Beberapa bulan atau tepat 4 bulan 17 hari sehabis Yuni mengundurkan diri dari perusahaan, beliau mencicipi ada yang hilang dari dirinya. Apa itu ? Ketulusan. Satu demi satu sahabat yang tadinya dekat beliau tinggalkan. Betapa tidak ? Yang kaya selalu ngajak shoping. Kalau ketemu yang di bahas kasus sepele , sekitar barang dan pria. Ada sahabat yang kurang berada. Kalau ketemu selalu mengeluh ihwal suami yang malas, anak yang badung dan hidup yang semakin sulit lantaran biaya biaya terus naik. Ada juga yang jomblo. Selalu gampang tersinggung dan bawa perasaan. Hobinya makan dan nonton. Engga terang motivasi hidupnya. Ada juga laki-laki yang bersuami selalu mengeluh soal istri namun mereka suka berimajinasi soal sex dengan perempuan lain. Bahkan ada yang gembira bisa mempecundangi perempuan sehabis menikmatinya. Entah siapa memanfaatkan siapa.
Yuni semakin merasa kesepian dan mungkin lebih tepatnya kosong. Bertahun tahun beliau tinggalkan pergaulan dengan sahabat temannya yang dulu pernah jadi sales jalanan. Kini ketika beliau kembali bergaul dengan mereka. Dia melihat kenyataan, hidup mereka tidak berubah lebih baik. Bahkan samakin mundur. Yang status istri semakin tergantung dengan suami dan selalu punya alasan menyalahkan suami. Yang punya istri semakin kehilangan semangat untuk saling mengkawatirkan diantara mereka. Yang kaya doyan konsumsi dan terkesan sombong. Yang hidup kekurangan , selalu punya alasan mau kasbon, bahkan merasa tidak kotor di ajak tidur dengan sahabat laki-laki bule sehabis dua kali kencan.
Mungkin kehidupan kosmopolitan di Jakarta terlalu mahal harga persahabatan. Semua orang yang beliau temui punya motive untuk saling memanfaatkan dan cepat berlalu bila tak ada lagi mutual benefit. Yuni mencicipi semakin tak bisa punya ruang untuk bernafas diantara mereka. "Apakah persepsi ku yang otopis ihwal persahabatan ataukah dunia sudah berubah dan saya tidak memahami perubahan itu" Katanya membatin. Yang beliau sesali, dua kali beliau minta bertemu dengan Burhan namun ketika waktunya bertemu, beliau punya alasan untuk membatalkan pertemuan. Mungkin lantaran itu Burhan mem block Telp nya sehingga beliau tidak bisa lagi Telp Burhan. Marahkah Burhan ? Karena merasa di permainkan oleh nya.
Kini beliau kuatkan hati untuk bertemu dengan Burhan. Karena Telp sudah di block, beliau coba meminta bertemu melalui e-mail. Yuni juga sampaikan bahwa beliau sakit. Hanya setengah jam, Burhan menjawab singkat " OK. Aku akan tiba ke rumah sore ini. ” Benarlah sore hari , Burhan sudah ada dirumah.
Yuni masih tidur di sofa ruang tengah ketika Burhan datang. Angin tak sampai. Hanya lapat-lapat bunyi kendaraan, agak jauh di depan, di jalan. Juga harum kenanga. Dan hari tak henti berenang dalam petang. Burhan duduk di kursi mengamati Yuni, sesekali melihat ke tivi. Alangkah lengang petang. Betapa sunyi siang di ujung hari. Dan dari pojok ruang di lihatnya Yuni tidur di sofa, tak bergerak. Dadanya kolam tak beriak. Mukanya putih-bersih. Atau pucat? Tidak, tidak. Kulit Yuni memang bersih-putih dan ketika tidur mukanya terlihat makin putih. Tapi Burhan ingin meraba kening Yuni, memegang tangannya, menyentuh jarinya. Burhan ingin merasa kehangatan tetap mengalir di sana. Dia mendekat, di rapikan daster dan luruskan kaki Yuni hati-hati. Dia tersenyum lega merasa kehangatan mengalir di sana.
Di luar, hari berlayar menuju petang menyerupai usia. Bayang pohon memanjang di halaman berlawanan dengan bayang sore. Suara-suara pembantu senyap di belakang. Telepon bisu di sudut ruang. Di jalan agak jauh di depan rumah kendaraan lalu-lalang, bunyinya menyusup masuk usai berenang meniti daun dan bunga-bunga di halaman. Dibawanya juga harum kenanga ke dalam ruangan.
Burhan amati wajah Yuni sekali lagi, balik ke kursi, menonton tivi. Tidak ada yang patut. Pisah-cerai artis. Heboh, aneh, bagai pasangan hidup hanya mainan. Atau baju, sepatu, sanggup kau ganti kapan mau. Tapi Burhan terus menonton. Di saluran lain film kartun, masak-memasak. Ah. Masakan Yuni tentu bisa bersaing kalau tak lebih sedap. 16 tahun kebersamaan dengan Yuni , selerannya dimanja, asam urat kolesterol pun tak singgah. Cuma umur, terus menjulur; meretas garis dekat ke batas.
”Oh, hebat ini! Sedap. Luar biasa!” Semua sahabat Burhan pun memuji tiap kali Yuni mengundang makan di rumah, dulu, sebelum Yuni berhenti, kebersamaan itu terasa indah.
Bagaimana tak hebat luar biasa. Dari kecil Yuni berdasarkan ceritanya ia suka dan terlatih memasak. Bakatnya turun dari nenek serta ibunya, beliau asah tiap hari. ”Pokoknya, kuliner Mama itu hm!” puji Yuli ketika disuruh pulang dengan alasan mamanya sakit, tahunya mamanya hanya rindu.
***
Yuni bergerak. Matanya perlahan terbuka. Dia lihat Burhan sejenak, kemudian beralih melihat tivi. ”Uda, maaf. Kenapa Telp Yuni di block. WA juga?” tanyanya. Suaranya lirih menyerupai bisik. Matanya redup, hati Burhan teriris. Yuni masih tidur di sofa ruang tengah
" Aku memberi kesempatan kau focus dengan dunia kau yang baru, Yun. Lingkungan yang baru. Karena memang kau butuh ruang untuk itu, tanpa harus ada saya lagi. Aku maklumi itu ketika kau dengan gampang membatalkan dua kali pertemuan dengan ku. Engga apa apa."
" Uda tersinggung ya"
" Engga. Kan saya udah bilang. Aku memaklumi perilaku kamu, selalu"
" Uda..."
" Ada apa?
" Kemarin Yuli minta izin ke Sudan. Ikut kegiatan kemanusiaan dari Bulan Sabit London. Dia ingin gunakan waktu libur trend panas untuk kegiatan sosial. Yuli engga bisa tidur mikirkan beliau mau ke sana” Suara Yuni nampak parau.
" Pendapat kau ?
" Aku larang keras. Tapi beliau berkeras mau ikut rombongan Bulan Sabit ke sana. Uda, please. Bilang Yuli engga usah pergi. Larang dia, Uda. Hanya Uda yang beliau dengar. Aku ibunya tapi engga ada respect di hadapan dia" kata Yuni, air mata mengalir di tubir kelopak matanya
" Yuli sangat respect dengan kamu, Yun. Sangat. Hanya masalahnya kau engga bisa memahami gejolak usia mudanya. Kamu engga melihat kasus secara utuh dan bijak. Anak kau kini sudah dewasa. Pergaulannya di luar sana ikut mempengaruhi karakternya. Kamu tidak bisa paksa beliau untuk mengikuti menyerupai apa kau mau. “
" Tapi itu kan misi berbahaya. Apalagi berada di wilayah konflik. Uda..please” Yuni berusaha berdiri dari rebahannya di sofa. Ingin duduk mendekati Burhan. Tapi Burhan cepat mendekatinya dan membantunya duduk. Terasa aroma parfum yang sangat Burhan kenal.
" Itulah kamu. Alasan yang tidak berkelas. Kamu engga tahu bahwa beliau pergi dengan rombongan Bulan Sabit yang merupakan organisasi kemanusiaan yang di hormati di seluruh dunia. Mereka punya SOP yang ketat untuk memastikan para aktifis terhindar dari kecelakaan atau korban dari akhir adanya konflik. Makara aman. Engga usah kawatir"
" Kan masih ada kegiatan lain yang lebih bermanfaat untuk liburan trend panasnya "
" Contoh?
" Ke Bali sama Yuni atau ke Thailand liburan. Banyaklah "
" Itu artinya untuk kepentingan kau aja. Sementara beliau bukan lagi hidup di dunia kamu. Dia hidup di dunianya untuk takdirnya. Ya , pantas aja beliau sulit mendapatkan alasan kamu"
Burhan masuk kekamar. “ Kita kedokter ya. Aku antar kamu.” Kata Burhan sambil membawa selimut menyelimuti kaki Yuni hingga pinggang.
" Engga apa apa Uda. Engga usah ke dokter. Yuni hanya capek mikir soal Yuli. Dia satu satunya harta Yuni di dunia ini, Uda.” kata Yuni dengan bunyi terkesan berbisik. Matanya memandang ruangan tengah rumah yang luas.
“ Sepi sekali hidup Yuni , Uda. Di luar sana banyak teman, tapi semua membosankan. Berkali kali Yuni ingin telp Uda tapi tidak ada keberanian. Capek Yuni mikir apa yang salah dengan hidup Yuni.”
“ Masih sering kan sholat Tahajud? Tanya Burhan.
“ Udah jarang Uda.”
“ Kenapa ?
“ Yuni aib sama Allah. Masalah hidup Yuni lantaran pilihan hidup Yuni sendiri. Sementara kasih sayang Allah terlalu melimpah.”
Burhan membisu saja. Tanpa ingin membahas lagi kasus Yuni. Karena kasus Yuni dari dulu ialah beliau tidak pernah bersikap menentukan jalan hidupnya dangan ikhlas. Makanya beliau selalu cepat bertindak pragmatis. Burhan harus mengarahkan Yuni untuk benar benar bisa menentukan jalan hidupnya. Dan itu hanya Yuni yang bisa melakukannya. Burhan hanya bisa membantu dengan mengurangi perilaku intervensi nya yang berlebihan menyerupai sebelumnya.
" Uda, gimana?
" Gimana apa?
" Apa yang harus Yuni lakukan?
" Kamu bisa buka usaha lain untuk mengisi kesibukan. Kan kau ada uang dari saham yang kau serahkan ke aku. Sampai kini kau belum ambil uangnya di kantor. Ambillah , itu hak kamu. Pakailah uang itu untuk usaha kau sendiri"
" Tapi Uda ikut ya dalam usaha itu ya"
" Untuk apa?
" Ikut aja, Uda."
" Itu sama saja kita jadi kawan lagi"
" Engga. Uda jadi mentor Yuni aja. Kan saham uda kecil. Biar Yuni yang setor semua"
Burhan membisu sambil melirik kearah Yuni yang mengejar arah matanya " Mau ya" kata Yuni dengan tersenyum sipis.
“ Yun, untuk jadi mentor tidak harus jadi mitra. Ya, kan. Makara sahabat itu lebih tinggi di bandingkan korelasi kemitraan bisnis. Kamu harus berguru menjadi diri kau sendiri. Sudah saatnya kau tentukan perilaku untuk jauh dari bayang bayang aku. Kita tetap bersahabat. Aku akan selalu ada di kala kau memang membutuhkan aku. Seperti kini ini, kan. Aku ada di samping kamu.”
Yuni terdiam. Dia kembali merebahkan dirinya di sofa. Tak berapa usang beliau sudah tertidur. Burhan menyelimuti tubuh Yuni, sambil mengusap kening Yuni. “ Kamu perempuan besar lengan berkuasa Yun. Kamu tahu bagaimana seharusnya menuntaskan hidupmu. Aku akan berusaha menjadi penonton yang baik, sembil berdoa untuk mu. Bukan saya penolong mu tapi Tuhan. Dekatlah kepada Tuhan, dan kau akan tahu betapa bernilainya dirimu untuk kau syukuri sepanjang usia. Ya sayang..” Kata Burhan berbisik. Kemudian melangkah keluar rumah. Senja telah berlalu, malam datang. Besok fajar akan kembali menyapa. Akan selalu ada harapan gres dan kemuningkan gres , untuk Yuni tentunya.
