Tadi pagi ketika sarapan, istri aku sempat nyeletuk bahwa harga beras kini setengah juta rupiah per karung ( ukuran 50 Kg ). Seperti biasa aku tidak mau mengomentari keluhannya soal harga kebutuhan pokok yang terus melambung. Namun yang menciptakan aku melongo dan balasannya menoleh kearah istri aku yakni ketika ia mengingatkan kepada aku bahwa awal kami berumah tangga tahun 1985 harga baras hanya Rp. 22.000 per karung ( ukuran 50Kg). Belum usai aku terkejut, ia juga nyeletuk harga emas ketika itu hanya Rp. 20,000 per gram dan kini harga mas dipasaran sudah mencapai hampir Rp. 500,000 per gram. “Apanya yang maju negeri ini”?. Nah, ujung kata yang bernada bertanya inilah yang menciptakan aku benar benar tertawa. Seorang ibu rumah tangga yang tak paham ekonomi makro namun sanggup mengajukan pertanyaan yang menyudutkan ihwal public policy theory untuk kemakmuran.
Saya masih ingat ketika tahun 1985, saya bekerja sebagai Penata Buku ( ingusan accountant ) free lance dan juga sebagai salesman kimia Industri free lance. Dari dua pekerjaan ini aku mendapat penghasilan rata rata sebesar Rp. 300,000 per bulan, Ketika itu usia aku barulah 22 tahun. Kalau di kurs kan dengan emas maka penghasilan aku ketika itu setara dengan 15 gram emas. Kalau dihitung dengan harga emas kini maka penghasilan saya perbulan Rp. 7.500.000,00s ( 15 gram emas x Rp 500,000) Besarkan ! Makanya honor sebesar itu menciptakan aku financial freedom. Apalagi ongkos bus kota ketika itu hanya Rp. 100. Uang muka BTN ukuran 45/124 hanya sebesar Rp. 400,000 dengan ansuran sebesar Rp. 27,000 perbulan atau hanya memenggal 9 % dari penghasilan bulanan saya. Walau aku masih berstatus mahasiswa yang harus mencari nafkah untuk keluaga, saya tidak merasa sulit memenuhi semua kebutuhan hidup. Benar benar hidup sangat senang dan lapang ketika itu.
Untuk pekerjaan aku dulu , dikala kini masuk katagori pekerja lepas yang berhak mendapat honor untuk tamatan SMU dengan UMR sebesar Rp. 1.200.000,0. Coba kurs kan dengan harga emas, maka hanya 2,5 gram emas atau hanya 15 % dari honor aku dulu. Kalau di kurs kan dengan harga beras maka setara dengan 2,5 karung beras ( ukuran 50 Kg /karung). Bandingkan dengan penghasilan aku dulu yang sanggup membeli beras sebanyak 15 karung. Apakah mungkin UMR sebesar Rp 1200,000 sanggup mengambil rumah BTN ukuran rumah menyerupai aku dulu?. Saya rasa di kala kini itu hanya mimpi bagi pekerja dengan UMR tamatan SMU. Ini realitas. Kebayang engga di kala kini pekerjaan sama menyerupai aku dulu punya penghasilan Rp. 7.500,000.0 /bulan ? Sementara harga beras Rp. 10,000 per kg. Ongkos bus Rp, 3.500.,
Istri aku bertanya “ apanya yang maju negeri ini ? dengan mengambil parameter beras dan emas. Beras berafiliasi dengan perut dan emas berafiliasi dengan keadilan alat tukar. Dua hal sangat esensi dalam mengukur tingkat kemakmuran suatu bangsa. Apa artinya data tersebut diatas ? bahwa memang negeri ini dari tahun ketahun tidak ada kemajuan , bahkan mundur kebelakang bukan hanya selangkah tapi beberapa langkah. Apa penyebabnya ? Saya tidak perlu menjelaskan dalam teori yang rumit. Cukup satu kata, yaitu INFLASI. Inilah biang kemunduran negeri ini. Kebijakan moneter dan fiscal yang bertumpu pada pertumbuhan ekonomi ( GNP ) tentu perlu inflasi sebagai pemicu pertumbuhan, telah memenggal income rakyat. Walau pemerintah bicara ihwal inflasi hanya dibawah 2 digit, itu hanyalah boong belaka diatas angka statistik, there are three kinds of lies: Lies, Damn Lies, and Statistics. Kadang kenaikan harga disalahkan pedagang. Ini menipu rakyat. Kenaikan harga bukanlah ulah pedagang tapi ulah kebijakan pemerintah.
Dari masa ke masa pemerintah itu beroperasi menyerupai business ponzy. Mereka menciptakan kebijakan untuk kepentingan mereka sendiri. Tidak ada kepentingan rakyat. Setiap rezim jatuh meninggalkan luka dan derita bagi rakyat banyak dan selanjutnya digantikan oleh rezim berikutnya dengan kesepakatan perbaikan namun tak ada perubahan. Mereka justru melanjutkan permainan ponzy itu dengan bentuk dan rupa berbeda namun esensinya tetap sama, merampok rakyat. Apa permainan ponzy itu ? mencetak uang melalui penarikan hutang ( dalam dan luar negeri) sebagai mesin pendorong pertumbuhan atas dasar perkiraan (pasti tidak tepat) dan kita hanya sanggup mencicipi harga terus naik mengalahkan kenaikan penghasilan tetap. Sementara ekses design pertumbuhan menyerupai itu melahirkan segelintir orang kaya dan super kaya, entah itu pejabat, politisi ataupun pengusaha yang bersahabat dengan penguasa.
Sumber https://culas.blogspot.com/