tetapi juga sesuatu yang bukan benda. Semua ada harganya dalam pasar yang terbuka.

Melihat Mall kita melihat kebebasan privat memilih harga diatas legitimasi negara. Pemerintah hanya memberi izin dan bagaimana transaksi dan harga, pemerintah tidak ikut campur. Yang niscaya hanya yang punya uang yang boleh bertransaksi dan niscaya tidak ada subsidi. Penomena ini tiba sehabis tahun 1980 an semenjak Milton Friedman memperkenalkan bhawa Pasar bangkit tampak lebih luhur ketimbang Negara. Seri ceramah TV Friedman, Free to Choose, jadi alkitab bagi mereka yang ogah atau jera akan campur tangan Negara dalam ekonomi. Mengapa ? Karena orang tidak melihat keadaan menjadi lebih baik bila segala sesuatu negara yang mengendalikan dan pemerintah terlalu besar lengan berkuasa memilih nilai.

Mengapa ?

Yang terjadi dan niscaya terjadi ialah negara menjadi liberal terhadap kesewenangan birokrat untuk membagi makanan ringan elok ekonomi kepada kroni swasta yang menikmati rente. Ketika pemilu mereka inilah yang menjadikan bunyi sebagai komoditas, dan ongkosnya dibayar oleh kroni yang menikmati limpahan keuntungan dari bisnis rente. Keadaan ini berulang ulang dan jadinya menjadikan demokrasi hanya semacam lapau kopi, kumpulnya para mereka yang sependapat sebab pendapatan sama. Friendman, tahu betul itu dan ia berargumentasi : jikalau negara ingin besar lengan berkuasa dan stabil maka perlu ada deregulasi dan privatisasi. Mengapa ? Negara itu sesuatu yang buruk. Pasar itu selamanya penting. George Soros kemudian menyebut pandangan macam itu fundamentalisme pasar; Paul Krugman menamakannya absolutisme laissez faire.

Tetapi…

Tahun 2008, teori Friedman yang mengusung neo liberal yang jadi hadith bagi ekonom lulusan Amrik, justru membuat moneter AS terjerembab akhir jatuhnya wallstreet dengan mega skandal Lehman. Pasar bebas mengakibatkan paradox. Bukan hanya Amrik yang tekor tetapi juga dunia. Sampai kini negara didunia masih bergelut keluar dari krisis global. Orang tidak lagi merasa bebas dikala likuiditas mengering dan harga melambung tak terjangkau lagi. Yang kaya jatuh miskin dan yang miskin kehilangan pekerjaan. Financial freedom lewat berhutang justru memenjarakan kebebasan itu sendiri. Kebebasan pasar dan kekuatan negara sama buruknya. Lantas apa penyebabnya dan bagaimana seharusnya menyikapi kapitalisme itu.?

Saya tertarik dengan pendapat Amartya Sen dalam tulisannya di The New York Review of Books bertanggal 26 Maret 2009, ia menyebut bahwa para penerus Adam Smith, pemikir yang sering disebut sebagai bapak paham kapitalisme itu, telah keliru bukan sebab sang bapak salah. Mereka keliru sebab Smith, dalam bukunya yang pertama, The Theory of Moral Sentiment, bukan orang yang menganggap kehidupan bersama ialah sesuatu yang hanya dibuat oleh Pasar, oleh kepentingan diri dan motif mencari untung. Smith, sebagaimana dikutip Sen, juga berbicara wacana perlunya perikemanusiaan, keadilan, kedermawanan, dan semangat bermasyarakat. Dan itu ialah sifat-sifat yang tak menentang Pasar. Mereka justru diharapkan Pasar semoga berjalan smooth.

Tahun 2013 hingga kini ada ratusan Mall di China. AS , Eropa ditutup sebab ditinggalkan pelanggan yang beralih kepada belanja online. Pasar tidak perlu membuat nilai tambah selain komoditas dan kualitas. Pasar tersedia, dan mata rantai distribusi terputus oleh semangat bahu-membahu antara produsen dan konsumen yang juga sebagai market maker. Ini semua terjadi bukan hal yang gres tetapi sudah dingatkan oleh Adam Smith jauh sebelumnya. Tukar-menukar komersial tak sanggup berlangsung secara efektif hingga tumbuh moralitas bisnis atas dasar trust, contohnya tak perlu packaging dan etalage glamor untuk mendapat harga pantas.

Kapitalisme yang berorientasi keuntungan selamanya mendapat dukungan moral. Karena tanpa keuntungan tidak akan terjadi fungsi sosial yang berkelanjutan.Tanpa kreatifitas dan kerja keras hanya menghasilkan pengemis dan tukang ngeluh yang tidak menawarkan nilai terhadap kemajuan peradaban

Sumber https://culas.blogspot.com/

Artikel Terkait