Solusi Pembiayaan Jokowi.

Penerimaan pajak semua habis bayar belanja pegawai, transfer Daerah dan wilayah otonom. Tidak tersisa untuk bangun jalan baru, bahkan untuk buat jalan 30 KM, engga ada duit. Kita ambil pola APBN tahun 2017, penerimaan sebesar RP. 1750 T. Sementara pengeluaran sebesar Rp. 2080 Triliun. Negatif kan. Kalau Jokowi pinjam uang untuk belanja pegawai, engga ada investor yang beli surat utang , dan mustahil forum keuangan mau kasih utang. Siapa yang mau kasih utangan untuk belanja. Apalagi dewan perwakilan rakyat melarang Menteri Keuangan mengeluarkan surat utang dengan menggadaikan asset negara kecuali mengakibatkan asset sebagai underlying. Makara kita sebagai rakyat jangan “ baper” seolah olah negara utang untuk bayar pegawai atau bangun gedung kantor baru. Atau utang untuk bayar subsidi. Engga ada itu.

Nah utang apa yang dilakukan Jokowi? ini utang bisnis. Semua aktivitas pembangunan yang berkaitan dengan infrastruktur didapat dari utang. Infrastruktur itu bukan hanya jalan, pelabuhan, jembatan, bandara, yang secara pribadi sanggup membayar utang dari pendapatan, tetapi juga untuk dana desa, investasi pendidikan, sentra kesehatan, revitalisasi waduk dan irigasi, yang merupakan intangible investment , yang gres dirasakan dalam jangka panjang dengan lahirnya generasi sehat dan terpelajar, serta desa yang berpengaruh untuk menghadapai industrialisasi.

Nah bagaimana caranya Jokowi melaksanakan fundraising dengan kondisi lebih besar pasak daripada tiang itu? Pertama, menugaskan BUMN melaksanakan agresi pembangunan infrastruktur yang punya nilai ekonomis. Kan dana di perlukan sangat besar. Benar. Perhatikan cara smart nya. Jokowi melaksanakan rasionalisasi arah BUMN dan restruktur modal BUMN. Contoh katakanlah BUMN sanggup kiprah membangun dengan anggaran Rp. 100 triliun. Jokowi hanya menyuntikan dana dalam PMN sebesar 10% atau Rp. 10 Triliun. Itupun Rp. 10 triliun bukan dari modal sendiri tapi utang dengan menerbitkan SBN. Lah sisanya gimana ? Jokowi juga menyediakan instrument hedge fund atas proyek BUMN itu melalui VGF (Viability Gap Fun) supaya revenue proyek di jamin diatas IRR market.

Sisanya ini didapat melalui leverage dalam denah financial engineering. Kekurangan itu bisa ada sanggup melelui loan dari bank. Tapi umumnya bank tidak mau menunjukkan pertolongan untuk proyek yang belum ada bukti hasilnya. Mencari kawan juga belum tentu praktis alasannya yaitu kekurangan modal hingga 90%. Kalaupun ada posisi BUMN akan lemah. Lantas bagaimana solusinya? Proyek itu ada bagi dalam 10 tahap dengan 10 entity (SPC : A,B,C,D,E,F,G,H,I,J,K, D,). Tahap pertama ( A) didanai dari modal sendiri tanpa ada pertolongan darimanapun. Sehingga BUMN terbebas dari biaya tetap berupa bunga dan keharusan mengangsur. Proyek itu sehabis final dibangun, pribadi dioperasikan dengan menunjukkan revenue. Future income dalam 15 tahun sebesar Rp 2 Triliun.