***
Dermaga besar yang teramat sabar, bentangan bahari memanjang hingga ke penjuru ingatan, ke palung kehilangan, ke bahari kasmaran. Sesungguhnya, ada banyak dongeng di Kowloon atau Tsim Sha Tsui, East. Bukan hanya sepasang kekasih yang duduk di besi dermaga untuk menunggu senja, tapi juga kisah-kisah lain manusia. Semua itu ialah cerita. Tapi pemandangan Dermaga, senja, dan sepasang kekasih mungkin akan menjadi dongeng yang paling dramatis. Bisa saja sepasang kekasih itu pada kesudahannya akan berpisah, tapi masing-masing dari mereka tak bisa menghilangkan kenangan ketika duduk berdua di dermaga. Seakan-akan mereka sedang mengabadikan cinta dalam hitungan detik terbenamnya matahari. Lalu pada suatu waktu si lelaki akan sengaja kembali ke tempat itu, duduk di sana, demi mengenang perempuan itu atau bisa saja kisahnya di balik. Meski mungkin si perempuan tak kembali, alasannya ia merasa tersakiti jikalau harus melihat senja di dermaga itu lagi.
Tetapi, kapal akan tetap melintas, tepat ketika senja, ketika matahari bulat di ujung laut.Ya, sebentar lagi, sebuah kapal akan melintasi teluk itu. Sungguh suasana yang romantis, seorang kapten kapal yang bertugas di kapal itu sedang membayangkan kapal yang di kemudikannya sebentar lagi melintasi teluk, kemudian ia akan membunyikan peluit keras-keras, nguooongngng, hingga ia pun teringat dengan kekasihnya di masa lalu; seorang perempuan penggemar senja.
”Bertahun tahun saya berimajinasi Uda menjadi kapten, dan membawa kapal yang melintasi teluk tepat ketika senja.”
”Kamu ingin saya jadi kapten kapal?”
”Ya. Menjemput ku yang setia menanti di kala senja” Mata sipit Yuni melirik kearah Burhan” Tidak mungkin ya Uda ?” Matanya layu jatuh ke tanah.
”Aku telah mencoba tapi tidak pernah berhasil Yun. Maafkan aku. Persahabatan kita terlalu indah untuk dibatasi oleh forum perkawinan.”
”Uda akan selalu dalam pikiranku, selalu.”
”Cinta sudah cukup tepat bila kita punya ruang untuk membuatkan dan peduli.”
" Apakah cukup cinta yang Uda maksud itu? Untuk ku? Sepanjang angin akan berembus, pertanyaan menyerupai itu seolah tak ada gunanya. ”Cinta yang uda maksud tidak membuat Uda merindukanku. Uda hanya peduli dan selalu ada untuk Yuni , untuk melindungi Yuni, menghapus air mata Yuni. itu aja. Sementara cinta yang kumaksud ialah merindukan. Selalu ?” Kata Yuni.
Burhan hanya diam. " Rindu hanyalah sebatas keinginan. Apa pun selebihnya ialah milik Tuhan!Apalah saya untuk bisa mempunyai sehingga selalu merindukan. Bahkan terhadap diriku saja saya tak berdaya. Kalau sakit ya sakit aja walau begitu kerasnya menjaga disiplin biar tetap sehat. "Kata Burhan kemudian sambil menatap kearah dermaga.
“ Ini terakhir saya menanti senja. Satria itu telah tiba kemarin. Besok besok ia akan melamarku.” Akhirnya hingga juga sebuah perilaku dari Yuni. Menentukan pilihan yang ketiga kalinya dalam hidupnya. Dia yakin tidak ada pilihan yang tepat namun dengan menentukan beliau mengakui kelemahanya sebagai insan yang tidak sempurna. Andi sudah menentukan perilaku dengan menceraikan istrinya yang memang tidak pernah ada titik temu untuk berdamai. Rasa hormatnya akan pribadi Yuni telah membuatnya punya keberanian melamar Yuni jadi istri.
“ Siapa kapten itu ?
“ Bukan Uda yang pasti. “ Kata Yuni dengan mata sipitnya yang sendu.
“ Siapa ?
“ Andi Ng. Dia telah mengabarkan bahwa beliau berani mengambil keputusan untuk memperistriku”
“ Akhirnya berlabuh juga kau di dermaga harapan. “
“ Ya. Aku lelah menanti senja, menanti kapten kapal menjemputku, yang kesudahannya hanyut dibawa angin malam. Dia bukan si kapten yang saya imajinasikan namun dengannya saya bisa menghapus warna warni imajinasiku, ihwal Uda.”
“ Aku tetap sahabatmu. Kapanpun kau merindukan ku, yakinlah saya selalu di hatimu. Setidaknya saya ada pada Yuli. Dia akan menjadi malaikatmu di usia senjamu.”
“ Terimakasih Uda. Terimakasih untuk segala galanya. Yuni tidak akan ambil uang dari saham yang Uda hibahkan ketika kita mendirikan Holding. Di hadapan Yuni , Uda terlalu berharga di bandingkan uang yang Uda berikan untuk 20% saham itu. Tabungan Yuni hasil dari deviden, bonus dan honor selama berkerja dengan Uda, lebih dari cukup untuk seorang istri pilot. “
“ Baik baik selalu sayang. Jaga dirimu ya” Kata Burhan dengan senyum tertulus.
“ Ya, Uda. “ Kata Yuni dengan air mata berlinang. “ Yuli bersikap jelas. Dia tidak mendukung keputusan Yuni untuk menikah. Dia menentukan untuk tetap bersama Uda. Jaga Yuli ya Uda.”
" Aku sudah berusaha meyakinkan Yuli untuk mengerti kamu. Bahwa kau butuh suami yang akan melengkapi hidup kamu, menuju sorga yang di janjikan Tuhan. Tapi, tabah ya Yun, semoga berjalannya waktu , Yuli bisa berdamai dengan kenyataan. Tentu. Tentu, akan saya jaga Yuli menyerupai saya menjaga nilai nilai persahabatan kita. “
" Sifat Uda lebih secara umum dikuasai pada diri Yuli. Entah kenapa pandangan hidupnya ialah pandangan Uda. Termasuk beliau merasa nyaman ketika Henry dekat dengannya.
" Hubungan Henry dengan Yuli hanyalah korelasi orang dewasa. Henry laki-laki lajang yang baik dan cerdas. Dia juga dari keluarga miskin yang yatim sedari kecil. Henry di besarkan oleh kakeknya."
" Mengapa Yuli hingga dekat dengan Henry, Uda?
" Yuli ambil jurusan Financial and banking dan Henry alumni Harvard yang jurusannya sama dengan yang di ambil Yuli di Universitas. Mungkin chemistry intelektual mereka sama makanya bisa nyambung. Beri Yuli kepercayaan untuk menentukan sendiri hidupnya. Kita akan awasi beliau biar tidak terjerumus. Dan lagi Henry sangat menghormati Yuli, bahkan terkesan walau dekat masih menjaga jarak. Karena Henry tahu siapa Yuli, putriku. Tenang aja"
Terdengar getaran telepon genggam Yuni, dan melirik Burhan “ Andi Ng, sudah di loby. Jemput Yuni untuk makan malam. Besok Yuni ke London bersama Andi. Karena Andi ingin bicara dengan Yuli.”
“ Ok. Silahkan Yun. Aku kembali ke apartement ku.” Kata Burhan sambil tersenyum. Yuni menyalami Burhan sambil mencium punggung tangannya. “ You always my man, my dearest. You were always on my mind..” Kata Yuni lirih ketika Burhan melangkah menjauh menjemput malam. Senja berlalu dan beliau biasa pergi meninggalkan senja, tanpa beban. Semua berawal lantaran Tuhan dan berakir lantaran Tuhan.
***
Han, entah mengapa saya ingin berkirim surat kepadamu. Lewat email ini segala hal gampang di sampaikan, dan kali ini saya tidak akan menyebut “ Uda” tapi Han. Ya cukup Han saja. Karena kau kini benar benar sudah jadi sahabatku. Tidak ada ikatan apapun secara bisnis. Secara emosi ada dinding tebal memisahkan kita lantaran statusku sebagai istri orang. Sehingga tidak memungkinkan kita bersedekat menyerupai dulu, mustahil lagi ya kan, Han
Han, seperti biasa, ia tak menoleh ketika saya menggeliat mengeluarkan bunyi manja. Aku pun bangkit. Kubiarkan selimut yang semula menempel di dada kesudahannya terjatuh. Dingin memang. Tapi itu justru memberiku cukup alasan untuk bersegera merangkak mendekatinya dan menekankan payudaraku ke punggungnya. “Sudah terbangun cukup lama?” tanyaku. Ia masih saja tak menghiraukanku dan tampak asyik membaca buku tebal.
***
***
Aku dan Andi Ng pertama kali bertemu dua tahun yang lalu. ketika itu saya sedang resah lantaran keputusanmu Han, menempatkan Yuli ke asrama di Singapore. Dalam keadaan menyerupai itu, di dalam pesawat , sang pilot dengan simpati menyampaku. Dan saya lebih senang lagi, lantaran rupanya pilot itu tertarik kepadaku—bisa kupastikan itu dari tatapan matanya. Ia meminta nomorku yang bisa ia hubungi. Kuberikan Business card ku dan diapun memberi ku.
Beberapa jam sehabis kami berpisah malam itu, ia mengirimiku SMS. Dua hari kemudian, ia meneleponku. Lima hari setelahnya, ia menyampaikan ingin sekali bertemu denganku. Maka kubilang, “Ke sinilah. Mungkin kita bisa sekalian ngobrol-ngobrol dan kau bisa memberitahuku bagaimana caranya mengendalikan pesawat di tengah badai.” Rupanya, ia menanggapi perkataanku itu dengan serius. Pada hari kedelapan belas semenjak pertemua itu kami bertemu di Cafe, plaza Senayan. Ada rasa tersengat, tentu saja, melihat sosoknya itu berdiri di hadapanku. Singkat kata kami pun berbicara ihwal banyak sekali hal
“Aku menyukaimu dan ingin kembali bertemu denganmu,” katanya besok harinya, Aku tersenyum. Dua bulan sehabis ketika itu ia tiba lagi, dan kami berdiskusi banyak hal. Mungkin yang tak beliau minati ialah business. Selebihnya beliau menyenangkan, Han. Di salah satu malam yang kami lalui bersama, saya pernah menanyakan padanya bagaimana sesungguhnya perasaannya padaku.
Ia bilang, ia menyukaiku, tapi tak lebih dari itu. Tak bisa.
“Kenapa?” tanyaku.
“Karena saya sudah mempunyai seseorang,” jawabnya. “Dan beliau ialah istriku dengan dua anak,” lanjutnya.
Aku pun mengerti. Ia sempat cemas dan bertanya apakah kejujurannya itu mengusikku. Kujawab dengan senyum percaya diri. Pada malam selanjutnya ia memberiku sebuket mawar merah dan beberapa buku. “Ini untuk mengurangi rasa bersalahku,” katanya. Kukatakan bahwa itu tak perlu, alasannya saya sama sekali tak pernah menganggap ia bersalah. “Tapi saya merasa bersalah,” desaknya. Makara kuterima saja.
Namun rupanya itu memberinya peluang untuk menciumiku di bibir, saya mengelak. Di pipi, akupun mengelak. Di leher, di bahu, saya mundur dengan perasaan tersinggung.
“Kamu tahu, kurasa saya mulai mencintaimu,” ucapnya.
“Apakah itu berbahaya?” tanyaku.
“Sangat,” jawabnya.
