Lhoo!? Sudah Punya Gelar S.Pd Kok Masih Harus Ikut Ppg?

Info Pemerintah - Seperti yang kita ketahui bahwa lulusan sarjana pendidikan (S.Pd) tiap tahunnya sangatlah banyak, yang kemudian akan terjun ke dunia pendidikan menjadi guru. Tetapi, untuk mendapatkan sertifikasi guru tidaklah cukup dengan gelar S.Pd saja. Karena, sistem penerimaan tenaga profesi guru kini telah diubah dengan mengaplikasikan rujukan profesi dokter, ibarat kutipan dari website Kementrian Pendidikan Nasional yang berbunyi "Guru dipandang sebagai jabatan profesional dan alasannya ialah itu seorang guru harus disiapkan melalui pendidikan profesi.", oleh alasannya ialah itu sarjana pendidikan yang ingin menjadi guru kini diharuskan untuk mengikuti kegiatan Pendidikan Profesi Guru (PPG), kegiatan yang telah diputuskan oleh Kementrian dan Kebudayaan (Kemendikbud) pada tahun 2013 silam sebagai kegiatan pengganti sertifikat IV yang sudah tidak berlaku semenjak tahun 2005.

Program Profesi Guru (PPG) merupakan jenjang perkuliahan profesi yang dilakukan sesudah menuntaskan jenjang Sarjana yang ditempuh untuk memperoleh kompetensi profesional yang lebih baik lagi untuk menjadi seorang guru. Adanya kegiatan ini dikarenakan untuk melakukan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 19 Tahun 2017 wacana kewajiban guru mempunyai kualifikasi akademik, kompetensi dan sertifikat pendidik. Lulusan kualifikasi kependidikan dan non-kependidikan di banyak sekali Perguruan Tinggi sanggup mengikuti Program PPG ini dan mempunyai kesempatan yang sama menjadi guru.


Mengingat bahwa lulusan kualifikasi non-kependidikan sanggup mengikuti PPG dan mendapatkan sertifikat pendidik yang kemudian sanggup dipakai untuk mengajar sebagai guru, menciptakan PPG menjadi topik yang sangat ramai bahkan sering sekali dibicarakan di kalangan mahasiswa, khususnya di kalangan mahasiswa yang mengambil jurusan kependidikan. Kemudian banyak persoalan-persoalan yang timbul ibarat "Mengapa lulusan pendidikan harus mengikuti PPG ini dan apakah tidak pribadi menerima sertifikat pendidik (akta mengajar) lagi ibarat tahun-tahun sebelumnya?"

Seperti kritik dari Risti Rere, alumni Prodi Sejarah 2013 UNJ pada artikel online DIDAKTIKA UNJ, menurutnya "program PPG ini tidak perlu untuk lulusan S.Pd., alasannya ialah yang dipelajari di PPG sudah ada di kegiatan Sarjana." Hal ini menawarkan kesan bahwa kegiatan PPG ini mubazir bagi mahasiswa yang sudah menempuh pendidikan sarjana pendidikan. Selain itu kegiatan ini menciptakan lulusan sarjana pendidikan sulit menerima pekerjaan. Seperti yang diutarakan oleh Vina Febrianti, guru honorer mata pelajaran Bahasa Indonesia di Sekolah Menengan Atas PGRI 2 Kota Serang, ia menyampaikan "Dulu saya sudah mengikuti kegiatan sertifikat IV dan sudah siap menjadi guru yang tersertifikasi, namun 'katanya' untuk menjadi guru tersertifikasi syaratnya harus sudah mengantongi sertifikat IV dan sudah mengajar selama 10 tahun, eh kini lahir kegiatan PPG ini, sehingga saya harus mengikuti kegiatan PPG ini untuk sertifikasi alasannya ialah sertifikat pendidik sertifikat IV saya sudah tidak berlaku lagi." 

Oleh alasannya ialah itu, ia kesulitan mencari pekerjaan alasannya ialah banyak sekolah yang hanya mendapatkan guru-guru yang sudah tersertifikasi melalui PPG. Selain itu, dengan adanya PPG ini 'jatah' pekerjaan untuk lulusan sarjana pendidikan seakan-akan diambil oleh lulusan sarjana non-pendidikan yang tidak menerima pekerjaan, sehingga persaingan yang ditempuh oleh lulusan sarjana pendidikan semakin berat.

Ubedillah Badrun, Dosen Sosiologi UNJ menyatakan bahwa perlu adanya penilaian terhadap kegiatan PPG ini. Namun, berdasarkan Sofia Hartati Dekan Fakultas Ilmu Pendidikan (KIP) UNJ yang harus dibenahi bukan hanya kegiatan PPG saja namun kulitas S.Pd. juga, supaya bisa bersaing dengan lulusan ilmu murni. Selain itu, Sofia Hartati menyarankan supaya kegiatan PPG disatukan dengan kegiatan sarjana pendidikan sehingga sesudah lulus sudah menerima sertifikasi guru.

Namun, tujuan diadakannya kegiatan PPG ini untuk menawarkan keahlian khusus bagi calon guru, yang berarti, untuk menjadi guru membutuhkan keahlian khusus. Kemudian muncul suatu masalah ibarat "Untuk apa kuliah selama 4 tahun jurusan kependidikan yang sudah dididik dan dilatih selama perkuliahan berlangsung bila ujung-ujungnya harus mengikuti PPG ini? Bahkan bersamaan dengan lulusan non-pendidikan yang sudah terang menerima dan mempelajari ilmu yang berbeda selama kuliah sarjana?" 

Dikutip dari catatan BEM FBS UNY bahwa hal ini berarti tidak ada kekhususan bagi mahasiswa kependidikan dan pada hasilnya harus bersaing dengan mahasiswa non-kependidikan. Karena, di PPG ini yang dilihat bukanlah dari lulusan mana mahasiswa tersebut, namun dilihat dari kemampuan, kompetensi, talenta dan minat tiap individu menjadi guru sesuai dengan standar nasional pendidikan yang kemudian akan menerima sertifikat pendidik profesional.

Selain itu, berdasarkan Khaerul Umam, Staff Akademik dan Data Pusat Sertifikasi dan Profesi LP3M UNJ menyatakan bahwa jumlah mahasiswa peserta PPG lebih banyak didominasi lulusan pendidikan. "Ilmu murni hanya 1% saja," ucapnya. Sehingga mahasiswa lulusan pendidikan tak perlu khawatir wacana persaingannya dengan lulusan non-pendidikan.

Sumber : www.kompasiana.com

Demikian gosip dan informasi terkini yang sanggup kami sampaikan. Silahkan like fanspage dan tetap kunjungi situs kami di Info Pemerintah,  Kami senantiasa menawarkan gosip dan informasi terupdate dan teraktual yang dilansir dari banyak sekali sumber terpercaya. Terima Kasih atas kunjungan anda semoga informasi yang kami sampaikan ini bermanfaat.

Artikel Terkait