Allah Maha Perkasa..


Ada kisah. Seorang berjulukan Abrahah. Ia yaitu Raja Yaman yang berasal dari Habasyah (Ethiopia). Dia masih keturunan Bani Kanisah di Shanaa. Abrahah berniat untuk memindahkan ziarah Suci ke Yaman. Oleh alasannya yaitu itu beliau bersumpah akan menghancurkan Ka’bah yang ada di Makkah. Pada tahap awal , ia melaksanakan provokasi dengan mengirim pasukan  berkuda yang di pimpin Al-Aswad bin Maqsud ke Makkah. Tanpa perlawanan apapun, ia berhasil menjarah harta benda penduduk makkah, termasuk dua ratus ekor unta milik Abdul Muththalib, kakek Rasul. Ketika itu, Abdul Muththalib yaitu pemimpin dan tokoh orang-orang Quraisy. Setelah itu Abrahah mengutus Hanathah Al-Himyari pergi ke Makkah, 

 “Tanyakan siapa pemimpin dan tokoh negeri ini, lalu katakan kepada pemimpin tersebut, bahwa bekerjsama Abrahah berkata kepadamu, ‘Sesungguhnya kami tiba ke daerah kalian tidak dengan maksud memerangi kalian. Kami tiba untuk menghancurkan Ka’bah. Jika kalian tidak menghalang-halangi kami dengan mengumumkan perang melawan kami, kami tidak butuh darah kalian. Sebaliknya, bila pemimpin tersebut bermaksud memerangiku, maka bawa beliau kepadaku.” kata sang Raja, Abrahah.

Tiba di Makkah, Hanathah menemui Abdul Muththalib yang di ketahuinya sebagai pemimpin kaum Qurais dan menjelaskan kepadanya apa yang diperintahkan Abrahah. 

“Demi Allah, kami tidak ada maksud untuk memerangimu, alasannya yaitu kami tidak memiliki kekuatan untuk itu. Ka’bah yaitu Rumah Allah yang suci dan rumah kekasih-Nya, Ibrahim AS. Jika Allah melindunginya, itu alasannya yaitu Ka’bah yaitu Rumah-Nya dan rumah suci-Nya. Jika Allah tidak melindunginya, demi Allah, kami tidak memiliki kekuatan untuk melindunginya. ” Kata Abdul Muththalib. 

“ Baiklah. Mari ikut aku, alasannya yaitu saya diperintahkan pulang membawamu.” Kata Hanathah.

Kemudian Abdul Muththalib dangan di kawal sebagian anak-anaknya pergi bersama Hanathah. Tiba di barak Abrahah, Abdul Muththalib menanyakan Dzu Nafr, alasannya yaitu ia sahabatnya. Ketika berjumpa dengan Dzu Nafr di tahanan

“Wahai Dzu Nafr, apakah engkau memiliki kekuatan untuk mengatasi petaka yang menimpa kita?” Kata , Abdul Muththalib.

“Apalah artinya kekuatan tawanan raja? Ia menunggu kapan di bunuh, pagi hari atau sore hari? Aku tidak memiliki kekuatan sedikit pun untuk mengatasi petaka yang menimpamu. Namun Unais, pengendali unta yaitu sobat karibku. Aku akan tiba kepadanya lalu saya perintahkan beliau untuk berbuat baik kepadamu, menjelaskan kepadanya bahwa hakmu amat besar, dan memintanya mempertemukanmu dengan Raja Abrahah, lalu engkau berkata kepadanya apa saja yang engkau inginkan, serta membelamu dengan baik di sisinya, bila ia bisa melakukannya.”

Kemudian Dzu Nafr menemui Unais,

 “Sesungguhnya Abdul Muththalib yaitu pemimpin orang-orang Quraisy, dan pemilik rombongan dagang Makkah. Ia memberi makan orang-orang di dataran rendah, dan hewan buas di puncak gunung. Sungguh, Raja Abrahah telah mengambil dua ratus ekor untanya. Oleh alasannya yaitu itu, mintakan izin untuknya biar ia bisa bertemu dengan Raja Abrahah, dan berilah pembelaan kepadanya sesuai dengan kemampuanmu!” 

“Itu akan saya kerjakan.” Jawab Unais 

Kemudian Unais menghadp Abrahah,
“Paduka raja, bekerjsama pemimpin Quraisy sedang berada di pintumu untuk meminta izin bertemu denganmu. Ia pemilik rombongan dagang Makkah, memberi makan orang-orang di dataran rendah, dan hewan buas di puncak gunung. Izinkan beliau masuk biar ia bisa mengutarakan maksudnya kepadamu!” 

Abrahah mengizinkan Abdul Muththalib masuk ke dalam tenda. Kali pertama melihat Abdul Muththalib , tahulah Abrahah bahwa tamunya yaitu orang yang paling tampan, dan paling agung. Abrahah memuliakan Abdul Muthalib, mengagungkannya, dan menghormatinya dengan tidak menyuruhnya duduk di bawahnya. Abrahah tidak suka dilihat orang-orang Habasyah mendudukkan orang lain di atas singgasananya. Oleh alasannya yaitu itu, ia turun dari singgasananya, lalu duduk di atas permadaninya dan mendudukkan Abdul Muththalib di sebelahnya.

