Foto: CNBC Indonesia |
Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) menguat tajam pada perdagangan hari ini. Bahkan penguatan rupiah jadi yang tertinggi di Asia. Sebuah kado final pekan yang manis.
Pada Jumat (2/11/2018), US$ 1 di pasar spot ditutup Rp 14.950. Rupiah menguat signifikan 1,16% dibandingkan posisi penutupan perdagangan hari sebelumnya.
Penguatan rupiah sudah dapat diprediksi sebelum pembukaan pasar spot. Tanda-tanda keperkasaan rupiah terlihat di pasar Non-Deliverable Forwards (NDF) sebelum pasar spot dibuka.
Saat pembukaan pasar spot, rupiah sudah menguat 0,26%. Setelah itu apresiasi rupiah sempat tergerus alasannya yaitu dolar AS mulai melawan balik.
Namun perlawanan dolar AS tidak lama. Aksi jual kembali membayangi mata uang Negeri Paman Sam, sehingga rupiah semakin tancap gas.
Jelang penutupan perdagangan, rupiah semakin beringas. Bahkan penguatan rupiah mencapai 1% dan dolar AS didorong ke bawah level Rp 15.000.
Berikut pergerakan kurs dolar AS terhadap rupiah sepanjang hari ini:
Tidak hanya rupiah, banyak sekali mata uang Asia juga menguat terhadap dolar AS. Bahkan penguatannya tidak mengecewakan tajam, walau tidak setinggi rupiah.
Dengan apresiasi 1,22%, rupiah sukses menjadi mata uang dengan kinerja terbaik di Asia. Rupee India sekarang berada di peringkat kedua.
Berikut perkembangan nilai tukar dolar AS terhadap sejumlah mata uang Benua Kuning pada pukul 16:09 WIB:
Dolar AS Kurang Tenaga
Dolar AS yang sempat melawan kembali melempem. Pada pukul 16:11 WIB, Dollar Index (yang menggambarkan posisi greenback secara relatif terhadap enam mata uang utama dunia) melemah 0,12%.
Faktor domestik dan eksternal sedang tidak mendukung dolar AS. Dari dalam negeri, indeks ISM manufaktur AS turun ke angka 57,7 pada Oktober dari 59,8 bulan sebelumnya. Pencapaian Oktober yaitu yang terendah dalam 6 bulan terakhir.
Kemudian pada malam hari waktu Indonesia juga akan ada pengumuman angka pengangguran AS periode Oktober 2018. Namun pelaku pasar tampaknya kurang bersemangat menyambut data ini, alasannya yaitu diperkirakan masih sama dengan bulan sebelumnya yaitu 3,7%.
Sedangkan dari eksternal, ada potensi hening dagang AS-China. Melalui cuitan di Twitter, Presiden AS Donald Trump mengungkapkan bahwa dirinya sudah melaksanakan pembicaraan dengan Presiden China Xi Jinping melalui telepon, dan diskusi di antara kedua pemimpin tersebut berjalan dengan baik.
Kemudian, perkembangan Brexit juga menelurkan hasil positif. Finansial Times mengabarkan bahwa Uni Eropa siap berkompromi dengan Inggris untuk tidak menerapkan batas kepabeanan di bahari Irlandia. Soal wilayah kepabeanan di Irlandia ini yang kerap menjadi ganjalan dalam proses berceraian London-Brussel.
Kabar-kabar ini menciptakan dolar AS menjadi kurang menarik dan risk appetite pelaku pasar membuncah. Aset-aset kondusif (safe haven) bukan lagi menjadi pilihan utama. Inilah mengapa yen ikut melemah, alasannya yaitu mata uang Negeri Matahari Terbit juga berstatus safe haven.
Indonesia pun ikut menikmati derasnya pedoman modal. Di pasar obligasi, imbal hasil (yield) obligasi pemerintah anjlok.
Penurunan yield yaitu mengambarkan harga sedang naik alasannya yaitu tingginya permintaan. Pada pukul 16:15 WIB, yield obligasi pemerintah tenor teladan 10 tahun turun drastis 11,5 basis poin ke 8,408%.
Sementara di pasar saham, investor aneh membukukan beli higienis Rp 1,16 triliun yang menciptakan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) ditutup melonjak 1,21%. Investor aneh memburu saham-saham kelas paus ibarat TLKM (beli higienis Rp 248,15 miliar), BBCA (Rp 224,14 miliar), ASII (Rp 204,42 miliar), BBRI (Rp 200,14 miliar), dan BBNI (Rp 109,4 miliar). [cnbcindonesia.com]