Namun lagi-lagi rupanya itu tak menghentikannya untuk mencoba menciumiku tapi tetap saya tolak, yang kesudahannya saya kehilangan respect terhadapnya. Bukannya saya munafik melepaskan kesempatan di cumbui laki-laki hebat, apalagi saya sudah menjanda lama. Bukan, Han. Aku hanya ingin korelasi yang tulus, bukan lantaran kencantikan wajah atau kulitku yang putih bersih, Bukan. Tapi saya tidak melihat ketulusan itu.
***
Berbulan bulan lamanya semenjak ketika itu kami tak berkomunikasi melalui telepon maupun SMS. Kukira ketika itu ia kesudahannya menetapkan untuk berhenti dan mulai sepenuhnya mempersiapkan diri untuk membangun kembali rumah tangganya yang retak berderak. Akan tetapi, suatu pagi, ia membangunkanku, dan menyampaikan betapa ia merindukanku dan tak bisa berhenti memikirkan ku.
“Aku juga,” kataku, yang kemudian kusesali.
Beberapa hari setelahnya kami kemudian bertemu. Kali itu saya yang mendatanginya di Singapore. Konyolkan, Han. Hanya sejengkal dengan apartement tempat istri dan anak anaknya tinggal. Dalam pertemuan di sebuah cafe di Mandarin Hotel, awalnya kami berdiskusi hal yang sederhana. Tapi kesudahannya saya meminta pendapatnya ihwal laki-laki yang punya aksara menyerupai kau , Han. Kamu tahu Han, apa pendapatnya? Dia menyampaikan bahwa laki-laki tersebut secara GEN tidak punya sifat pendendam, yang tentunya tidak bisa membeci, apalagi sakit hati. Pria menyerupai ini, beliau tidak akan paham arti menyayangi menyerupai yang kita persepsikan. Dia tidak akan merindukan siapapun, dan tidak merasa takut kepada siapapun. Kalau beliau memberi, lantaran itu memang secara pantas beliau harus memberi. Kalau beliau melindungi , itupun biasa saja. Tidak ada alasan melodrama yang kita harapkan dari perilaku kelembutan kasihnya.
Kalaupun beliau menikahi perempuan , itu bukan lantaran beliau ingin mempunyai perempuan menyerupai laki-laki Artikel Babo yang merasa unggul menaklukan hati perempuan dengan kegantengan dan harta, atau kata kata. Baginya menikah ialah perintah Tuhan. Itu saja. Apapun yang beliau lakukan kepada istri dan anak anaknya , itupun lantaran alasan Tuhan. Dia tidak akan memanjakan mereka, namun selalu ada ketika hal yang penting harus di adakan. Dia tidak perlu merindukan semua hal sehingga merasa kawatir berlebihan. Hidupnya terkesan datar saja. Tanpa gelombang. Dalam bisnis juga begitu. Tak lebih. Kalau deal menguntungkannya , tidak akan membuat beliau euforia. Kalau rugi , atau bahkan melarat , tidak akan membuat beliau hancur. Mengapa ? Berapapun keuntungan bertambah, tidak akan membuat beliau kehilangan dirinya. Harta beliau perlukan tapi itu hanya option. Sama halnya dengan sex, itu juga option. Kalau ada , yang di pakai seperlunya dan kalau engga ada, diapun bisa melupakan, Namun caranya selalu berdasarkan standar nya sendiri sesuai agama yang beliau yakini. Jangan kau bayangkan beliau bisa membeli sex untuk kepuasannya dan membeli barang bermerek untuk memuaskan egonya. Tidak mungkin.
“ Begitukah pemahamanmu ihwal laki-laki yang kumaksud” Tanyaku kepada Andi.
“ Ya. Aku pernah baca buku psikologi ihwal insan yang punya kepribadian menyerupai itu. Kadang orang salah duga bahwa beliau punya ke pribadian ganda, menyerupai bunglon. Karena beliau bisa bersikap humanis sebagai sahabat dan bisa juga sebagai petarung ketika berbisnis. Sebenarnya, karakternya satu saja. Dia memakai kebijaksanaan dan hatinya ketika bersikap. Yang membuat beliau terkesan aneh, ialah di akalnya tidak ada storage informasi ihwal dandam dan benci. Memang GEN sebagai cetak biru kehidupannya tidak ada buku yang memuat bagaimana membenci dan dendam. Ya semacam kelainan jiwa. Kalaupun ada orang menyerupai itu, niscaya tidak banyak, atau mungkin tidak ada.”
Jangan murka ya Han. Aku tidak bilang bahwa itu aksara kamu. Aku berusaha mendebatnya, namun kesudahannya semakin membuat saya tercerahkan, ihwal alasan dibalik kebaikan demi kebaikan kau kepadaku. Aku mengangguk-angguk saja meski sesungguhnya begitu dongkol dan dalam hati terus bergumam: orang yang teguh dengan prinsipnya memang terkesan kelainan jiwa. Tapi bahwasanya kita sendiri yang tidak punya prinsip. Pragmatis. Sehingga menilai orang menyerupai itu, punya kelainan jiwa.” Ketika ketegangan sudah benar-benar menghilang, ia kesudahannya tersenyum, meraih tanganku, dan berkata, “Aku merindukanmu beberapa hari ini. Sangat.”
***
Han, Sejauh itu korelasi ku dengan Andi terkesan hambar. Namun ketika beliau sedang off, selalu sepanjang waktu itu ia habiskan berdua saja denganku. Kadang itu membuatku bertanya-tanya, apakah ia dan istrinya masih hidup serumah?
Suatu ketika kesudahannya kuutarakan keherananku itu padanya dan ia menjawab cepat, “Masih kok.” Sambil sesekali menatap mataku ia menjelaskan bahwa apapun yang telah terjadi di antara kami, ia tak akan mengubah keputusannya untuk menceraikan istrinya.
“Apakah kau mencintainya?” tanyaku.
“Tentu saja,” jawabnya, dengan raut muka menyerupai awan gelap yang memadat. Ketika kuungkapkan keherananku dengan sikapnya itu, betapa ia mengakui pernikahannya ialah takdir yang tidak sanggup beliau pikul, dan lantaran kasih Tuhan mengirim saya kepadanya. Ini pengkhiatan halal dan harus di maklumi sebagaimana ia menyampaikan sesuatu yang membuatku terdiam, “Ia tahu kok korelasi kita ini.” Lima detik, dua belas detik, kuhabiskan dengan ternganga.
“Benarkah itu?” tanyaku.
“Ya,” jawabnya.
Di setiap malam saya terus memikirkannya dan kesudahannya saya jadi tak bisa benar benar mencintainya. Dua ahad sehabis ketika itu, saya memberanikan diri untuk menemuimu Han, Ingat engga ketika kita di cork and screw, Plaza Indonesia, membicarakan soal hubunganku dengan Andi Ng. Sebenarnya, Andi sudah semenjak usang mewanti-wanti biar saya tak mencoba-coba menemui mu membicarakan korelasi dengannya. Tapi saya sudah memikirkannya masak-masak selama dua ahad dan kusimpulkan bahwa hari-hariku tak akan tenang jikalau saya dan kau tak bertemu. Maka, ketika pertemuan riskan itu terjadi, besar harapanku kau menawarkan pernyataan yang entah bagaimana bisa menghapuskan kegelisahanku.
Ternyata, yang terjadi ialah benar adanya. Kamu menasehatiku untuk tabah dengan penuh maklum bahwa saya bukanlah perempuan pertama yang pernah di cintai Andi Ng. Sebetulnya jawabmu tidak begitu penting. Namun, Han, ketika itu saya membayangkan kau menasehatiku untuk tahu resiko mencintaimu dan berharap menjadi istrimu. Yang terang saya tak akan sanggup memenuhi syarat menyerupai yang kau tetapkan. Kamu jujur tapi Andi Ng, tidak bisa jujur.
Sejak ketika itu, saya sebisa mungkin menghindari pertemuan dengan Andi Ng. Alasan demi alasan kuberikan. Rindu demi rindu saya simpan. Hingga akhirnya, pertemuan kembali tak terhindarkan.
“Menurutmu, apakah saya ini orang yang setia?” tanyanya.
Aku terpaku, lantas menggeleng.
“Entahlah,” kataku. “Kau bilang apapun yang terjadi di antara kita, istrimu akan diceraikan. Kurasa, itu suatu wujud ketidak kesetiaanmu “. Tapi kamu…”
“Terus meyakinkanmu ?” potongnya.
“Ya,” jawabku.
Ia diam, beberapa detik.
“Bukankah itu suatu wujud kesetiaanku padamu, bahwa perceraian itu terjadi lantaran tekadku menawarkan diriku padamu?”
Giliranku yang terdiam. Benarkah itu? pikirku. Dan senyum di wajah Andi Ng itu menyerupai berkata, “Ya.”
Maka saya pun tak lagi ambil pusing dengan semua itu. Biarlah ia kelak bercerai dan kami akan menikah. Biarlah ia terus menyampaikan padaku bahwa seseorang itu baik-baik saja dan perkawinan kami tak akan melukai siapapun.
***
***
Satu hal kutanyakan, “Tidak kah kau ingat kenangan malam pertama dengan istrimu. Menerobos selaput virgin nya. Apakah itu tidak ada artinya lagi kini?” Ia menjawab, “Malam itu, kami sama sama menikmati.Biasa saja” Oh.. Aku pun tampaknya mengerti mengapa sehabis malam pertama dengannya , ketika saya terbangun beliau asyik dengan bukunya. Sepertinya tidak ada arti korelasi intim suami istri ini. Atau mungkin baginya korelasi intim ialah mutual benefit lantaran mutual orgasm. Artinya beliau hanya anggap korelasi intim hanyalah bisnis. Padahal banyak hal yang ingin kubicarakan dengannya , ihwal rencana kesibukanku selama beliau terbang, ihwal Yuli yang terus kau tanggung biayanya. Apalagi Han, sehabis bosan membaca dan matanya mengantuk, beliau mematikan lampu, tidur memunggungiku. Itu kehidupan perkawinanku kini, Han.
Benar katamu, Han, memang tidak ada korelasi yang tepat namun rasa hormat tidak boleh hilang. Bukankah kita hidup berjuang untuk kehormatan diri di hadapan insan dan Tuhan. Rasa hormat itu tidak kutemukan dari Andi Ng. Sementara bertahun tahun saya bersama mu, Han, walau bukan istrimu saya mendapatkan rasa hormat. Persahabatan yang kau maknai memang menempatkan rasa hormat yang harus di bayar dengan kelapangan hati untuk mengerti satu sama lain. Tidak Han , saya harus akhiri perkawinan ini...
Benar katamu, Han, memang tidak ada korelasi yang tepat namun rasa hormat tidak boleh hilang. Bukankah kita hidup berjuang untuk kehormatan diri di hadapan insan dan Tuhan. Rasa hormat itu tidak kutemukan dari Andi Ng. Sementara bertahun tahun saya bersama mu, Han, walau bukan istrimu saya mendapatkan rasa hormat. Persahabatan yang kau maknai memang menempatkan rasa hormat yang harus di bayar dengan kelapangan hati untuk mengerti satu sama lain. Tidak Han , saya harus akhiri perkawinan ini...
***
Seindah apakah senja yang mengendap perlahan-lahan di permukaan bahari sehingga tampak air yang hijau itu berangsur-angsur berwarna warni akhir pantulan cahaya lampu reklame yang berjejer di atas gedung daerah causeway bay Hongkong. Sesedih apakah perasaan kala melihat senja itu lewat jendela apartemen Harbour Horizon view , Kowloon? Sepanjang angin akan berembus, selalu ada dongeng ihwal perempuan kesepian, senja yang menunggunya dalam waktu yang serba sebentar, kemudian keheningan pun terjadi meski sesungguhnya seruling kapal ketika melintasi harbour itu bisa terdengar hingga ke batas langit, atau ke dasar laut.
