Aset tetap (fixed assets) yaitu aset yang secara fisik sanggup dilihat keberadaannya dan sifatnya relatif permanen serta mempunyai masa kegunaan (useful life) yang panjang. Jadi, aset tetap merupakan aset yang berwujud (tangible assets). Berbeda dengan aset tidak berwujud intangible assets), yang dimana tidak mempunyai wujud fisik dan dihasilkan sebagai akhir dari sebuah kontrak hukum, ekonomi, maupun kontrak sosial.
Contoh aset tetap yaitu tanah, bangunan, kendaraan operasional, peralatan kantor, peralatan toko, perabot kantor, dan perabot toko. Tanah merupakan satu-satunya aset tetap yang tidak disusutkan (non depreciable asset) alasannya yaitu nilainya akan selalu cenderung naik, bukan menurun. Tanah mempunyai umur hemat (economic life) atau masa manfaat (benefit life) yang tidak terbatas (unlimited life).
Berbeda dengan tanah yang berisi kandungan minyak, gas, batu, pasir, mineral, atau logam tertentu, yang secara rutin akan dimanfaatkan atau digali untuk diambil kandungannya. Contohnya yaitu tanah yang memuat kandungan tembaga, belerang, kerikil bara, dan sebagainya. Untuk tanah menyerupai ini, tentu saja nantinya secara sistematis dan periodik akan disusutkan; dalam akuntansi, penyusutannya dinamakan deplesi. Sedangkan untuk aset tetap lainnya yang sanggup disusutkan (depreciable assets), penyusutannya dinamakan depresiasi. Aset tetap ini mempunyai umur hemat yang terbatas (limited life).
Contoh dari aset tidak berwujud yaitu goodwill (nama baik), trademark (merek dagang), franchises (waralaba), patent, copyright (hak cipta), customer list (daftar pelanggan), dan broadcast license ujin penyiaran). Dalam akuntansi, penyusutan untuk aset tidak berwujud dinamakan amortisasi. Sama halnya dengan aset tetap, tidak semua aset tidak berwujud diamortisasi, tergantung pada kepastian umur apakah terbatas atau tidak terbatas. Aset tidak berwujud yang mempunyai umur yang tidak terbatas (tidak pasti) tidaklah diamortisa si, dan hanya aset tidak berwujud yang mempunyai umur yang terba (pasti) saja yang akan diamortisasi. Aset tidak berwujud yang diamortisasi yaitu goodwill, trademark, dan broadcast license. Ijin penyiaran ini nantinya akan secara otomatis sanggup diperperpanjang setiap kurun waktu tertentu, asalkan tayangannya tidak meni bulkan pengaruh sosial yang negatif atau merugikan publik dan tidal melanggar undang-undang penyiaran; sehingga aset tidak berwuina ini dikatakan mempunyai umur yang tidak terbatas dan oleh alasannya yaitu itu tidaklah diamortisasi. Merek dagang juga tidak diamortisasi alasannya yaitu memang tidak mempunyai batasan nilai hemat (berbeda dengan waralaba dan paten). Merek dagang meskipun mempunyai batasan wak tu, tetapi pada prinsipnya sama menyerupai ijin penyiaran yang dimana hampir sanggup diperpanjang secara rutin. Jika faktor ekonomi meno indikasikan bahwa merek dagang akan terus mempunyai nilai yang sanggup diduga di masa yang akan datang, maka masa kegunaan dari merek dagang ini akan menjadi tidak terbatas. Sedangkan untuk goodwill tidaklah diamortisasi alasannya yaitu memang telah menjadikan bermacam-macam kontroversi akuntansi terutama dalam hal pemilihan metode untuk penggabungan usaha. Walaupun goodwill, trademark, dan broadcast license tidak diamortisasi tetapi mereka tetap perlu ditinjau ulang atas kemungkinan terjadinya penurunan nilai (impairment). Topik mengenai goodwill dan penurunan nilai akan dibahas nanti secara rinci dalam buku akuntansi lanjutan.
Pertama kali pada ketika sebuah aset tetap diperoleh/diakuisisi, tentu saja belum ada penyusutan yang dicatat/diakui dalam pembukuan perusahaan (karena belum dipakai). Nantinya (pada tamat periode akuntansi) sehabis aset tetap tersebut dipakai, jurnal pembiasaan perlu dibentuk untuk mengakui bab dari jumlah harga perolehan aset tetap yang sudah menjadi beban (depreciation expense) alasannya yaitu pemakaian. Penyusutan sanggup diartikan sebagai : (1) menurunnya kegunaan dari suatu aset tetap, (2) transfer secara sistematis dan periodik dari harga perolehan/cost menjadi beban/expense atau sanggup juga diartikan sebagai bab dari harga perolehan yang telah menjadi kadaluarsa (expired) alasannya yaitu pemakaian.
