Chaos 2014?

Kemarin saya bertemu dengan teman seorang praktisi  aturan untuk meminta second opinion terhadap proses bisnis yang sedang saya lakukan. Dalam pertemuan itu kawan saya dari Singapore sempat meminta pendapat mengenai situasi politik Indonesia 2014.  Teman ini nampak melongo sebentar sambil melirik kearah saya. Kemudian ia tersenyum. Menurutnya ia tidak paham soal politik hanya yang menjadi kekawatiran yakni apa yang akan terjadi kalau ternyata PEMIILU 2014 gagal dilaksanakan? Kegagalan itu sanggup lantaran banyak sekali alasannya yakni tapi yang niscaya gejalanya sudah nampak dengan perseteruan soal Daftar Pemilik Tetap (DPT) yang setiap Peserta pemilu merasa tidak puas dan menilai pemerintah dan KPU tidak bekerja dengan benar. Keberadaan Boediono yang terancam Pidana masalah Century. Siapa yang harus menggantikanya sebagai Wapres? Tahun depan keadaan ekonomi akan semakn suram.Apa yang terjadi kalau rupiah tembus Rp. 15,000 per dollar?  Saya tertarik mendengar kata teman ini lantaran ia berbicara dari sisi Hukum yang selama ini tidak banyak orang memperhatikannya.Menurutnya pada ketika kini secara sistem tidak ada forum yang paling berkuasa. Seandainya terjadi perseteruan antar forum maka akan menjadikan stuck. Dia tidak sanggup membayangkan apa yang akan terjadi kalau hingga stuck. Banyak hal yang sanggup terjadi.  Yang terang kekuatan kiri yang militan akan segera berdiri untuk ambil kesempatan. Kekuatan kanan juga akan melaksanakan hal yang sama. Dan bukan mustahil kekuatan tengah akan menggalang aliansi kiri dan kanan untuk membuat revolusi sosial.  Yang terjadi, terjadilah...

Bukankah kita punya MK ( Mahkamah Konstitusi ) yang diberi kekuasaan oleh Undang Undang untuk menuntaskan sengketa kalau ada aturan dan Undang Undang yang bertentangan dengan UUD?.MK dibuat hanyalah sebagai pengganti kiprah dari Mahkamah Agung yang sebelumnya ditunjuk oleh Undang-Undang Dasar sebagai Lembaga Penguji UU yang dibuat dewan perwakilan rakyat dan Peraturan yang dibuat Pemerintah untuk memastikan tidak bertentangan dengan UUD. Tugas MK diperluas lagi termasuk sebagai Hakim peradilan sengketa PEMILU dan PILKADA. Namun bagaimanapun secara sistem MK bukanlah forum tertinggi. Liatlah faktanya hanya lantaran problem Akhil Muchtar yang terkena masalah Pidana suap,Presiden sanggup segera mengajukan Perpu untuk merubah UU keberadaan MK dan dewan perwakilan rakyat menyetujui. Anggota MK yang ditunjuk presiden pun sanggup dianulir oleh PTUN. Kacau! Tidak well established. Keberadaan MK yakni tools kekuasaan yang adikara dimiliki oleh President dan DPR. Kaprikornus MK bukanlah penguasa yang berkuasa menjaga keseimbangan kekuasaan antara Lembaga Presiden dan DPR. MK yakni forum yang dibuat lantaran konpromi dan benci dengan keberadaan sistem usang yang membuat Soeharto berkuasa 32 tahun. Namun MK bukan bentuk kompromi yang final dari rezim reformasi. MK yakni bentuk kompromi yang tidak tuntas dan membuka peluang untuk dipermasalahkan. Kaprikornus benar benar negara ini secara sistem sangat lemah dan gampang sekali digoyang melalui rekayasa politik memecah-belah atau apapun.  Kesalahan fatal akhir kebodohan.  Kata teman ini.Saya teringat tahun 2001 ketika mendapat blue print amandemen Undang-Undang Dasar 45 yang dibuat oleh USAID ( Amerika) yang ternyata hasil amandemen Undang-Undang Dasar 45 menjadi Undang-Undang Dasar 2002 tidak jauh berbeda dengan Draft dari USAID.