”Aku melihat senja, kemudian memikirkan Uda.” Ucap Yuni pada Burhan. Mereka keluar dari apartement, di sore yang cerah, di tepi dermaga. Keduanya duduk di korsi taman pinggir Harbour , menikmati embusan angin dan melihat kapal berlalu-lalang masuk dan keluar pelabuhan. Akankah Burhan masih paham ihwal Yuni menunggu senja yang dimaksud. Mungkin saja Burhan tak pernah memperhatikan bagaimana bentuk senja semenjak ia menetapkan menikahi istrinya.
”Uda tahu kenapa saya memikirkan Uda setiap kali melihat senja?” tanya Yuni.
Burhan tak menjawab, toh sebentar lagi niscaya Yuni menjawab pertanyaannya sendiri.
”Karena senja menyerupai diri Uda, keras dengan mata elang tapi menyenangkan. Sangat menentramkan, walau bisa kapan saja bagaikan elang terbang menembus cakrawala dan muncul tiba tiba dari balik awan menyerang dengan akurasi tinggi. Dingin tanpa emosi. ” Kata Yuni seakan mencoba mendiskprisikan seorang Burhan di hatinya.
”Yuni tetap suka berada di sini meski Uda membisu saja.” Kata Yuni
Begitukah?
Burhan memang masih diam.
”Kalau tidak ada Uda, niscaya senja membuatku merasa ditimbun lara. Dengan bersama Uda, entah mengapa selalu ada harapan. Angin senja selalu setia memberikan pesan rinduku”
Sepanjang angin berembus, Yuni terus berbicara. Tapi hari masih belum menuju malam pekat. Belum waktunya pulang, beberapa burung kecil duduk di besi dermaga kemudian terbang lagi. Malam belum datang, dan kebersamaan ini janganlah cepat berlalu.
”Benarkah ada imajinasi yang selalu tiba ketika senja?” tanya Burhan. Mungkin ia gusar dengan cara Yuni selalu menikmati keheningan senja.
”Tentu saja.”
”imajinasi apa? Imajinasi cinta?
”Ah, bukan. Jangan terlalu klise, Sayang.”
”Lalu?”
”Hanya imajinasi saja.”
”Pasti ada visualnya. Bahkan anak Taman Kanak-kanak saja punya visual imajinasinya. Sampaikanlah. Aku ingin dengar"
” Dari langit akan ada burung besi di kendarai kesatria menjemput putri yang selalu menanti di jendela kamarnya"
”Ya. Terus ..."
”Ah sudahlah ..."
Kenangan lagi. Seperti diksi yang luar biasa picisan, namun kadang sepasang kekasih bisa mengorbankan apa saja untuk sesuatu yang picisan, bahkan pembicaraan selanjutnya menyerupai tak akan menyelamatkan mereka. Kecuali waktu yang terus susut, jam terpojok ke angka 7. Senja turun, ada kapal yang melintas di teluk itu.
”Mungkin kita harus pindah tempat, kembali ke apartement” Ucap Burhan
”Tidak. Dari sini kita bisa melihat senja.”
”Tapi kini terasa dingin.”
”Tapi kalau kita pindah, nanti Yuni susah memikirkan Uda dalam bentuk yang menyerupai ini.”
Tentu saja.
***
Burhan pernah berkata " menyayangi satu hal namun perpisahan ialah takdir, namun anehnya banyak orang siap jatuh cinta namun tidak siap ketika harus berpisah. Seakan bila sudah menyayangi maka itu kavlingnya yang syah sebagai miliknya. Padahal tidak ada insan berhak atas hidup ini kecuali Tuhan” Kini Yuni sanggup meklumi kata kata bijak itu. Tidak ada yang tahu niscaya kapan panah cinta itu melesat tanpa bisa menghindar dan kesudahannya panah cinta itu tidak bisa lepas dari jantung hatinya. Hingga hingga pada keputusan melanjutkan korelasi hingga ke mahligai rumah tangga. Itu yang kini di rasakan oleh Yuni. Dia tidak tahu bagaimana beliau bisa jatuh cinta dan berbahagia ketika Andi Ng melamarnya. Bagaimana hingga beliau tidak menyadari resiko atas pilihannya menjadi istri seorang duda yang gagal membangun rumah tangga? Memang cinta bisa mengaburkan kebijaksanaan , dan hati menuntun orang kepada takdirnya. Maka yang terjadi, terjadilah.
Begitu banyak orang berumah tangga tapi mereka tidak harus menuntaskan masalahnya dengan perceraian. Walau ada berakhir dengan cerai namun itu tidak banyak. Dan Yuni termasuk yang segelintir orang yang menuntaskan kasus dengan perceraian. "Coba perhatikan baik baik, " kata burhan dalam email balasannya kepada Yuni " apakah kau kira suami istri yang selalu bergandengan tangan itu lantaran korelasi mereka hebat ? Tidak! Mengapa ? Mereka hanya cerdas menghadapi kebersamaan itu. Kamu kira Bar penuh sesak setiap hari oleh orang orang bahagia? Tidak. Mereka ialah para laki-laki dan perempuan yang punya banyak kasus dan Bar ialah tempat mereka lari dari kasus barang sejenak, untuk kemudian kembali menghadapi masalah. Ya, semacam recharge. Kamu kira gereja dan masjid ramai di kunjungi orang lantaran mereka orang Tabah ? Tidak juga. Mereka tiba ketempat ibadah sebagai tempat mengalihkan masalah, lantaran mungkin pendapatan lebih kecil dari pengeluaran, istri yang bawel, suami yang jarang pulang, karir yang mentok, bisnis yang lesu, jomblo, dan lain sebagainya. Barang sebentar di tempat ibadah itu bisa melupakan semuanya, untuk kembali ke dunia aktual dengan harapan baru. Ya semacam recharge juga. Yang niscaya orang bisa bertahan lantaran dalam kehidupanya banyak caramenemukan cara cerdas untuk bebas dari kasus walau itu hanya sejenak. Namun sejenak itu sudah cukup me recharge power nya.
Di kehidupan ini Yun, tidak ada korelasi yang sempurna. Yang ada ialah orang orang cerdas menghadapi kasus untuk mereka berdamai. Manusia selalu punya cara berdamai dengan kenyataan selagi beliau sadar bahwa beliau tidak akan pernah menemukan dan mencicipi sesuatu menyerupai yang beliau mau. Mungkin kau bisa dapatkan suami kaya tapi kurang waktu kebersamaan. Mungkin ada yang miskin yang selalu punya waktu melimpah untuk keluarga namun tidak cukup uang untuk memenuhi kewajibannya sebagai suami. Atau bisa juga tidak punya waktu dan juga uang namun beliau sebagai suami yang penyabar dan mau mencuci celana dalam istrinya ketika sakit. Akan ada selalu sisi baik dan jelek di setiap orang. Akan ada benturan di setiap rumah tangga. Mengapa? Karena begitulah cara Tuhan membuat kehidupan ini. Agar insan sadar bahwa mereka bukan siapa siapa kecuali makhluk hidup yang di design oleh Tuhan tidak sempurna. Yang tepat hanya Tuhan. Karena itu insan harus mendekat kepada Tuhan biar ketidak sempurnaannya membuat beliau rendah hati dan pandai bersyukur di situasi apapun. Pahamkan sayang "
Yuni acap tersenyum bila ingat nasehat Burhan. Selalu rasional dan membumi tanpa kesan menggurui , apalagi berpikir utopia. Lantas bagaimana seharusnya kehidupan cinta itu? Inilah kata Burhan lewat email " Saya katakan bahwa kalian berdua tidak pernah saling mencintai. Kalian berdua hanya menyayangi diri sendiri. Sehingga sulit sekali bersatu ketika harapan dan harapan tidak tercapai. Ketahuilah oleh mu bahwa Cinta itu ialah menyadari bahwa realitas lebih baik daripada mimpi dan berjuang untuk saling mengerti melewati hari hari dengan saling memperbaiki . Memang pahit. Karena kau harus menari menyerupai orang lain tidak menontonnya. Menyanyi menyerupai orang lain tidak pernah mendengarnya. Tersakiti menyerupai kau tidak pernah terluka karenanya. Hidup menyerupai layaknya kau tidak pernah tahu apa itu sorga. Dan itu hanya mungkin berbuat dan berkorban satu sama lain tanpa pernah bertanya mengapa. Kalian saling mengetahui sebuah alasan mengapa kalian harus bersama..”
Itulah cinta yang Burhan maknai.? Sampai kini Yuni tidak tahu cinta yang dimaknai Burhan. “Menurutku cinta itu tidak perlu didefinisikan. Sekuat apapun kau ingin meraih harapan cinta maka kau akan menghadapi ujian dengan derita hingga kau tidak lagi berpikir ihwal mimpi tapi sebuah kenyataan yang harus kau lalui dengan rendah hati, tanpa kebanggaan, tanpa merasa saling ingin memiliki, ingin menguasai. Mengapa ? Karena pemilik cinta itu ialah Tuhan. Bila korelasi lantaran Tuhan maka cinta tidak lagi dimaknai dengan mimpi indah tapi kenyataan yang harus dilewati dengan semangat memberi dan ikhlas.Tak penting siapa memanfaatkan siapa..Dia sanggup bisa mengerti.
Yuni teringat kata katanya kepada Burhan "Aku merasa nyaman ketika saya melangkah Uda memegang tanganku untuk memastikan saya tidak terjatuh dan saya mengkawatirkan kebiasaan Uda yang selalu lupa makan siang lantaran kesibukan".Burhan tersenyum. "itu sebabnya hingga kini kita selalu bersama sebagai sahabat,ya kan”..Kata Burhan. Tak terasa 15 tahun kebersamaan lantaran satu sama lain tidak merasa saling mempunyai tapi saling menjaga dan memaafkan kekurangan untuk saling memaklumi selalu, selanjutnya nrimo lantaran Tuhan
Menurut Yuni nasehat Burhan ihwal cinta ini tidak seratus persen beliau terima. Kecuali beliau terlahir tanpa Gen benci dan dendam. Imbal balik seharusnya diakui oleh masyarakat Modern. Orang berbuat baik akan mendapatkan tanggapan baik. Orang jahat harus membayar kejahatan nya. Masalahnya , berdasarkan Burhan, siapa yang menentukan ukuran baik dan jahat itu ? Kalau insan yang menentukan maka siap siaplah kecewa bila kebaikan berbalas kejahatan. Kejahatan mendulang kemenangan. Makara bagaimana seharusnya ? Jangan menghakimi orang dari perbuatannya. Kalau tidak baik dan merugikan kita ya bersabar. Kalau bagus , jangan di puji. Syukuri saja kalau itu berdampak bagus untuk kita. Karena selalu setiap perbuatan ada alasan dan dibalik alasan itu selalu ada niat. Yang tahu niat seseorang itu ya hanya Tuhan. Tugas kita hanyalah berprasangka baik. Itu aja. Namun Yuni tetap sulit mendapatkan cara berpikir Burhan.
***
Proses perceraian sedang berlangsung. Selama itu Yuni kembali ke Jakarta. Tidak ingin mengabarkan kepada Burhan ihwal keputusannya bercerai telah di eksekusi. Yang beliau tahu dari e-mail , Burhan menasihatinya menyerupai nasehat yang sering beliau dengar. Ini kasus hidupnya. Burhan bisa saja nyaman dangan perilaku hidupnya tapi tidak bagi Yuni. Hidup hanya sekali, terlalu bodoh bila harus menderita lantaran cinta kepada seorang laki-laki yang untuk menaruh hormat kepada istri saja tidak bisa.
Di Jakarta keseharian Yuni di habiskan bersama dengan sahabat sahabat lamanya. Dia berusaha mengalihkan masalahnya , larut dengan kebiasaan sahabat temannya, termasuk berjudi kelas teri. Hanya sekedar have fun. Kadang mereka menyewa apartement atau kamar hotel untuk main mahyong. Waktu terbuang begitu saja tanpa terasa. Kadang tertawa dengan cetusan kata yang tak senonoh. Kadang cemberut ketika setiap putaran kalah. Kebiasaan ini menjadi mengasyikan dan membuat beliau benar benar melupakan perceraiannya, dan tentu melupakan Burhan. Yuli , putrinya sudah jarang beliau telp .Karena merasa yakin Yuli akan baik baik saja di London, apalagi sudah ada pangeran gagah yang setia menjaganya. Biaya Yuli sepenuhnya di tanggung oleh Burhan.
