Ketika Joko Widodo Termenung Dikala Dengar Petani Ingin Tanam Sawit Lagi


Presiden Joko Widodo meminta para petani berhenti berharap pada komoditas kelapa sawit.

Hal itu disampaikan ketika Presiden membagikan Surat Keputusan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan wacana Perhutanan Sosial seluas 91.000 hektare kepada 8.100 petani di Provinsi Jambi pada Minggu (16/12/2018) di Taman Pinus, Kenali, Kota Jambi.

Awalnya, Presiden menyampaikan bahwa konsesi lahan yang dibagikan itu mesti betul-betul dimanfaatkan dengan baik oleh para petani.

"9.100 hektare itu gede banget dan itu gres tahapan pertama. Akan ada tahapan kedua dan ketiga biar rakyat betul-betul mempunyai lahan untuk berproduksi," kata Jokowi.

Ia pun bertanya, para petani akan menanam apa di lahan konsesi tersebut.

Para petani sebagian besar berteriak, "tanam sawit".

Mendengar hal itu, Presiden membisu sejenak, lalu berkata, "sawit, sawit...".

Jokowi menyampaikan bahwa jumlah lahan sawit di Indonesia sudah besar, adalah sekitar 13 juta hektare. Di lahan itu, produksi sawit pun mencapai 42 juta ton.

Dengan kondisi demikian, harga di pasaran menjadi turun.

"Kita harus sadar itu. Kalau suplainya banyak, produksinya banyak, harga turun. Kita dimain-mainin ya oleh harga di pasar internasional," ujar Jokowi.

Apalagi, dikala ini negara-negara di Uni Eropa memberlakukan banned bagi komoditas sawit asal Tanah Air. Sebab, di sana sedang dikembangkan minyak serupa sawit yang berasal dari biji bunga matahari, sehingga ia yakin usang kelamaan sawit tidak akan bernilai lagi di masa depan.

Presiden pun mengajak para petani untuk cermat melihat peluang. Petani masa sekarang harus menanam komoditas yang mempunyai nilai lebih.

Ia mencontohkan beberapa komoditas, adalah kopi, nilam, atsiri, kayu manis, dan manggis.

Khusus untuk manggis, Jokowi menyampaikan bahwa sejumlah negara, semisal China, Jepang, Korea, Singapura, dan Amerika meminta Indonesia mengekspor manggis. Namun, karena produksi dalam negeri yang masih belum optimal, seruan itu belum dapat dipenuhi.

"Permintaan banyak, tapi kita tidak dapat memenuhinya alasannya produksinya kurang. Makara saya, kita ini harus diperhatikan untuk menjadi komoditas yang anggun ditanam, terutama untuk diekspor," kata dia. [kompas.com]

Artikel Terkait