Ya hanya MPR yang sangat ideal sebagai wasit dan penguasa tertinggi di negeri ini. Pergantian dari Soekarno ke Soeharto dilakukan melalui forum MPR. Pergantian dari Rezim Soeharto dan ke reformasi melalui forum MPR. Dua kali MPR berperan sebagai solution provider ditengah kebuntuan politik dan konstitusi. MPR yakni ujud bahwa negeri Ini bukan dipimpin oleh satu orang tapi dipimpin oleh banyak orang yang merupakan perwakilan dari kekuatan yang ada dimasyakarat. Philosophy keberadaan MPR yakni azas keadilan keterwakilan dan semangat bermusyawarah. Karena diyakini bahwa anggota MPR yakni orang yang Hikmat ( berilmu dan berakhlak mulia) yang merupakan perwakilan dari semua golongan, baik yang dipilih eksklusif oleh rakyat maupun yang memang sudah exist sebagai pemimpin ditengah masyarakat dari profesi hingga ke agama. Inilah yang membedakan sistem kekuasaan kita dengan sistem presidentil dan Parlementer yang ada di Barat. Dengan adanya amandemen UU 45,  MPR sudah bukan lagi forum Tertinggi Negara. karena sehabis amandemen Undang-Undang Dasar 45 kedudukan MPR sejajar dengan lembaga-lembaga negara yang lain. Amandemen yang dilakukan tahun 2002, katanya, telah memosisikan MPR sejajar dengan forum legislatif yang lain yaitu Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dan DPD, forum administrator Kepresidenan, dan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), serta forum yudikatif Mahkamah Agung (MA), Komisi Yudisial (KY), dan Mahkamah Konstitusi (MK). Dulu MPR memang merumuskan Garis-garis Besar Haluan Negara (GBHN), memilih, mengangkat, melantik, dan memberhentikan presiden sebagai mandataris. Dulu, MPR sanggup mengubah dan membuat Undang-Undang Dasar baru, tetapi kini hanya sanggup meng-impeach presiden. MPR kini tidak sanggup sebagai solution provider yang sanggup diterima semua golongan lantaran anggota MPR dipilih secara eksklusif yang tidak 100 persen murni dipilih lantaran hati nurani rakyat, Kebanyakan terpilih lantaran money politic.Itulah yang mengkawatirkan kalau terjadi stuck.

Apa yang harus diperbuat? Teman saya itu melongo usang sambil menatap kami berdua dan balasannya menyampaikan kepada saya bahwa keliatannya ada sesuatu yang akan terjadi kedepan. Sesuatu yang sangat mengkawatirkan atas kelangsungan negeri ini. Keliatannya ada invisible power yang sedang menggiring elite politik berada dalam satu konplik yang tak sanggup diselesaikan dan stuck, sehingga dimanfaatkan oleh kelompok tertentu untuk menarik laba politik untuk berkuasa dinegeri ini. Sejarah bangsa ini memang sangat erat akan perubahan by design dari invisible power; kejatuhan Soekarno digantikan rezim Soeharto dan kejatuhan Soeharto digantikan oleh rezim reformasi. Setiap perubahan itu pada balasannya hanya melahirkan gerombolon petualang politik untuk laba golongannya saja sementara rakyat tetap  miskin walau negeri ini kaya akan SDA. Apakah itu paranoia saja? Tanya saya. Mitra saya dari singapore menyampaikan kepada saya bahwa Indonesia kaya dan selagi kepentingan gila terganggu maka siapapun yang berkuasa, apapaun sistemnya harus diganti dengan cara apapun. Saya terhenyak. Jangan sampai chaos sebagai excuse perlunya perubahan. Jangan hingga !.Karena kalau ini terjadi yang korban tetaplah rakyat kecil. Akankah para elite politik sanggup disadarkan untuk berdamai dengan realita bahwa kepentingan rakyat yakni segala galanya, karena itu satu sama lain harus biijak dan mengalah?. Akankah?

Sumber https://culas.blogspot.com/

Artikel Terkait