Ada yang menarik isu tahun ini. Dimana Pertamina telah meng akuisisi 32 persen saham Petrodelta, S.A, Venezuela, milik Harvest Natural Resources. Tahun ini mengakuisisi Perusahaan Minyak di Irak sebesar 20%. Disamping itu ada juga isu dimana Indonesia melunasi hutang kepada iMF dan sekaligus memperlihatkan proteksi kepada IMF sebesar USD 1 milliar. Dan yang terakhir yakni tekad pemerintah untuk mengambil alih biaya studi kelayakan mega project Jembatan Selat Sunda yang sebelumnya ditanggung oleh investor. Sebelumnya sudah sama sama diketahui bahwa adanya UU yang mengharuskan hasil tambang sumber daya mineral dan Gas harus dikelola didalam negeri sebelum di eksport dan evaluasi ulang terhadap kontrak karya tambang. Dari isu ini apa yang menarik ? yang menarik yakni Indonesia seakan berada dipersimpangan Jalan. Sosialis dan kapitalis berbaur dengan design yang tidak jelas, apalagi dikaitkan dengan potensi ekonomi Indonesia dalam geoeconomy global. Apakah pemerintah tidak melihat potensi ini untuk bergerak cepat memanfaatkannya menurut geopolitik dan geostrategi yang jelas?
Dalam salah satu seminar investasi ASIA yang diadakan di Beijing , saya sempat bertemu dengan teman yang menjabat executive dari group Investor institusi. Mereka menyampaikan bahwa masa depan ada di ASEAN dan itu ada pada Indonesia. Saya sempat terkejut. Karena yang memberikan ini yakni investor institusi tentu mereka didukung oleh forum riset yang mahir hingga hingga pada kesimpulan ibarat itu. Bagaimana dengan Negara lain ? tanya saya. Menurutnya Negara lain ibarat Jepang , Korea, Taiwan tak bisa lagi dibutuhkan sebagai lahan investasi. Karena kemampuan produksi mereka selama ini tidak punya value apapun sehabis China tampil di pasar dunia dengan harga murah. Dalam 20 tahun belakangan ini terbukti Negara tersebut justru menjadi beban bagi Negara konsumen ibarat Eropa dan AS. Harga produk industry mereka telah bubble hingga pada batas irasional. Telah menjadikan inefisiensi nasional bagi AS dan tentu beban ekonomi dalam jangka panjang jika dukungan kemitraan tetap dipertahankan. Namun memperlihatkan dukungan pasar berkelanjutan kepada China juga tidak bijak. Karena system ekonomi yang berbeda telah menjadikan Negara inportir dirugikan dari segi mata uang.
Bagi Investor institusi untuk menjadikan potensi pasar dalam negeri China sebagai peluang menyebarkan dana , juga hal yang rumit. Karena regulasi cross border transfer fund yang ditetapkan pemerintah China telah menciptakan cost of fund semakin mahal. Maklum saja, bahwa investor tidak bisa bebas memindahkan dananya keluar negeri , yang tidak sama ibarat Indonesia dimana investor dimanja akan kebebasan transfer devisa.Vietnam juga bukan hal yang cantik untuk investasi jangka panjang. Karena lemahnya menajement moneter serta system politik yang tidak demokratis yakni salah satu hal yang menciptakan investor berpikir lebih jauh untuk masuk secara penuh. Thailand, memang daerah yang cantik alasannya produktifitas mereka yang tinggi namun itupun dalam komoditas yang terbatas. Pasar dalam negeri Thailand pun sangat jenuh untuk dikembangkan alasannya proteksi pemerintah berlebihan melindungi industry dalam negeri. Disamping kekuatan devisa mereka yang tua alasannya didukung oleh export barang dan jasa yang tak bisa dikembangkan lebih jauh. Malaysia dan Singapore , tak bisa dibutuhkan terlalu jauh untuk investasi jangka panjang. Karena mereka sudah over capacity. Disamping itu lingkungan strategis mereka sudah tidak exciting lagi alasannya Indonesia tidak lagi menjadikan Negara mereka sebagai channeling barang ataupun jasa.
Indonesia, hemm..temam itu tersenyum dengan mata memancarkan keinginan besar. Seakan dihadapannya terbentang rezeki melimpah untuk menyalurkan dana berlebih dan menggandakannya. Baginya Indonesia yakni Negara di ASEAN yang memiliki tingkat pertumbuhan ekonomi paling tinggi dan stabil !Karena stabilitas pertumbuhan ekonomi itu sangat penting untuk menghitung probability jangka panjang terhadap investasi. Dan yang lebih penting lagi pertumbuhan itu bukan melulu dipicu oleh hutang. Tapi lebih dipicu oleh keunggulan strategis yang didukung oleh kemelimpahan sumber daya alam Indonesia. Hal ini terbukti dengan rendahnya tingkat hutang dibandingkan dengan GNP dibandingkan Negara emerging market Artikel Babo. Sektor moneter Indonesia dinilai sangat likuid dibandingkan Negara Artikel Babo. Pasar obligasi sangat kuat. Pasar SBI juga likuid dan menjadi incaran investor jangka pendek. Potensi ekonomi Indonesia yang ada sanga besar namun kapasitas produksi masih rendah. Artinya terbuka luas untuk peningkatan produksi lebih besar. Peluang itu ada disemua sektor. Upah yang sangat murah dibandingkan China dan jumlah orang muda paling banyak di bandingkan negara ASEAN. Lingkungan strategis yang berhadapan dengan Facifik merupakan pontesi yang tak habis habisnya.