***
“ Papa “ terdengar bunyi Yuli di seberang. Burhan menerimanya ketika sedang dalam perjalanan pulang kerumah. Ketika itu jam membuktikan pukul 11.30 malam.
“ Ada apa sayang?
“ Tolong mama”
“ Kenapa dengan mama kau ?
“ Mama di tahan polisi,barusan aja mama telp”
“ Di tahan? Kenapa ?
“ Di grebek lantaran pesta dan judi di apartement.”
“ Baik, kini papa telp mama kamu” Kata Burhan segera mematikan telp.
Cukup usang telp Burhan tidak diterima oleh Yuni, namun kesudahannya diangkat.
“ Ya Uda”
“ Dimana kau sekarang? Kata Burhan tegas.
“ Di Polres.”
“ Aku akan urus kau sekarang.”
Burhan segera matikan telp. Dia segera menghubungi lawyer nya menjelaskan kasus Yuni yang sedang di kantor Polisi “ Bud, tolong urus Yuni. Pastikan besok pagi beliau ketemu saya di Pullman Hotel, Central Park.”
“ Baik, Pak. Segera saya urus malam ini”
Burhan segera menghubungi temannya di Kepolisian biar membantu Yuni.Tak berapa usang temannya menjelaskan bahwa Yuni hanya di tanyain saja. Tidak akan di penjara. Target polisi bahwasanya ialah operasi narkoba. Setelah test urine tidak ada bukti, Yuni sudah bisa pulang keesokan paginya. Beberapa temannya terpaksa mendekam dalam penjara untuk proses ke pengadilan
Jam 10 pagi Yuni sudah ada di Hotel Pullman. Dia nampak pucat ketika melihat Burhan menantinya di loby.
“ Uda..” Kata Yuni dengan air mata berlinang. “ Maafkan Yuni, uda. Maafkan..” Kata Yuni memegang lengan Burhan berharap Burhan memaklumi keadaanya.
“ Ibu macam apa kamu? Inikah yang akan kau contohkan kepada putri kamu? Rubah perilaku hidup kamu.!” Kata Burhan menatap cuek kearah Yuni “ Pulang kau sekarang. Mandi yang bersih. “ Burhan menahan geram. Yuni membisu dengan air mata berlinang.
“ Bud, antar beliau pulang. Pastikan beliau hingga di rumah.“ kata Burhan kepada lawyer nya sambil melangkah ke arah restoran untuk breakfast dengan relasinya. Meninggalkan Yuni seorang diri membisu terpaku. Namun entah menganpa Yuni berlari kearah Burhan sambil memukul Burhan " Uda , jahat dengan Yuni. Yuni kehilangan segala galanya, suami, perusahaan, anak juga Uda ambil. Manusia macam apa Uda itu? jahat sekali" Kata Yuni histeris. Pengunjung hotel menatap kearah Yuni. Burhan menghadapi dengan tenang tanpa ada reaksi apapun atas perilaku Yuni. Namun mata Burhan menatap keras kearah Yuni sehingga mata Yuni terkulai.
" Tenangkan dirimu Yun. Semua akan baik baik saja. " Kata Burhan seraya memeluk Yuni.
" Yuni hanya butuh Uda maafkan Yuni, Itu aja"
" Aku engga pernah murka kepada kau Yun. Aku hanya engga suka dengan kelakuanmu."
" Aku sudah bercerai dengan Andi Ng, Uda." Yuni makin terisak dalam pelukan Burhan
Burhan menarik napas panjang sambil menoleh ke kiri seakan menahan keterkejutannya. Dia menyadari keadaan Yuni sedang ringkih " Yun, kalau kau punya masalah, kita bisa bicarakan. Akan selau ada solusi, sayang. Engga usah dengan cara hingga kau kena grebek Polisi. Nah pulanglah. Nanti saya temui kau di rumah. Kita bahas kasus kamu."
" Benar ya Uda. Yuni tunggu di rumah."
" Ya." Kata Burhan dengan tersenyum. Dan itu cukup membuat Yuni lega.
Yuni belalu dari Burhan. Dia melangkah berat sambil sebentar bentar menoleh ke belakang melihat Burhan yang masih berdiri melihatnya. Hati Burhan serasa terenyuh. Wanita besi yang kesudahannya lunak dan layu lantaran waktu. Semoga Yuni akan baik baik saja...
***
Sore itu Burhan tiba ke rumah Yuni. Pembantu membuka pintu pagar " Ibu sedang tidur di kamar semenjak siang tadi"
" Udah makan dia?
" Belum Pak. Sejak tiba Ibu eksklusif masuk kamar. Engga keluar lagi"
" Ya, sudah"
" Bapak mau makan?
" Engga. " Kata Burhan eksklusif masuk ke dalam ruang tamu. Dia duduk di sofa sambil nonton TV. Hanya lima menit sehabis itu, Yuni sudah keluar dari kamar.
" Uda, sudah lama? " katanya sambil tersenyum. Duduk di sebelah Burhan.
" Baru saja datang." Kata Burhan seraya membelai rambut Yuni.
" Kemarin malam Yuni takut sekali Uda. Engga bisa membayangkan Yuni akan di penjara. Sebetulnya Yuni mau Telp Uda, tapi takut Uda akan marah. Dan lagi memang engga ada keberanian. " kata Yuni sambil menunduk, tak berani menatap Burhan.
" Dan kau lebih berani Telp Yuli, putri kamu?
" Yuni takut Uda ..."
" Kamu hanya mementingkan diri kau sendiri. Seharusnya kalau kau benar sayang dengan anak kamu, tidak seharusnya beliau tahu kelakuan jelek kamu. Aku berusaha menjelaskan setiap alasan perilaku kau ke Yuli biar kau tetap idolanya. Tapi dengan kejadian semalam, apalagi yang akan saya sampaikan ihwal kau seorang ibu yang harus jadi panutannya."
" Maaf Uda."
" Aku sahabat kamu, Yun. Apakah ada kasus kau yang tidak saya selesaikan. Aku selalu ada untuk kau di ketika tersulit kau dan berusaha memaklumi kamu. Kapan saya murka sehingga melukai perasaan kamu? Apakah saya pernah menyakiti kamu?"
" Tidak pernah sekalipun Uda menyakiti Yuni. Baik phisik maupun perasaan . Tidak pernah. "
" Makara kenapa kau tidak hubungi saya ketika berurusan dengan polisi? Mengapa hubungi Yuli?
" Engga tahu Uda. Maafkan Yuni..."
Burhan terdiam. Terdengar isakan tangis Yuni. Burhan pergi ke toilet. Setelah kembali, Burhan kembali duduk di samping Yuni.
" Yun, tolong beritahu aku, apa yang harus saya lakukan biar kasus kau selesai. "
" Yuni engga tahu , Uda. "
Burhan terdiam. Di rangkul nya Yuni dari samping. Yuni merebahkan kepalanya di pundak Burhan. " kenapa ya Yuni jadi begini ?
" Kamu hanya lelah dengan semua kasus kamu, yang bahwasanya bukan kasus rumit tapi kau yang bikin rumit. "
" Maksud Uda" Kata Yuni menatap Burhan. " jelaskan kepada Yuni, Uda"
Burhan terenyum menatap Yuni, dan kemudian menyentuh dagu Yuni. " Baik saya jelaskan kepada kamu. Ada sahabat di Hongkong, beliau gres saja diputuskan oleh pacarnya. Tak nampak beliau stress. Apa alasannya ? Mungkin beliau berpikir saya bukan orang yang tepat untuk sahabat hidupnya. Itu hak beliau dan saya harus hormati. Demikian katanya dengan tenang. Ada sahabat yang terpaksa menelan pil pahit lantaran kemitraannya dengan investor gagal. Dia tak nampak stress. Alasannya, mungkin investor itu tidak melihat hal yang positif atas rencana bisnisnya.
Ada juga mendengar kabar anaknya gagal di terima di universitas. Dia tenang saja. Menurutnya, mungkin putranya tidak harus jadi sarjana. Ada juga sahabat yang bercerai sehabis 15 tahun berumah tangga. Dia juga tenang saja. Alasannya, tidak ada yang inginkan perpisahan tapi kalau itu terjadi selalu lantaran alasan yang harus di pahami. Ada juga di PHK di ketika beliau sangat butuh biaya hidup. Namun beliau tidak nampak kawatir seakan simpulan zaman datang. Dia hanya berpikir bahwa perusahaan perlu PHK dan itu hak perusahaan.
Cerita diatas sering saya temui, Yun, di banyak pergaulan. Aku menilai mereka orang-orang hebat. Tak terdengar mereka mengeluh menyalahkan orang lain dan merasa beliau paling benar. Tak terdengar mereka membenci lantaran itu. Mereka sudah hingga pada tahap bukan hanya menjalani hidup tapi mengenal hidup dengan rendah hati. Mengapa rendah hati? Karena mereka tidak mengutuki kasus namun menarik pesan yang tersirat dari setiap kasus yang datang. Hidup mereka ialah mereka sendiri yang jalani dan itu tidak ada kaitannya dengan orang lain. Itu antara mereka dengan Tuhan.
Hidup tidak menyerupai menarik garis lurus dan memisahkan jalur. Hidup menyerupai melukis diatas kanvas. Tidak ada tarikan kuas yang salah. Selalu ketika kau berpikir menarik jari ke kiri menggerakkan kuas, itulah yang terjadi dan itulah yang akan menjadi warna lukisan. Soal skema sehebat apapun kau buat diawal lukisan, ketika mulai menggerakan kuas, yang terjadi ya terjadilah. Hanya ada dua pilihan hentikan melukis atau terus melanjutkan lukisan dengan improvisasi biar yang sudah terlanjur di tores oleh kuas tetap sanggup indah dengan tarikan kuas berikutnya.
Kehidupan juga begitu. Kalau kesalahan terjadi sehingga mengakibatkan kegagalan, perceraian , perpisahan, kerugian , jangan berhenti. Terus lanjutkan hidup. Langkah berikutnya akan ada moment untuk lukisan hidup kau menjadi indah, walau tak menyerupai skema awal. Karenanya jangan dibentuk ruwet hidup ini dan kerjakan saja dengan cara berpikir sederhana. Bahkan beragama pun jangan berlebihan. Sesuatu yang berlebihan akan melemahkanmu. Tuhan itu maha bijaksana dan maha pengatur. Yang ruwet itu lantaran kau percaya kepada Tuhan namun perilaku hidup kau mencurigai kasih sayang Tuhan dan lupa bahwa Tuhan itu maha bijaksana dan pengatur. Pahamkan sayang "
" Paham Uda"
" Paham apa ?
" Ya paham. Kalau Yuni harus mendapatkan kenyataan mustahil jadi istri Uda. Engga usah Uda lagi di jadikan sasaran dan impian. Ya kan? Kata Yuni seakan paham arah pembicaraan Burhan kepadanya.
" Yun, saya menyayangi mu tapi soal menikah itu tidak mudah. Kalau saya berdasarkan kan ego sebagai laki-laki , tidak sulit dan tidak dihentikan untuk punya istri lebih dari satu. Tapi nilai persahabatan kita yang telah terbangun dan saya sebagai laki-laki beristri , menikahi kau bukanlah pilihan yang bijak. Yakinlah persahabatan kita jauh lebih baik untuk kamu."