Pembicaraan di bantu oleh penerjemah. 
 “Apa keperluanmu.” Kata Abrahah
“ Mohon kembalikan  dua ratus ekor unta saya” Kata Abdul Muththalib
" Aku pikir tadi engkau tiba mengharapkan saya biar tidak menghancurkan daerah Suci agama nenek moyangmu. Tapi ini justru engkau meminta unta milikmu yang saya ambil. "
Sesungguhnya saya yaitu pemilik unta, dan saya berkewajiban untuk mempertahankannya.
" Bagaimana dengan Ka'bah , rumah suci agama nenek moyangmu? 
 “Itu milik Allah. Itu terserah antara engkau dengan-Allah

***
Kisah tersebut di muat dalam hadith dan di singgung dalam  AL Quran. Ini sebuah pembelajaran bagi kita penganut agama Tauhid. Tidak ada alasan kita menabuh genderang perang untuk sesuatu milik Allah yang akan di ambil orang, atau firman Allah yang di lecehkan orang lain. Allah tidak perlu di bela untuk menjaga agama dan firmanNya biar tetap hidup di dunia ini. Allah itu Maha Perkasa, Maha Pengurus, Maha Besar. Apakah kita lebih hebat di bandingkan Allah, sehingga bawa perasaan seakan jadi jagoan membela Allah. Tugas kita sebagai insan yaitu mempertahankan apa yang menjadi hak kita. Dan benarlah dalam sejarah Pasukan Abrahah di luluh lantakan oleh sekawanan burung yang di kirim oleh Allah. Ka'bah hingga kini tetap di tempatnya tanpa terusik sama sekali.  Agama Tauhid yaitu keimanan tak  bertepi terhadap kekuasaan Allah, dan berserah diri tanpa syarat. Karena kesepakatan Allah itu pasti, bahwa hanya Dia yang akan menjaga Agama dan Al Quran, bukan manusia.

Bagaimana dengan kita sebagai insan ?  Sayyid Qutb mengatakan,”Bagaimana orang-orang beriman menolong Allah sehingga mereka menegakkan persyaratan dan mendapat apa yang di syaratkan bagi mereka berupa kemenangan dan diteguhkan kedudukan ?” Beliau melanjutkan,”Sesungguhnya mereka memurnikan Allah dalam hati mereka dan tidak menyekutukan-Nya dengan sesuatu baik syirik yang faktual maupun yang tersembunyi serta tidak menyisakan seseorang atau sesuatu pun bersama-Nya didalam dirinya. Dia menyebabkan Allah lebih di cintai dari apapun yang beliau cintai dan sukai serta meneguhkan hukum-Nya dalam keinginan, aktivitas, diam, ketika sembunyi-sembunyi, terang-terangan maupun ketika malunya, maka Allah akan menolongnya dalam diri mereka. Jadi menolong Allah itu yaitu memperkuat tauhid dalam diri kita tanpa terjebak dengan simbol apapun. 

Apabila ada orang atau penguasa merampas harta kita dengan semena mena, kita wajib berperang dan menyabung nyawa untuk itu. Kalau ada orang atau penguasa melarang kita melaksanakan keyakinan kita beragama, maka wajib kita lawan. Ini jihad. Perang penaklukan beberapa wilayah di zaman Rasul dan lalu di zaman Sahabat Rasul, semua alasannya yaitu hak umat islam berniaga dan melaksanakan ritualnya di larang oleh penguasa. Dan juga umat islam di ancam nyawanya alasannya yaitu keyakinannya. Mempertahankan hak langsung kita yaitu bab dari Tauhid. Karena tidak ada yang perlu di takuti di dunia ini kecuali Allah. Namun untuk itupun perjuangan persuasi di tempuh terlebih dahulu biar di sanggup saling pengertian tanpa harus berperang. Namun bila perjuangan perdamaian dan kompromi tidak mencapai hasil, maka perang di lakukan. Itupun syarat perang sangat ketat. Tidak boleh membunuh wanita, anak anak, orang tua, bahkan di larang memperabukan daerah ibadah serta menebang pohon.

Jadi perang yang di lakukan umat islam pada generasi pertama itu berdimensi moral, bukan penaklukan demi kekuasaan semata. Karena terbukti sehabis penaklukan di capai, tidak ada pemaksaan terhadap agama , dan butuh waktu usang hingga islam di terima oleh penduduk yang di taklukan. Syiar islam hingga menyebar keseluruh pelosok bumi ini bukan alasannya yaitu pedang dan kebencian tapi dengan semangat cinta kasih sayang, tidak menghilangkan budaya lokal tapi memperbaiki budaya lokal biar sesuai dengan ruh Islam, tidak meminggirkan tapi merangkul yang berbeda, dengan penuh pemaaf dan berhati lapang menghadapi dilema tanpa di tunggangi nafsu duniawi yang hanya menciptakan pertikaian. Apalagi di kala kini dimana Hak langsung orang di lindungi oleh UU bukan hanya oleh aturan nasional tapi juga international. Tidak ada alasan lagi untuk berperang. Era kini umat islam harus di garis depan menebarkan cinta dan kasih sayang sebagai ujud Islam yaitu rahmat bagi semua.


Sumber https://bukuerizelibandaro.blogspot.com/

Artikel Terkait