Setelah proyek tahap 1 selesai, BUMN bisa membangun proyek tahap 2 tapi BUMN tidak punya uang lagi alasannya yaitu sudah habis. Kalau harus menunggu hingga ada uang , tentu tidak mungkin. Bagaimana caranya supaya bisa dilanjutkan? BUMN menerbitkan global Bond (seperti yang dilakukan Pelindo dan Angkasa Pura dan Jasa Marga ) dalam bentuk revenue bond dengan jaminan revenue proyek tahap A. Dari Global bond itu BUMN sanggup LTV sebesar 50% dari Future income atau Rp.1 triliun. Dana hasil penjualan revenue bond itu di gunakan untuk membangun proyek B.

Setelah proyek B final dibangun, Asset proyek A dijaminkan dengan menerbitkan CMO melalui pasar modal. Hasil penjualan CMO itu digunakan untuk membangun proyek C. Setelah proyek C final dibangun, revenue proyek B di gunakan untuk membangun proyek D dengan cara menerbitkan revenue bond. Setelah proyek tahap D final dibangun maka asset proyek tahap B di jaminkan dengan denah CMO untuk membangun proyek E.

Begitu seterusnya... sehabis 10 kali putaran maka ke 10 perusahaan (ABCDEFGHIJK) itu di gabung dalam satu holding untuk masuk bursa ( pola yang terjadi dengan Wika Toll Road ). Hasil penjualan saham itu digunakan untuk memperbaiki struktur permodalan supaya DER sehat untuk tari utang lagi dari perbankan. Loh kan BUMN digadaikan? helloooo, boss, yang dijaminkan yaitu SPC bukan BUMN, ya proyek itu sendiri sebagai jaminan. BUMN mah kondusif aman saja. Kalau gagal ya ambil tuh proyek, dan tetap sehabis 30 tahun, negara ambil sesuai kontrak PPP.

Ilustrasi diatas dikenal dengan istilah project derivative value. Atau harta bisa beranak pinak sendiri. Mengapa ?karena modal pertama menunjukkan bukti dan keyakinan bagi pihak lain bahwa proyek itu layak. Skema pembiayaan ini digunakan pembangunan jalan Toll atau pembangkit listrik atau bandara. Dimana revenue niscaya dan pembangunan bisa dibentuk beberapa tahap untuk memungkinkan modal di leverage berkali kali.

Apa yang dilakukan pemerintah menunjukkan suntikan modal kepada BUMN yang khusus melaksanakan aktivitas pembangun infrastruktur yaitu supaya kekurangan APBN sanggup ditutupi melalui denah leverage ini.Artinya proyek itu didanai melalui sistem keuangan dimana melibatkan Asset Management, Project Management, Fund Manager dan perbankan, bursa. Penyertaan modal pemerintah itu hanya trigger untuk terjadinya financing scheme yang di back up investor institusi, yang niscaya kondusif dari intervensi dibandingkan dengan private investor. Makara jikalau Rp.37 triliun dana penyertaan negara maka leverage bisa mencapai lebih dari Rp.300 triliun dan selagi ada peluang proyek baru, leverage terus terjadi tanpa henti. Makanya kerja kerja supaya uang terus mengalir…

Nah bagaimana untuk pembiayaan infrastruktur yang intangible ibarat pendidikan, kesehatan dan dana desa ? Kan engga mungkin itu dijadikan underlying ujntuk dapatkan uang dari market alasannya yaitu tingkat pengembalian tidak ada. Oh gampang. Menkeu , sebagai pemegang saham BUMN itu, portfolio berupa saham itu, dijadikan sebagai underlying untuk terbitkan bond berjangka waktu 15 tahun. Kalau total asset BUMN sebesar Rp. 6.560 Triliun, perluasan SBN hanya 5% setiap tahun atau Rp. 300 Triliun. Sementara kenaikan asset BUMN diatas 5% setahun. Apa engga ditabrak oleh investor, wong nilainya 20 kali dari underlying. Makanya satu satunya yang membuat iri elite politik terhadap Jokowi yaitu kemampuannya membuat financial resource, unlimited resource. Money follow program!


Sumber https://culas.blogspot.com/

Artikel Terkait