Tahun 2013 terjadi skandal dipasar uang Singapore, yang dilakukan oleh trader melibatkan perbankan first class di Singapora. Sebetulnya skandal ini sudah terindikasi semenjak lama. Pada 28 Oktober 2012, Reuters melaporkan bahwa UBS dan RBS telah mensuspen lebih dari tiga orang trader di Singapura. Mereka diduga berkolusi mempermainkan kontrak jual/beli NDF di harga tertentu. Saat itulah dilakukan pemeriksaan besar besaran. Dari hasil pemeriksaan ini terkuaklah bisnis kotor pasar uang. Terjadi rekayasa melalui manipulasi kontrak berjangka valas. Rupiah termasuk mata uang yang dimanipulasi bersama baht Thailand, dong Vietnam, dan ringgit Malaysia dalam kontrak non delivery forward (NDF). Akibatnya, bank-bank sentral ASEAN, termasuk Bank Indonesia, mulai bersiaga.
Apa itu NDF ? Adalah sejenis produk derivative dalam pasar uang. Kalau dianalogikan sama dengan sistem ijon. Yaitu sudah ada transaksi jual beli barang, kendati belum panen. Makara NDF ini rada menyerupai dengan kontrak forward. Dalam forward, kedua belah pihak harus menyerahkan duit masing-masing pada prediksi kurs di masa yang akan tiba yang sudah mereka sepakati. Namun bedanya, dalam NDF, dikala jatuh tempo, kedua belah pihak tak menyerahkan seluruh nilai valas transaksi yang disepakati. Mereka hanya menyerahkan selisih kurs hasil tebakan. Itu pun bukan dalam rupiah tapi dalam dollar AS. Misalnya, ada kontrak NDF yang menebak sebulan lagi nilai tukar USD/IDR akan mencapai 10.000. Sebulan kemudian, ternyata kurs spot USD/IDR mencapai 9.500. Berarti yang membeli kontrak itu bakal rugi Rp 500, tentu saja ini dikalikan nilai kontrak yang dibeli dan dikonversikan ke dollar AS.
Jadi NDF ini tidak ada underlying-nya. Ketika waktunya, mereka netting dan tinggal transfer. Ini menyerupai pasar tak bertuan alasannya tidak ada yang mengawasi. Nah di Singapura, kurs spot USD/IDR yang dipakai berasal dari fixing atau merata-ratakan atau kuotasi kurs USD/IDR yang dimasukkan 18 bank kepada ABS (Association Banks of Singapore). Artinya, jikalau trader sanggup menggerakkan nilai spot yang mereka masukkan atau berkolusi bersama ( Insider trade ) , maka mereka sanggup meraup untung dari NDF. Ada empat bank yang paling banyak melaksanakan transaksi NDF yaitu UBS, JPMorgan Chase & Co, DBS Group Holdings Ltd, dan HSBC Holdings Plc. Kasusnya sama dengan skandal Libor di London yang juga melibatkan perbankan first class.
Mengapa manipulasi ini sanggup terjadi ? Pasar NDF di Singapura berkembang semenjak krisis moneter Asia terjadi. Waktu itu dana abnormal kabur dari negara-negara berkembang sehingga nilai tukar mata uang Asia termasuk rupiah hancur. Banyak negara Asia yang kemudian mulai menjaga nilai tukarnya. NDF memberi peluang bank untuk menghindari kontrol pemerintah itu. Sebab, NDF diperdagangkan over the counter. NDF menjadi opsi hedging dan jual beli mata uang yang tak boleh diperdagangkan di luar negeri menyerupai halnya rupiah. Seharusnya NDF ini tidak besar lengan berkuasa terhadap kurs rupiah. Sebab, transaksi derivatif ini tidak mempunyai underlying. Tetapi, masalahnya, banyak pelaku pasar yang ikut menjual dikala abnormal di posisi jual. Ketika abnormal beli, mereka ikutan beli. Sikap follower ini yang luar biasa jelek dampaknya terhadap kurs. Mengapa ? rate NDF akan membawa sentimen ke perdagangan harian di dalam negeri alias onshore. Selain itu, bank-bank di dalam negeri juga banyak memakai pola offshore yaitu kurs NDF dan spot USD/IDR.