Yuni terdiam. Nampaknya beliau berusaha mengerti ihwal persahabatan sehingga begitu dibela oleh Burhan. Ketika beliau tanya lebih jauh , Burhan menjawab " Sahabat ialah kebutuhan jiwa, yang harus di penuhi. Dialah ladang hati, yang kau taburi dengan kasih dan kau tuai dengan penuh rasa terima kasih. Dan beliau pulalah naungan dan penyejukmu. Kerana kau menghampirinya ketika hati lupa dan mencarinya ketika jiwa inginkan kedamaian. Bila beliau berbicara, mengungkapkan fikirannya, kau tiada takut membisikkan kata “Tidak” di kalbumu sendiri, pun tiada kau menyembunyikan kata “Ya”. Dan bilamana beliau diam, hatimu mendengar hatinya; kerana tanpa ungkapan kata, dalam persahabatan, segala fikiran, hasrat, dan keinginan dilahirkan bersama dan di gabungkan , dengan kegembiraan tiada terkirakan. Di kala berpisah dengan sahabat, kau tidak berduka ; Kerana yang paling penting bagimu ialah dia, mungkin keberadaan kau semakin utuh ketika tidak sedang bersamanya, bagai sebuah gunung bagi seorang pendaki, nampak lebih agung daripada tanah ngarai dataran.
Tidak ada maksud lain dari sebuah persahabatan kecuali saling memperkaya roh kejiwaan. Kerana cinta yang mencari sesuatu di luar jangkauan misterinya, bukanlah cinta , tetapi sebuah jala yang ditebarkan: hanya menangkap yang tiada di harapkan. Dan persembahkanlah yang terindah bagi sahabatmu. Jika beliau harus tahu trend surutmu, biarlah beliau mengenali pula trend pasangmu. Sahabat itu Yun, bukan hanya sekedar sahabat untuk membunuh waktu. Bukan sahabat menyerupai itu yang harus kau dapatkan. Carilah ia untuk bersama menghidupkan sang waktu! Karena dialah yang bisa mengisi kekuranganmu, bukan mengisi kekosonganmu. Dan dalam manisnya persahabatan, biarkanlah ada tawa ria menyatukan kegembiraan. Kerana dalam titisan kecil embun pagi, hati insan menemui fajar dan ghairah segar kehidupan. Pahamkan sayang …”
Yuni bisa memahami kata kata Burhan itu. Namun dengan kesadaran beliau katakan “ Yuni disini dan Uda disana. Kita akan selalu berjarak dalam diam. Walau gelora hati ku menembus bahari dan benua , namun semua terbang terbawa sekawanan burung yang pergi entah kemana. Kini Yuni tak ingin lagi bertanya lebih jauh ihwal Uda. Biarkan Yuni cukup membayangkan kegigihan Uda menutupi kelemahanku. Melindungiku dari kebodohanku. Menjagaku dalam kealfaan. Menggiring ku kearah cahaya dimana saya harus melangkah ditengah kegegelapan. Setelah itu Uda pergi. Mengapa ? Maaf, ini bukan hendak bertanya kepada Uda. Ini hanya sekedar menutupi luka hatiku yang gagal dan salah menilai siapa Uda. Sebegitu indahkah makna persahabatan yang terpatri dalam diri Uda.Seperti apakah kira kira makna itu. Katakanlah kepadaku. Katakan.... Uda membisu ,menjauh dan berjarak, Setelah itu semua tinggal misteri bagiku, dalam hening.
Uda, setiap malam sepi ,dari balik jendela kamar kulihat bulan bulat putih. Tanpa bingkai mega. Di kitari oleh taburan bintang yang berkelip bagaikan kunang kunang. Semakin kupandang semakin jauh kenangan terbawa. Masihkah Uda menyerupai dulu sebelum saya menikahi laki-laki yang simpulan nya mengecewakanku. ? mungkin tidak. Atau setidaknya Uda mengingat dalam kesadaran menyerupai kesadaran burung yang harus terbang kebenua lain berlindung dibalik trend salju. Tak ada yang istimewa, Bila harus pergi maka pergilah. Setelah itu yang ada hanyalah kepasrahan untuk sebuah pilihan yang tak bisa memilih. Tegarkah Uda ? Ah terlalu bodoh saya bertanya menyerupai itu. Tapi bulan itu dimalam malam sepi membawaku kepada Uda. Mengenang ihwal kesadaran bahwa “perjuangan menaklukan diri tak akan pernah usai hingga maut menjemput” Ngeri saya mengingat itu. Uda petarung sendirian melewati jembatan yang ringkih oleh kerakusan bisnis global namun semangat Uda membuat dinding tebal terkoyak dan bergetar. Kadang kalah , kadang menang, kadang melayang tinggi, kadang tersungkur. Tapi saya yakin kau akan baik baik saja.
Hari ini saya harus berkata satu kepada diriku bahwa Uda bukanlah milik siapa siapa, Uda ialah milik sang pencipta. Ketika Uda mewakafkan diri Uda kepadaNYA maka Dia yang akan menjaga Uda. Lebih dari apapun didunia ini. Aku tak ingin lagi berusaha menjangkau Uda. Setidaknya doaku akan lebih khusu untuk Uda yang sendiri ditengah orang ramai. Betapa tidak ? Inilah yang tak pernah bisa kulupakan ihwal Uda. Kali pertama pertemuan kita. Tidak ada yang istimewa. Aku dengan saya dan Uda dengan diri Uda. Namun dalam perjalanan waktu , dalam kebersamaan kita, Uda tampil sebagai sahabat. Aku semakin merasa bodoh dihadapan Uda. Namun Uda tak pernah nampak superior dihadapanku. Rasa hormat untuk saling menjaga bagaikan hembusan angin dimusim semi. Raut wajah Uda begitu bersemangat memancarkan magnit untuk kumengerti bahwa Uda peduli dengan obsesiku, dengan impianku. Ya, kan.
Malam menyerupai seolah-olah malam sebelumnya, tak beda dengan diriku yang melangkah terseok seok dijalan berliku dan berduri. Aku tak pernah henti berasa akan ada perubahan untuk nanti dan nanti. Namun saya semakin terjepit dalam asa yang tak sudah. Kini , saya lelah dan sangat lelah. Benar kata Uda bahwa mungkin segala hal saya bisa hadapi tapi soal waktu saya tak bisa berbuat apa apa. Ditengah kegalauanku itulah Uda tiba menemuiku. Selalu begitu. Kita saling tersenyum melangkah kekorsi dipinggir dermaga tanpa saling bertatap. Kita asyik dengan lamunan kita. Rasanya kita ingin menumpakah semua rindu itu dalam imajinasi kita yang bersetatapan.
“ Besok saya harus kembali ke Holding di Hong kong. “ kata Burhan. Kemudian membalikan tubuhnya menghadap kepada Yuni.
“ Secepat itukah ? Tanya Yuni
“ Ya. Besok jam 2 sore pesawatku.“
“ Uda tahu.. Berulang kali Yuni mencoba melupakan Uda. Tapi tak pernah saya bisa berkompromi dengan diriku sendiri. Uda terlalu berharga untuk dilupakan. Karena tak ada satupun alasan bagiku untuk melupakan Uda Sungguh. Kini here I am.! . “ Kata Yuni
“ Ya saya tahu itu.. “
“ Uda! Setiap bangun pagi yang pertama saya pikirkan ialah Uda. Aku tidak tahu mengapa selalu begitu. Wajah Uda selalu terbayang. Maafkan saya ,Uda. Aku terlalu naïf bila harus selalu berbohong atas perasaanku. “ Yuni berhenti bicara namun pancaran wajahnya menusuk jantung Burhan Mungkin Yuni berharap Burhan menimpalinya. Namun Burhan hanya diam.. Burhan mengalihkan pandangannya ketempat lain. Kemudian melangkah agak menjauh dari tempat Yuni duduk.
“ Uda, tahu ..! seru Yuni hingga membuat Burhan terkejut. “ Yuni tahu ialah bukan sifat Uda untuk pergi ketika kesulitan datang. Yuni dan Yuli banyak bergantung pada Uda. Sementara , Uda selalu senang membantu dan tidak pernah terganggu bila kadang kami mulai mengacuhkan Uda.. Ketika kami kawatir dengan hidup ini , Uda hadir dengan senyum hangat untuk meyakinkan bahwa semua akan baik baik saja. Uda terlalu baik ,…terlalu baik. “ Yuni nampak menahan tangis namun airmata nampak mengambang dipelupuk matanya.
“ Sekarang…inilah Yuni. “ kata Yuni. Sambil merentangkan tangannya. Burhan menyambutnya dengan memeluk Yuni. “ Aku senang bila pada akirnya kita sanggup saling mengerti, Yun.”
“ Terimakasih Uda…” Dengan air mata berlinang
“ Ya….Yun. Gimana kalau ikut saya ke Hong Kong. Mungkin bisa menenangkan pikiran kamu. Sayang apartement kau di Hong Kong di anggurin aja. Kamu bisa lihat keindahan senja di Harbour View Horizon, Ya kan” kata Burhan seraya melepaskan pelukannya dengan senyum tulus.
Burhan melihat Yuni menangis dan berdiri dari tampat duduk, melangkah ke arah kamar. Burhan hanya melongo tanpa harus mengikuti langkah Yuni ke dalam kamar, dan Burhan menentukan pergi ke arah pintu untuk pulang.
***
Yun, satu hal yang sanggup kuungkapkan kepadamu bahwa Allah memberiku begitu banyak maka ini ialah berkah dan sekaligus beban. Kecintaanku kepada sahabat dan siapa saja hanyalah untuk lebih pandai bersyukur. Semuanya kulakukan hanya lantaran cinta dan cinta. Bukan kasus siapa memanfaatkan siapa tapi lebih kepada kepedulian ketika kita bisa berbuat lebih kepada orang yang terdekat pada kita. Semoga perjalanan waktu sanggup membuat kau menyadari bahwa kecintaan persahabatan begitu agung ketika kita sanggup bersikap dengan terang tanpa pamrih. Tapi kata kata Burhan terbang terbawa angin sore. Yuni di kamar dan Burhan berlalu, menjauh...Namun akan selalu ada untuk Yuni sebagai sahabat.
***
Selama ini saya agak tertutup bercerita ihwal saya dan dia. Mungkin Yun, menjadi tanda tanya yang tak sudah bagimu. Mengapa saya begitu tegar besikap. Seakan bagaikan kerikil karang di tengah samudera yang tak pernah tergoyah walau di hantam ombak tiada henti. Baiklah saya ceritakan sedikit. Ketika menikah, saya hanyalah laki-laki kampung yang miskin. Datang ke Jakarta tanpa skill, hanya berbekal keberanian atas dasar keimanan. Berawal dari sebuah rumah mungil di pinggiran barat Jakarta yang kami sewa bulanan. Sebuah pagi berjalan sebagaimana lazimnya. Dia berkubang dalam banyak pekerjaan rumah. Aku , menyerupai biasa, sibuk bersiap diri pergi ke kantor. Bukan orang kantoran tapi orang yang melapor ke kantor bahwa beliau hadir untuk menjajakan barang dagangan. Tak ada honor kecuali komisi.
Dasternya tak bisa menutup seluruh kulit putih bersihnya. Tapi, daster itu tetap bisa menyembunyikan tahi lalat di tempat tertutup. Hanya saya tentunya yang tahu persis letaknya. Rambut lebatnya dibiarkan memanjang sebatas bahu. Hidungnya yang tak mancung kerap mengundang godaan ku. " Tak apa-apa hidungmu tak mancung. Lebih baik berhidung menyerupai itu tapi dengan dua bukit mancung dan terurus di bawahnya,” kata ku meyakinkan bahwa beliau ialah pilihanku dan itulah yang terbaik bagiku.
”Lebih baik daripada apa…?” selanya yang kadang merajuk.
”Ya…, lebih baik daripada berhidung mancung dengan dua bukit pesek tak terurus di bawahnya.”
Aku tergelak. Dia hanya tersenyum. Senyum tertahan. Adegan tersipu menyerupai inilah yang sangat kusukai. Karena diapun punya cara menertawakan kekuranganku. Kulit hitam, muka garang dan pendengkur. Karena itu, kami gemar saling menarik hati terutama pada setiap pagi yang jadi milik kami. Kadang-kadang saya berpikir bahwa kami memang ditakdirkan sebagai pasangan yang saling melengkapi. Tergelak dan tersipu. Keliaran seorang penyerang dan kelembutan sang penenang. Keberingasan seorang pemburu dan kepasrahan korban buruan.