Ada beberapa metode penyusutan aset tetap yang diperkenankan berdasarkan prinsip-prinsip akuntansi yang berlaku umum, yaitu
metode garis lurus (straight line method),
metode saldo menurun ganda (double declining balance method),
metode jumlah angka tahun (sum of the years' digits method),
metode unit produksi / metode output produktif (units of production method / productive-output method), dan
metode jam operasional / metode jam jasa (operating hours method / service hours method).
Penghitungan penyusutan aset tetap dengan memakai metode garis lurus akan menghasilkan jumlah penyusutan yang sama besar untuk masing-masing tahun sepanjang umur ekonomis/masa manfaatnya. Adapun formula rumus yang digunakan untuk menghitung besarnya penyusutan per tahun yaitu :
Penyusutan/thn = (Harga Perolehan - Estimasi Nilai Residu): Estimasi Umur Ekonomis
Keterangan :
1. Harga perolehan merupakan jumlah seluruh pengeluaran yang diharapkan untuk menjadikan aset tetap yang gres dibeli/diperoleh tersebut siap untuk digunakan. Jadi, harga perolehan ini mencakup tidak hanya sebesar harga beli saja tetapi juga termasuk pengeluaran pengeluaran lainnya yang dikorbankan supaya supaya aset tetap yang gres dibeli/diperoleh tersebut berada dalam kondisi siap pakai. Contoh pengeluaran pengeluaran lainnya yaitu biaya pajak, biaya angkut, biaya asuransi (jika diasuransikan), biaya pemasangan, dan lain sebagainya. Harga perolehan ini sifatnya obyektif, bukan subyektif (estimasi), alasannya yaitu seluruh jumlah yang dikeluarkan/dibayarkan nilainya tercantum dalam berkas dokumen pendukung transaksi pembelian. Karena sifatnya yang obyektif ini, maka seringkali harga perolehan dikatakan mempunyai atau mencerminkan karakteristik sanggup diuji/diukur (verifiability).
2. Estimasi nilai residu (estimated residual value) merupakan taksiran mengenai nilai sisa (salvage value) aset tetap yang diperkirakan masih akan tetap ada di tamat umur ekonomisnya. Nilai residu ini ditentukan secara subyektif tergantung pada penlaian administrasi perusahaan masing-masing, namun tetap harus memenuhi asas kewajaran.
3. Estimasi umur hemat merupakan taksiran mengenai lamanya sebuah aset tetap sanggup memperlihatkan manfaat/kegunaan bagi perusahaan. Umur hemat ini juga ditentukan secara subyektif yaitu tergantung pada evaluasi administrasi perusahaan masing-masing.
Untuk mengilustrasikan ayat jurnal pembiasaan yang perlu dibentuk sehubungan dengan penyusutan (pemakaian) aset tetap selama periode, misalkan bahwa sebuah peralatan toko dibeli dengan harga Rp 8.500.000,- pada tanggal 1 Januari 2008. Perusahaan memakai metode garis lurus dalam menghitung beban penyusutan periodiknya. Nilai sisa aset tetap tersebut diperkirakan sebesar Rp. 1.000.000,- pada tamat masa manfaatnya. Perusahaan mengestimasi bahwa peralatan toko tersebut mempunyai umur hemat 10 tahun. Ayat jurnal penyesuian yang harus dibentuk pada tanggal 31 Desember 2008 yaitu :
Beban penyusutan - peralatan toko Rp.750.000,
Akumulasi penyusutan - peralatan toko Rp.750.000,
(Rp. 8,5 juta - Rp. 1 juta): 10
Akan tetapi, apabila peralatan toko tersebut dibeli pada tanggal 1 April 2008, maka besarnya beban penyusutan per 31 Desember 2008 akan menjadi : 9/12 x Rp. 750.000,- = Rp. 562.500,- (untuk masa pemakaian selama 9 bulan, yaitu terhitung mulai tanggal 1 April 2008 sampai 31 Desember 2008).
Perhitungan penyusutan aset tetap dengan memakai metode lainnya, selain metode garis lurus, akan dibahas nanti secara lebih terperinci dalam posingan selanjutnya (akuntansi untuk aset tetap).