Masalahnya, sudah jamak kurs tengah yang ditetapkan oleh BI berselisih dengan kurs offshore itu. Bahkan, jikalau kita amati yang terjadi tahun tahun belakangan ini , kurs rupiah sangat bergejolak di perdagangan harian pasar offshore. Rupiah terombang-ambing oleh spekulan di pasar Singapura. Ini terutama berlangsung dikala rupiah melemah. Namun, jangan hanya menyalahkan spekulan di negeri Singa saja, alasannya pelaku transaksi NDF banyak yang berasal dari dalam negeri. Sebagian dari mereka merupakan spekulan yang mencari kesempatan di produk yang jauh dari pengawasan regulator Indonesia. Sebagian lagi merupakan nasabah yang hendak melaksanakan lindung nilai (hedging), terlebih dikala pasokan dollar atau valas dalam negeri tipis. Valas tabungan banyak, tapi yang mau jual dollar sedikit. Meski NDF sangat kecil, pasar sering menjadikannya sebagai alat spekulasi.
Posisi kurs mata uang ASEAN dikendalikan oleh segelintir pemain dan itu lewat operasi hedge fund yang penuh dengan tipu menipu. Dampaknya merampok devisa negara ASEAN tak terbilang. Pemain hedge fund tidak peduli. Otoritas tidak sanggup berbuat banyak untuk menghentikan alasannya ini berkaitan dengan kebebasan pasar. Apalagi transaksi memakai perusahaan cangkang yang bebas pajak. Tahun 2013 bulan februari, BI mengirim surat kepada bank-bank devisa untuk mematuhi Peraturan Bank Indonesia (PBI) Nomor: 10/ 37 /PBI/2008 pasal 4 ayat 1 dan 2. BI menegaskan ulang bahwa transaksi valas harus ada underling dan penyelesaian dengan nilai penuh. Dengan kata lain, NDF dilarang. Sehari sesudahnya, BI juga mengumumkan rencana pembuatan kurs pola dalam negeri alias onshore reference rate. Caranya, BI akan mewajibkan 30 bank devisa untuk memasukkan kuotasi valas setiap hari. Cukup. Tidak. Tetap saja agresi pasar merugikan rupiah. Mengapa ? PBI yang melarang NDF sebetulnya sudah lama, tidak ada bank dalam negeri yang berani main NDF. Namun yang berspekulasi NDF yaitu antar bank di Singapura dengan nasabah di Indonesia yang punya rekening offshore di di singapore.
Desember 2014 Jokowi memerintahkan Menteri Keuangan Bambang Brodjonegoro ke Singapore untuk merundingkan transparansi transaksi nostro dan fostro yang dilakukan oleh warga negara Indonesia. Dasarnya yaitu the Global Forum on Transparency and Exchange of Information for Tax Purposes in the area of the automatic exchange of information. Memang pada G-20 di Rusia tahun 2013 negara-negara anggota G-20 berkomitmen saling menunjukkan isu yang relevan bagi negara-negara kawan untuk memberantas banyak sekali modus penghindaran pajak. Walau targetnya yaitu wajib pajak namun tak sanggup dipungkiri bahwa AEI punya agenda menggebuk pemain hedge fund yang memanfaatkan uang pengemplang pajak yang nongkrong di offshore lewat transaksi hedge fund. Makara bunuh ular dengan pegang kepalanya.
Memang salah satu penyebab rupiah gampang dipermainkan pasar yaitu minimnya instrumen valas di dalam negeri. Ini karena pasar valas kita masih dangkal, masih tertinggal dibandingkan Malaysia bahkan Filipina. Kedua negara itu pasar valasnya berkembang. Filipina alasannya didukung oleh transaksi remittance-nya yang besar. Contohnya saja instrumen forward USD/IDR di dalam negeri yang tersedia namun transaksinya tidak besar. Pasalnya, seringkali dikala ada seruan valas, di sana tidak tersedia likuiditas yang sanggup memenuhinya. Sejak tahun 2013 BI sudah mulai menyediakan term deposit valas dan hukum devisa hasil ekspor. Namun, cara ini tidak begitu efektif. Cara lain yang lebih instan yaitu menambah produk atau instrumen valas di pasar. Dengan begitu, investor tak perlu lari ke luar negeri lagi untuk melaksanakan lindung nilai valas. Nah BI masuk kepasar dan menjadi bandar.
