Bagaimanakah dampak rasa tenggang rasa terhadap kehidupan masyarakat. ? Pertanyaan ini kadang simpel menjawabnya namun tak simpel menerapkannya. Kita begitu simpel mengumbar kata kata mengungkapkan rasa tenggang rasa kita kepada seseorang. Ungkapan tenggang rasa menjadi simbol peradaban kini. Semakin indah kata terungkapkan semakin berkelas seseorang itu. Media massa mendulang income iklan dari bertaburnya ungkapan tenggang rasa ini. Toko bungan laris keras untuk mengunkapkan rasa tenggang rasa itu.. Postcard yang indah dan unik diburu orang untuk memberikan sepatah kata ihwal empati. SMS bertebaran dengan kata berpantun. Ya , rasa tenggang rasa hanya ada dalam ruang simbol dalam untaian kata kata. Sebagian besar Anggota Dewan ialah mereka yang piawai mengungkapkan tenggang rasa dalam kata kata diatas panggung. Sementara keseharian kita sangat sulit mengungkapkan tenggang rasa itu dalam bentuk tindakan.
Teman saya yang memegang posisi CEO disalah satu perusahaan venture capital. Mengajarkan saya ihwal tenggang rasa ini. Seorang cleaning service yang ditemuinya di kuridor toilet disapanya dengan lembut. Dia berbincang bincang begitu akrabnya.Tak berapa usang beliau memperlihatkan uang dari dompetnya kepada Cleaning service itu. Terlihat hubungan begitu dekatnya tak berjarak. Hingga cleaning service itu tak sungkan untuk memberikan kesulitannya. Dengan sigap , CEO ini memperlihatkan santunan uang. “ Mereka orang kecil, Berada disudut terpencil dari hirarki organisasi. Tak banyak orang memperhatikan mereka ditempat itu. Tak ada waktu orang untuk sejenak berbicara dengan mereka. Sejenak saja kita ada waktu, kita tahu mereka punya masalah. Masalah itu tidak ruwet dan tak akan menguras dompet kita,Tak akan lebih dari biaya makan malam kita. Atau tidak lebih mahal biaya selir kita. Tapi perhatian kita ,empati kita dengan duduk kasus mereka yang impulsif , tak terhingga nilainya bagi mereka. Dan sesungguhnya pada waktu bersamaan kita telah membangunkan potensi besar dalam dirinya, yaitu kesetiaan. “ Demikian kata teman saya itu.
Saya melihat daerah toiletnya selalu higienis dan terjaga dengan rapi. Membuat tamu yang memakai toilet itu merasa kagum. Saya sempatkan dalam seminggu jikalau dijakarta, dua kali naik ojek. Selama naik ojek itu saya menikmati perbincangan dengan tukang oject. Banyak hal yang menciptakan kita tersentuh saat beliau berbicara ihwal mahalnya harga buku anaknya sekolah.. Mahalnya ongkos kesekolah. Mahalnya kebutuhan hari hari. Kata kata itu mengalir begitu lancarnya. Dia tahu saya tidak sanggup berbuat banyak. Tapi beliau bahagia sebab saya mau mendengarkannya. Ketika turun dari ojec, saya tidak pernah meminta kembalian uang atas kelebihan uang saya. Jumlahnya tak banyak tapi dikomplek saya, hampir semua tukang ojek selalu menebarkan senyum dan berebut untuk mengakibatkan saya sebagai pelanggan. Tanpa saya sadari saya selalu ditunggu mereka ,dan tentu mereka selalu berdoa untuk saya. Dari hal yang sepele, dengan tenggang rasa yang sederhana atas nasip mereka, saya telah membangun komunitas pendoa untuk saya. Subhanallah.
Dari kisah tersebut diatas, kita sanggup melihat bahwa tenggang rasa itu bukanlah hanya sekedar kata kata. Banyak hal yang sepele didunia ini sanggup diselesaikan dengan cepat hanya dengan perilaku tenggang rasa yang spontan. Berpikirlah saat anda membeli Jas seharga Rp. 15 juta ihwal orang miskin yang tak berbaju di papua sana atau di NTT. Berpikirlah saat anda menghabiskan makan malam di restoran jepang seharga Rp. 6juta ihwal orang NTT, Papua, Kalimantan, Jawa yang harus menahan lapar setiap hari dan terpaksa makan katul setiap masa paceklik. Berpikirlah saat anda membelikan selir atau istri , jam seharga USD 100,000 atau tas bermerek seharga USD 40,000 ihwal jutaan siswa gagal kuliajh sebab tidak ada biaya, ada jutaan anak jalanan yang tak ada daerah tinggal. Jika anda akan korupsi atau menjual wewenang keadilan, ingatlah rakyat yang berada dipelosok desa yang sedih menanti keadilan sosial.
Dengan menahan selera anda dan mulai menyapa tetangga anda yang miskin dengan santunan impulsif , memberi kepada bawahan anda komplemen honor , memperlihatkan tip kepada supir taksi, tukang ojek, membeli produksi dalam negeri, kerajinan rakyat, dan banyak lagi Artikel Babo yang sanggup anda lakukan secara impulsif dimana saja dan kapan saja, untuk sebuah empati.Dari rasa tenggang rasa ini akan lahir budaya kebersamaan. Orang miskin tidak akan terhina dengan kemiskinannya.Tidak akan kecewa dengan kemiskinannya. Mengapa ? sebab mereka tidak merasa dibiarkan sendiri mengatasi masalahnya. Kemiskinan ialah fitrah tapi miskin tenggang rasa ialah tragedi bagi alam semesta. Perkuat tenggang rasa kita kepada sesama dalam bentuk tindakan konkret walau hanya sekedar senyum dan doa. Bila ini menjadi budaya maka komunitas rahmatan lilalamin akan hadir disini.
Sumber https://bukuerizelibandaro.blogspot.com/