Yun, beliau ialah perempuan bersahaja. Selalu nrimo. Dalam banyak hal ia bahkan cenderung naif. Yang pasti, ia sungguh rajin mengerjakan setiap pekerjaan yang tersedia di rumah. Tak ada kepingan rumah yang tak terjamah olehnya. Setiap hari. Sepanjang minggu. Sepanjang tahun. Anak anak terurus dengan baik. Semua sehat dan pandai pintar. Aku membayangkan. Seperti itulah ibuku dulu selagi muda bekerja di rumah masa kecilku di Kampung. Menyelesaikan semua pekerjaan rumah dengan tertata. Mengurus suami, ayahku, yang tidak mengecewakan banyak urusan. Dan mendidik 7 orang anak yang sungguh merepotkan. Tanpa pernah mengeluh. Satu kali pun.
Yun, lima tahun pertama kesepakatan nikah kami. beliau tampil sebagai tiang rumah tanggaku. Diapun tak banyak menuntut dari seorang pengusaha pemula. Rumah tangga kami tanpa servant. Menyangkut materi, permintaannya selalu sederhana. Pakaian yang tak perlu bermerek , rumah mungil di pinggir kota, sebisa mungkin menabung berapapun untuk biaya sekolah anak. Tak pernah beliau menuntut dan bermimpi rumah mewah, dan segala standar kehidupan orang kaya. Aku ingat Yun, dari sisa uang belanja , beliau tabung dan di belikan emas . Emas itu di jualnya. Ia dengan gembira berkata kepadaku " pakailah uang ini untuk ibumu pergi ke tanah suci." Padahal ketika itu hidup kami belum mapan. Namun beliau tak ragu mengorbankan tabungan sekolah anak untuk kepergian ibuku ke Tanah Suci.
" Mengapa ? Bukankah kau sangat menginginkan pergi haji. Mengapa kau lebih utamakan ibuku" Kataku. Kamu tahu Yun, apa katanya " cinta papa yang paling tulus ialah kepada orang tua. Aku mengutamakan ibu lantaran saya berharap Tuhan mengkokohkan cinta kita. Bukankah ridho Ibu, juga ialah ridho Tuhan. " rasanya saya ingin menangis mendengar kata katanya Yun. Begitu rendah hatinya beliau mengungkapkan cintanya kepadaku. Bahwa sebesar apapun cintanya kepada ku tetap tidak akan bisa mengalahkan cinta ibuku kepadaku. Dia tidak cemburu lantaran itu. Tidak juga memakai senjata merayu berwajah penuh make up tapi dengan memuliakan ibuku. Dia percaya bahwa pada ibuku ada Tuhan dan doa ibu selalu di kabulkan Tuhan. Ya kan.
Hanya satu permintaannya yang kadang di sampaikannya dengan aib malu" kalau Tuhan kasih rezeki kita berlebih , ajaklah saya ke Baitullah. Itu keinginanku yang tak pernah kusebut ketika masih di bangku Madrasah Sanawiyah. Aku ingin di peluk suamiku ketika usai mencium didik aswad. " Alhamdulilah, 15 tahun sehabis itu, saya bisa mengabulkan permintaannya. Aku tidak pernah melhat wajahnya begitu senang kecuali ketika usai mencium azwar aswad, sambil memelukku " Puja Puji kepadaMu ya Allah, engkau kabulkan doaku untuk bisa tiba ke RumahMu bersama suamiku. Papa, terimakasih sudah memenuhi impianku di masa remaja”
Dengan berjalannya waktu , ekonomi ku semakin membaik. Untuk banyak alasan, yang tentu saja kusetujui, beliau memang tak pernah memamerkan berlebihan barang-barang berharga pemberianku. Kendaraan yang di pilihnya bukan yang bermerek hebat tapi yang besar lengan berkuasa dan efisien untuk antar jemput anak sekolah. Ia menyimpan dengan rapi setiap pemberianku , serapi menyimpan cintanya untuk satu-satunya lelaki yang pernah menjamah tubuhnya itu.
Waktu berlalu, aktifitas ku sebagai pengusaha semakin sulit beliau pahami. Aku bermetamorfosis menjadi elang yang bisa terbang melintasi pulau dan benua. Namun saya selalu pulang. Kebersamaan dengannya adalah recharge power ku untuk tegar menghadapi ketidak pastian hidup. Dia maklum akan hidupku menyerupai beliau bisa berdamai menjadi istri pengusaha, yang bisa kapan saja bangkrut, yang bisa berteman dengan siapapun, yang bisa terjerumus dalam pergaulan. Karenanya doanya tiada henti siang malam ketika saya ada di luar rumah. Ketika saya tanya , apa doanya, beliau berharap biar saya selamat di luar, bertemu dengan orang orang baik , menjaga persahabatan dengan tulus, tabah dari segala kesulitan, dan tidak membuat saya kikir untuk berbagi.
Oh ya Yun, untuk kau ketahui bahwa setidaknya dua kali dalam usia perkawinan kami , saya jatuh bangkrut. Kami tidak punya uang sama sekali tapi kami tidak pernah mengemis dan mungkin tidak banyak orang tahu kami sudah jatuh miskin. Karena beliau memang pandai mengambil kiprah untuk menjadi penyanggaku ketika saya oleng. Dia bisa trampil dan gesit mendatangkan uang untuk sekedar dapur kami mengepul. Dengan sikapnya mendorong saya produktif dan doyan kerja keras, tidak ragu mengambil resiko atas keyakinanku. Ingat ketika paska krismon , dalam keadaan melarat saya hijrah ke China, di Bandara ketika mengatarku, beliau berkata " Jangan pikirkan Rumah. Jangan nampak kan Papa lemah di hadapan anak anak. Papa akan selalu jadi idola mereka. Apapun itu. Anak anak akan baik saja denganku. Jangan ragu lantaran Papa yang terbaik Tuhan beri kepadaku." Kata katanya membuatku menjadi petarung tanpa lelah. Kalaulah boleh meminta menyerupai yang saya mau kepada Tuhan, saya lebih menentukan di beri waktu 36 jam sehari daripada harta melimpah. Sehingga saya bisa bangun lagi.
Dengan kebangkrutan itu , saya semakin menyadari bahwa Tuhan tidak hanya mengirim perempuan untuk menjadi istriku tapi juga seorang sahabat. Bahkan Yun, saya menemukan kesejatiannya sebagai perempuan ketika saya jatuh bangkrut. Sabarnya bisa membuat saya nyaman menghadapi kemiskinan dan tegar untuk bangun kembali. Walau tanpa kata kata menyerupai layaknya sang motivator , perilaku hidupnya telah menjadi buku besar untuk saya berguru bijak. Makara kalau kau mengenal seorang Burhan hari ini , maka itulah cermin dari kekuatan istrinya. Dialah mentor ku , tentu dengan caranya yang kadang membuat saya stress. Ia bisa dengan keras menyalahkan saya untuk saya sadar dan berubah namun diapun takut untuk memujiku lantaran kawatir saya lupa bersyukur. Dia melarang saya untuk menulis buku dan di terbitkan. Selalu beliau lakukan dengan niat baik. Aku tahu itu. Bukan lantaran beliau melarang saya menyalurkan hobiku tapi beliau tidak ingin saya di puji orang , yang bisa melemahkan saya lantaran sifat sombong. Aku pernah jatuh tapi bukan lantaran kesombongan dan itu artinya secara spritual saya tidak pernah bangkrut. Maka akan selalu ada cara untuk bangkit.
Aku menghabiskan sebagian besar pikiranku ke bisnis , rapat bisnis, di Cafe menjamu clients, business trip melintasi banyak negara, Hidupku menyerupai kemudian lintas di antara business yang melelahkan dan di rumah yang hanya hitungan jam. Kadang saya sering mengeluh ihwal bisnisku tapi saya tidak pernah mendengar beliau mengeluh mengurus rumah dan anak anak. Bagi sebagian orang uang memang kadang kala jadi persoalan. Aku sendiri tak pernah mau pusing soal keuangan. Aku tak terlalu peduli apakah uang kami sedang melimpah atau kami sedang bangkrut. Dari dulu saya hidup mengambil resiko. Mungkin itu lantaran di rumah saya tak pernah mendapat keluhan-keluhan berarti soal uang.
***
Kini , di usia diatas setengah abad, saya dan beliau semakin saling mengkawatirkan. Saling merindukan dan menjaga. Dia tidak ingin saya terus di sibukan dengan bisnis. Dia tahu saya lelah dan tahu saya tidak begitu menyukai kehidupan ku sebagai pengusaha. Dia hanya tahu saya hanya bertahan hidup dengan apa yang saya bisa, sebagai orang yang tak pernah berhasil masuk PTN, dan gagal menjadi profesional yang bergengsi menyerupai cita cintaku waktu kecil.
Walau hidup kami tetap bersahaja, kami merasa hidup kami lebih dari cukup. Memiliki sebuah rumah mungil di pinggiran Jakarta ialah sebuah kemewahan. Terlebih-lebih, buat dia, ternyata rumah mungil itu ialah sebuah istana besar yang megah. Aku bisa mengatur sendiri hidupku, tanpa terikat oleh jam kerja atau jadwal-jadwal rutin lain, pergi sholat subuh ke masjid sambil bergandengan tangan dengannya ialah kemewahan lain yang kumiliki. Aku merasa hidupku sudah selesai dengan dua kemewahan yang sudah digenggamanku, apalagi kedua putra putri kami sudah menikah dan mandiri.
Yun, pernah saya bilang kepadamu bahwa tidak ada perkawinan yang sempurna. Tidak ada insan yang sempurna. Aku tahu kau melihatku sebagai laki-laki sejati berdasarkan ukuranmu. Pria sejati tidak akan kau temukan di etalage, Yun. tidak ada. Tidak juga pada diriku. Aku ialah repliksi istriku yang dengan kedua tangannya bersusah payah menjadikan laki-laki kampung yang pemalu untuk tampil di panggung dunia menjadi elang. Temukanlah laki-laki yang karenanya membuat kau nyaman untuk melabuhkan cintamu, kemudian berjuanglah untuk menjadikan ia laki-laki sejati. Pria sejati tidak tersedia di luar sana tapi kamulah yang harus menjadikannya laki-laki sejati. Pria itu akan menjadi cobaan mu sepanjang usia, untuk kau memakluminya. Mencintainya bukanlah dengan kata kata tapi bagaimana sikapmu untuk mempercayainya dan memahaminya sepanjang waktu. Itulah yang di lakukan istriku terhadapku.
Mungkin saya laki-laki yang beruntung lantaran saya bisa berkembang tidak dengan kemanjaan dan kebanggaan perempuan , tidak dengan rongrongan perempuan yang gila harta, tidak dengan kecantikan bidadari. Aku mendapatkan seorang istri yang bahwasanya ia ialah sahabatku, kawan ku , kelengkapan jiwaku. Sepanjang hidupku banyak keputusan yang saya buat dan kalau ada keputusan terbaik ialah ketika saya melamarnya menjadi istriku. Mengapa? kami mengawali dengan ketidak sempurnaan dan kami lewati hidup dengan sadar bahwa kami tidak akan pernah sempurna. Hubungan kami ialah cobaan untuk menguji keimanan kami kepada Tuhan. Bukankah menikah ialah ibadah untuk menguji ke imanan kita. Belum di katakan beriman sebelum di uji, ya kan.
***
Seperti biasa saya masih berkutat dengan data di komputer ku. Memonitor perkembangan portofolio bisnis secara online . Kadang saya tersenyum , kadang merengut tapi saya nikmati saja pagi itu sambil melepas ketegangan lewat facebook.