Pada bulan september 2018, Bank Indonesia (BI) mengeluarkan hukum gres mengenai transaksi pasar Non-Deliverable Forward (NDF) di dalam negeri atau Domestic Non-Deliverable Forward (DNDF). Keluarnya hukum ini untuk memperluas pasar uang dan mendukung stabilitas nilai tukar rupiah. Ada tiga latar belakang keluarnya hukum tersebut. Pertama kadanya ketidakpastian global. Akibat dari meningkatnya ketidakpastian kondisi ekonomi global, negara emerging market mengalami capital outflow yang cukup besar. Akibatnya, fliktuasi nilai tukar menjadi sangat tinggi, termasuk di dalamnya yaitu rupiah. Kedua adalah untuk lindung nilai. Ketiga yaitu sanggup dimonitor. Dengan transaksi Domestic Non Deliverable Forward , pelaku pasar mempunyai alternatif dalam melaksanakan transaksi hedging. Di samping itu, BI sanggup memonitor pelaksanaan transaksi, baik di sisi mekanisme, volume maupun harga. Atas dasar ini, BI sanggup melaksanakan intervensi di pasar forward domestik dengan penyelesaian transaksi dalam mata uang rupiah, sehingga tidak besar lengan berkuasa terhadap posisi cadangan devisa. Hebatkan.
Apa yang terjadi dari akhir adanya kebijakan ini ? Rupiah menutup perdagangan final pekan kemudian dengan menguat terhadap dolar Amerika Serikat (AS) pada Jumat (4/11/2018), menjadikannya sebagai mata uang dengan penguatan tertinggi di Asia Tenggara. Pada Jumat, US$1 di pasar spot ditutup pada level Rp 14.950. Rupiah menguat signifikan 1,16% dibandingkan posisi penutupan perdagangan hari sebelumnya. Penguatan rupiah sudah sanggup diprediksi sebelum pembukaan pasar spot. Tanda-tanda keperkasaan rupiah terlihat di pasar Non-Deliverable Forwards (NDF) lokal sebelum pasar spot dibuka. Hebatnya, kurs rupiah menguat bukan alasannya intervensi BI di pasar tetapi murni alasannya prosedur supply and demand. Disamping itu pemain hedge fund tidak punya alasan cantik untuk total masuk kepasar. Apalagi BI sudah monitor semua gerakan mereka dan lagi Progress negosiasi AS dan China sangat cantik sehingga menciptakan kurs dari negara-negara emerging market menguat dan kurs dolar melemah.
Apakah pemain hedge fund kalah begitu saja? tidak. Mereka punya banyak cara untuk menghindari jebakan pemerintah. Maling selalu lebih maju selangkah dari Polisi. Sejak tahun 2013 pasar uang terus bergejolak. Apalagi the FED ikut memperkuat alasan itu dengan semakin menguatnya kurs dollar AS akhir kebijakan suku bunga AS, dan belakangan muncul perang dagang AS-CHina yang semakin pemain hedge fund punya alasan menggoreng kurs mata uang di negara emerging market. Lantas bagaimana mengatasi dampak negatif dari ulah pemain hedge fund ini ? Pertama, perkuat makro ekonomi dengan kendalikan inflasi biar harga kebutuhan tetap stabil. Kemudian kedua, yaitu dengan cara pemerintah masuk dalam arena permainan. Perbanyak instrument pasar uang dan perkuat monitor system. Sama halnya HTI walau sudah dibubarkan namun pemerintah tidak sanggup menghilangkan gerakan HTI. Caranya ya pemerintah memakai ormas islam sendiri untuk menghadapi dampak jelek dari gerakan HTI dan perkuat operasi inteligent. Mereka akan mati dengan sendirinya alasannya kehabisan ilham dan kehilangan alasan untuk terus eksis.
Sumber https://culas.blogspot.com/