Nah, Indonesia berada dipersimpangan Jalan menjawab pergeseran geoeconomy dunia atas potensi ekonomi yang ada. Indonesia harus mencar ilmu dari China yang cepat tumbuh kesudahannya terjebak dengan pasar International yang stuck. Sementara pasar dalam negeri masih butuh waktu untuk mengambil peran. Indonesia harus mencar ilmu dari AS yang cepat tumbuh menjadi hegemoni ekonomi dunia kesudahannya terjerembab akhir bubble moneter. Indonesia harus mencar ilmu dari Eropa yang tidak becus mengendalikan kebutuhan pertumbuhan dengan daya dukung ekonomi nasional hingga terjebak dalam hutang yang tak terbayar. Indonesia harus mencar ilmu dari Mesir , Tunisia, Libia, Syiria yang tumbuh namun gagal menjamin keadilan hingga terjadi gejolak politik. Indonesia harus mencar ilmu dari Asia Tengah yang hanya jadi resource abnormal yang miskin kontribusinya terhadap petumbuhan domestic. Indonesia harus mencar ilmu dari Jepang, Korea dan Taiwan yang tumbuh namun tak bisa menjaga keseimbangan ekonomi dalam negeri kesudahannya stuck menuju spiral crisis. Indonesia harus mencar ilmu dari kegagalan negara lain dalam memanfaatkan pergeseran Geoeconomy ketika ini. Harus cepat bersikap dan bertindak untuk kepentingan nasional
Nah, Indonesia berada dipersimpangan Jalan menjawab pergeseran geoeconomy dunia atas potensi ekonomi yang ada. Indonesia harus mencar ilmu dari China yang cepat tumbuh kesudahannya terjebak dengan pasar International yang stuck. Sementara pasar dalam negeri masih butuh waktu untuk mengambil peran. Indonesia harus mencar ilmu dari AS yang cepat tumbuh menjadi hegemoni ekonomi dunia kesudahannya terjerembab akhir bubble moneter. Indonesia harus mencar ilmu dari Eropa yang tidak becus mengendalikan kebutuhan pertumbuhan dengan daya dukung ekonomi nasional hingga terjebak dalam hutang yang tak terbayar. Indonesia harus mencar ilmu dari Mesir , Tunisia, Libia, Syiria yang tumbuh namun gagal menjamin keadilan hingga terjadi gejolak politik. Indonesia harus mencar ilmu dari Asia Tengah yang hanya jadi resource abnormal yang miskin kontribusinya terhadap petumbuhan domestic. Indonesia harus mencar ilmu dari Jepang, Korea dan Taiwan yang tumbuh namun tak bisa menjaga keseimbangan ekonomi dalam negeri kesudahannya stuck menuju spiral crisis. Indonesia harus mencar ilmu dari kegagalan negara lain dalam memanfaatkan pergeseran Geoeconomy ketika ini. Harus cepat bersikap dan bertindak untuk kepentingan nasional
Pertanyaannya yakni mengapa terkesan investasi berjalan lambat di Indonesia ? Menurut teman saya letak persoalannya kepada system politik yang dianut oleh Indonesia. Konstelasi politik dalam negeri itu tidak gampang bersikap menjawab peluang itu. Maklum saja alasannya partai yang berkuasa terdiri dari banyak warna dengan kegiatan yang berbeda beda. Ada yang sosialis, ada yang kapitalis, adapula yang agamais. Ini tidak gampang dipersatukan. Lihat saja buktinya bagaimana pertarungan elite politik soal budi subsidi BBM, kebijakan soal privatisasi, kebijakan soal pembebasan tanah untuk project infrastruktur, kebijakan soal pembangunan wilayah yang tergantung siapa penguasa wilayah tingkat dua, kebijakan soal pangan, industri. Dan lain lain. Inilah yang harus dilihat kedepan. Dengan amandemen Undang-Undang Dasar 45 saat ini, keliatannya siapapun pemimpin akan menghadapi hambatan yang serius. Karena geopolitik kita kacau dan tentu geostrategis tidak terperinci lagi.
Siapakah pemimpin yang bisa mengelola potensi dalam negeri dengan mempersatukan warna partai untuk keadilan social serta smart memanfaatkan peluang international akhir terjadinya pergeseran geo-economy dunia untuk kejayaan Indonesia. ? SIapa? moga tahun 2014 nanti kita bisa menentukan pemimpin yang sempurna dan benar. Bagaimanapun kita butuh pemimpin yang visioner beriman dan berakhlak mulia untuk mempersatukan semua golongan demi kemanusiaan yang adil dan beradab menurut kerendahan hati untuk memimpin , maka keadilan sosial bagi seluruh rakyat yakni masa depan Indonesia. Mungkinkah...?
Sumber https://culas.blogspot.com/Siapakah pemimpin yang bisa mengelola potensi dalam negeri dengan mempersatukan warna partai untuk keadilan social serta smart memanfaatkan peluang international akhir terjadinya pergeseran geo-economy dunia untuk kejayaan Indonesia. ? SIapa? moga tahun 2014 nanti kita bisa menentukan pemimpin yang sempurna dan benar. Bagaimanapun kita butuh pemimpin yang visioner beriman dan berakhlak mulia untuk mempersatukan semua golongan demi kemanusiaan yang adil dan beradab menurut kerendahan hati untuk memimpin , maka keadilan sosial bagi seluruh rakyat yakni masa depan Indonesia. Mungkinkah...?