”Hayuu sarapan. Aku sudah masak kesukaan papa “ Tiba-tiba suaranya menyereruput punggung telingaku. Dua bilah tangan putih melingkari dipinggang ku. Dia merapatkan badannya di punggungku. Wangi-pagi-hari tubuhnya yang khas membuat pagiku begitu sempurna, selalu. Kebersamaan dan kebahagian kecil menyerupai inilah yang tak ingin saya korbankan hanya lantaran ego pribadiku. Kini kusadari , beliau telah menua , saya juga , memang sudah banyak yang kurang dari beliau lantaran usia namun ia tak mungkin kuduakan. Tidak mungkin, Yun, dan kau tetap sahabatku. Semoga kau maklum.
***
Berulang kali Yuni membaca Email itu. Dia tersenyum cara Burhan mengungkapkan siapa “dia “ yang di maksud. Setidaknya Yuni bisa menangkap makna di balik goresan pena Burhan itu. Bahwa beliau terperangkap dalam pelukan istri yang katanya pasrah, namun bahwasanya Burhan sendirilah yang menjadi kepasrahan korban buruan. Memang Pria hebat tidak bisa di kalahkan dengan kehebatan wanita.Tidak akan bisa. Itu yang Yuni ketahui dari sebuah buku yang beliau baca. Hampir sebagian besar laki-laki sukses terperangkap di rumah bukan lantaran istrinya hebat dan bagus tapi lantaran kesederhanaan istri. Karena dunia laki-laki , dunia petarung, memang sudah rumit dari sononya dan beliau merasa nyaman bersama perempuan yang bersikap sederhana. Kecuali bagi laki-laki yang pecundang, selalu inginkan sesuatu yang hebat dari istrinya di rumah, selalu inginkan istri sebagai konpensasi atas hidupnya yang kalah di luar sana.
Yuni sanggup memaklumi mengapa Burhan tidak pernah terperangkap denganya walau ia sukses menjadikan perusahaan awalnya bernilai ratusan ribu dollar, dalam 10 tahun menjadi puluhan juta dollar dengan omzet ratusan juta dollar Amerika. Kesuksesan demi kesuksesan yang beliau raih tidak membuat Burhan terperangkap. Bertahun tahun beliau merawat tubuhnya di salon dan spa. Ikut fitness , semua bertujuan biar beliau tampak bagus dan seksi. Tapi itu tidak juga membuat Burhan tergila gila. Wajah oritental , kulit putih bersih, make up dan parfume mahal menempel tidak membuat Burhan bertekuk lutut. Yang bertekuk lutut justru laki-laki selain Burhan yang memang dari sananya sudah pecundang , yang menilai perempuan dari qualifikasi libido mereka.
“ Apakah Uda tidak pernah tertarik dengan kecantikan perempuan di luar, selain Istri di rumah? Kata Yuni suatu waktu.
“ Kalau bagus yang kau maksud, apa ada yang lebih hebat dari gadis bagus lulusan academy escort di Beijing. Mereka punya wawasan hebat mengenai sosial dan politik. Enak diajak bicara. Terkenal hebat di tempat tidur. Tinggi mereka diatas 165 cm. Usia belia. Dada mancung , pinggul yang harmonis dengan panjang kakinya. Betisnya yang indah dengan sepasang sepatu indah. Parfurme dan aksesoris mahal menempel sebagai perempuan berkelas untuk….” Kata Burhan sambil tersenyum ringan
“ Untuk apa ? Yuni mengerutkan kening
“ Untuk menjadi pemanis laki-laki berkelas, barang sesaat. Tak lebih”
“ Dan semua ada harga yang dibayar, kemudian di lupakan? Kata Yuni sinis.
“ Ya. “ Kata Burhan tenang.
“ Sejahat itukah laki-laki menilai wanita?
“ Aku tidak sedang menilai. Aku hanya menjawab pertanyaan kamu. Aku tidak menilai perempuan lantaran kecantikannya dan kepintarannya. Bagiku perempuan itu hebat lantaran beliau menyadari kelemahan dan kekurangannya. Bukan berusaha menutupinya kekurangannya dengan berusaha tampil hebat. Tapi dengan kesederhanaannya.”
“ Tapi setidaknya Uda tertarik dengan kecantikan dan kemolekan tubuh wanita.”
“ Ya. Itu manusiawi. Tapi tidak akan membuat saya membeli untuk transaksi sex. Tidak pernah. “
“ Mengapa ?
“ Aku berusaha untuk tidak jadi pecundang yang memakai uang membeli kepalsuan. Tidak.”
Yuni tahu benar akan perilaku Burhan itu. Ini bukan soal munafik tapi setiap orang punya standar sendiri sendiri untuk membawa perempuan ketempat tidur. Yuni harus maklum walau beliau bertemu dengan Burhan yang punya standar langka diantara banyak laki laki. Yuni bisa membuktikan itu selama lebih 10 tahun bersahabat dan bermitra dengan Burhan. Pernah, bahkan sering dalam business trip , memaksa beliau satu kamar hotel dengan Burhan, dan Burhan tidak pernah menyentuhnya, walau beliau menanti sepanjang malam untuk di sentuh Burhan. Lambat laun kebersamaan dengan Burhan, menyadarkan dia, arti kehormatan dan nilai persahabatan itu tidak harus di campur dengan sex. Walau kemungkinan itu bisa saja terjadi tapi hanya option. Dan option Burhan tetap tidak menyentuhnya.
Bila tadinya WA di block namun kini Burhan juga block telp nya. Sehingga Yuni benar benar tidak punya jalan masuk untuk bicara eksklusif dengan Burhan kecuali lewat email pribadi Burhan. Burhan benar benar sudah menjaga jarak dengannya. Yuni tahu bahwa itu bukan berarti Burhan membencinya dan tidak ingin terlibat dalam hidupnya lagi , tapi semata mata demi kebaikannya biar beliau bisa focus melanjutkan hidupnya. Satu satunya yang meyakinkan Yuni bahwa Burhan tetap peduli dengannya ialah dengan keberadaan Yuli, putrinya. Yang hingga kini tetap di tanggung biaya pendidikan dan hidupnya oleh Burhan. Kalau beliau menolak Burhan terlibat dengan biaya pendidikan Yuli, beliau tidak tahu apakah masih ada ikatan emosi sebagai sahabat antara beliau dengan Burhan.
Dengan email dari Burhan itu, Yuni harus menutup lembaran hidupnya menaklukan seorang Burhan. Dia harus melanjutkan hidupnya. Kini beliau seorang janda. Punya tabungan lebih dari USD 10 juta , apartement di Jakarta, Singapore, Hong Kong, Perth dan ter-akhir di London. Dia anggota priority banking berkelas dunia yang menawarkan layanan investasi dengan fixed income diatas biaya hidupnya sebulan. Secara materi beliau kondusif dan secara psikis beliau harus lebih baik lantaran melihat putrinya tumbuh sehat dan cerdas. Apakah ada yang lebih di syukuri dari seorang ibu , di banding menyaksikan anaknya sukses sebagai insan berakhlak dan berilmu? Sebagai sahabat Burhan telah mentunaikan perannya. Sebagai kawan bisnis, Burhan telah mendelivery semua commitment nya kepada Yuni. Apalagi ?
“ Terimakasih, uda. Terimakasih” Katanya menutup ipad nya. Dia berusaha tidur.
***
Ketika fajar tiba , Yuni terbangun dari tidur lelapnya. Dia sholat sunah dua rakaat dan di lanjutkan dengan sholat Subuh. Dia berdoa tapi tepatnya tafakur. Puncak tafakurnya ialah rasa syukur atas hidup yang diberikan Tuhan kepadanya. Betapa sehabis melewati cobaan derita nestapa, Tuhan memberinya kehidupan yang begitu Indah. Punya sahabat setia yang merubahnya menjadi lebih baik. Punya anak yang berlaku menentramkan hatinya, mencari rezeki gampang dan melimpah. Nikmat Tuhan apalagi yang beliau dustakan? Karena di luar sana banyak perempuan yang jatuh ke lubang lumpur untuk makan dan terpaksa menjadi piaraan laki-laki pecundang..
Terdengar bunyi dari ipad nya. Dia berdiri dari duduk diatas sajadah. Melangkan kearah meja kerjanya. Ada email dari forum humanitarian international. Dia baca email itu. “ Selamat bergabung. Anda telah resmi menjadi anggota kami. Kami tunggu ke hadiran anda di New York.” Yuni terkejut dan senang. Namun yang lebih membuat beliau terharu ialah email itu di cc kan kepada 5 orang yang telah merekomendasikannya untuk lolos dari nominasi anggota dari forum terhormat itu. Hanpir tidak bisa di percaya beliau bisa lolos dari nominasi itu. Apalagi hingga bisa mendapatkan 5 rekomendasi dari dunatur terbesar dari forum itu. Siapa yang ada di balik suksesnya sebagai anggota dari forum terhomat ini.
Setelah beliau teliti dari lima orang konlomerat legendaris yang memberi rekomendasi itu, ada satu nama yang beliau kenal. Ia ialah CEO venture capital terbesar di China. Namanya tidak asing lantaran beliau sahabat Burhan yang pernah satu team dalam proyek kemanusiaan di bawa china western development program. Tahulah Yuni bahwa Burhan di balik terpilihnya beliau sebagai anggota dari forum terhormat dibidang kemanusiaan. Walau beliau tidak pernah memberi tahu dan minta pendapat Burhan untuk bergabung dalam misi kemanusiaan namun tindakannya di ketahui Burhan, tanpa banyak tanya Burhan membantunya untuk menjadi pegiat kemanusiaan berkelas dunia.
***
Sore itu, hari kamis. Yuni duduk di restoran yang ada di Bandara, menanti seseorang. Dia tidak berharap seseorang itu akan menemuinya walau dari email beliau sempat pamit akan terbang ke New York. Karena beliau yakin seseorang itu sedang sibuk dengan persiapan kesepakatan nikah putrinya, yang tinggal hitungan hari pelaksanaannya.
Dari kejauhan nampak seorang laki-laki menghampirinya dengan senyum khas. Dia berusaha berdiri dari tempat duduknya untuk menyambut laki-laki itu. “ Terimakasih Uda sudah datang” Kata Yuni menjabat tangan dan mencium punggung tangan laki-laki itu.
“ Yun. Kini kau sudah resmi menjadi pegiat kemanusiaan berkelas dunia dan tentu akan bergaul dengan orang hebat hebat. Selamat”
“ Terimakasih Uda. Untuk kesekian kalinya Uda bantu Yuni. Yuni janji akan bekerja sebaik baiknya. Tidak akan mengecewakan Uda yang telah menjadi sponsor Yuni”
“ Kamu perempuan hebat Yun. Kamu pantas mendapatkannya.”
“ Terimakasih Uda…”
“ Aku harus sholat dan eksklusif pulang. Kamu udah sholat” Kata Burhan berdiri dari tempat duduknya dan melangkah ke kasir membayar bill minuman Yuni. Pertemuan itu tidak lebih 5 menit.
‘ Belum. Ashar gres masuk kan Uda. Yuni ikut Uda ya ke musholla”
“ Ayo. “ Kata Burhan melangkah dan Yuni mengikuti dari belakang. " Mungkin anggota di Lembaga Kemanusiaan itu perempuan yang pakai jilbab hanya kamu, Yun" Sambung Burhan dengan tersenyum.
" Oh Ya Uda. "
" Jaga sholat ya.Itu cara terbaik kau bersyukur kepada Tuhan."
" Ya Uda."
Sore itu pesawat membawa Yuni membelah langit dan terbang menuju dunia baru, untuk beliau menemukan kesejatian akan dirinya di hadapan Tuhan. Bahwa hidup bukan apa yang di pikirkan tapi apa yang di lakukan. Bukan apa yang di pelajari tapi apa yang di ajarkan.Bukan apa yang di sanggup tapi apa yang di berikan. Dari Burhan beliau menemukan jalan menuju mata air ketika beliau haus dan lapar, dan ketika beliau tersesat, Burhan menuntunnya ke cahaya. Terimakasih Uda….