Pasar Dan Harga?

Diawali sebuah pandangan gres wacana perlunya perdagangan bebas tanpa ada restriction negara. Ini penggalan dari concept new world order menuju globalasi kebebasan pasar sercara permanen dan terstruktur. Gagasan ini diawali dalam negosiasi international yang dimotori oleh AS dan Eropa, yang dikenal dengan Putaran Uruguai.  Ini proses yang panjang hingga terbentuknya WTO yang mengatur komitmen international soal perdagangan, investasi, pariwisata ( belakangan berkembang hingga ke IT , Telekomunikasi dan Financial ). Dalam putaran uruguai dan hingga terbentuk WTO , problem harga ini selalu menjadi silang sengketa. Karena jikalau harga barada di free zone tanpa ada intervensi negara maka harus ada komitmen wacana perlunya keterbukaan mengenai unsur pembentukan harga itu sendiri. Namun ini tidak sepakati dengan alasan kompetisi. Maklum, aneka macam produk yang lahir lewat riset dan dikampanyekan dengan luas, tidak diketahui dengan niscaya berapa harga pokok standard perolehannya , dan perlu diam-diam harga pokok demi unggul dalam bersaing. Semua mereka berdalih bahwa riset dan promosi yaitu halal dan insan berhak menimba keuntungan dari upaya itu. Berapa harga terbentuk, itu tergantung pasar ( penjual dan pembeli.). Kenapa dipermasalahkan? Sementara negara berkembang diwajibkan membuka harga pokok pertaniannya untuk memastikan tidak terjadi bubble price. Katanya ini demi menjaga food tidak masuk wilayah spekulasi yang sanggup merugikan dunia. Artinya untuk harga produk pertanian dihentikan harga bebas bergerak menyerupai barang industri dan manufaktur, kecuali memang ongkos produksi naik. Itulah hebatnya kapitalisme yang bermuka dua.

Kapitalisme dalam bentuk yang lebih luas bekerjasama dengan negara, financial , industri , yang menjadi sebuah sistem saling mengikat dan ketergantungan. Dari keberadaan ”harga”yang berada di ” free zone ” ini terjadilah derivative yang sangat luas. Dari free zone soal harga ini, terbentuklah apa yang disebut dengan value added. Harga tidak lagi mencerminkan real perolehan barang ditambah keuntungan tapi didalamnya terdapat pula unsur image dan tekhnologi yang menempel pada barang itu. Begitupula aneka macam linked product yang lahir dari riset tekhnologi produksi untuk menghasilkan barang menyerupai industri obat obatan, otomative, electronic, high technology , pestisida, pupuk dan lain sebagainya ikut berperan memilih harga dipasar. Baju dan Jas bermerek Armany harganya 100 kali lipat dari harga baju buat pasar Tanah Abang atau 10 kali lipat dari jas buatan Pasar Pagi. Harga secangkir kopi di starbuck sama dengan 10 cangkit kopi di warteg. Padahal baju tetaplah baju dan kopi tetaplah kopi. Perbedaannya hanya terletak pada image dan tekhnologi. Starbuck dan Armany membangun image soal produknya lewat kampanye dan menyebarkan produk dan design lewat riset tekhnologi. Itu seni dari pasar. Mengapa ini terjadi ? Model sebuah pasar yaitu daerah di mana orang di bersahabat kita yaitu pesaing kita. la mendesak kita untuk berpacu. Kita ingin mengalahkannya dan ia ingin mengalahkan kita. Di dalam pasar, rasa iri bukan hal yang salah, rakus sanggup jadi bagus, dan keduanya dilembagakan dalam sebuah sistem.

Kita berada di kurun ke-21. Walau kapitalisme telah membuktikan laris yang jelek di negeri asalnya namun di negeri ini Kapitalisme sedang menang. Sosialisme, dengan pancasila , jadi bahana dagelan. Dan menyerupai yang terjadi di dalam sejarah—dan ini terjadi di mana-mana saat ekonomi pasar berkuasa—apa yang didefinisikan sebagai “kepentingan publik” pun jadi kurang mendapat tempat. Kepentingan, interest, kesannya jadi suatu ringkasan dari kata “kepentingan diri”, yang bukan saja dianggap sebagai hal yang lumrah, tapi juga dirayakan sebagai sesuatu yang tidak memalukan lagi. Manusia telah bergerak dari posisinya sebagai warga suatu komunitas menjadi seorang penjual dan/atau seorang pembeli. BUMN yang tadinya di design menurut Undang-Undang Dasar 45 pasal 33 yang agung itu namun kini beradaptasi sehabis dimanademen menjadi Undang-Undang Dasar 2002. Satu demi satu BUMN di privatisasi lewat divestasi , baik secara eksklusif dengan mengundang investor aneh maupun secara tidak eksklusif melalui pasar modal. BUMN tidak lagi dengan tegars beroperasi untuk sosial tapi untuk keuntungan semata. Bagaimana dengan Public Service Obligation? Bagaimana dengan cross subsidy? Itu semua tidak lagi melibatkan corporate tapi lewat APBN.  Demi pasar maka corporate harus terang arahnya yaitu semata mata demi  laba. Kreatifitas pasar dibebaskan untuk menaikkan harga setinggi tingginya, supaya semakin tinggi keuntungan semakin tinggi pajak masuk untuk memenuhi kebutuhan APBN. Inilah system dari diamandemen nya Undang-Undang Dasar 45

Kalau ada President paling berprestasi terhadap pasar maka itu yaitu SBY dan ia melakukan itu sesuai dengan amanah UUD. Dipasar uang, saat awal (2004) ia berkuasa hutang pemerintah Rp. 1.275 T, tahun 2013 hutang tembus 2000 triliun atau Rp. 2.273 T. Artinya SBY berhasil mengakibatkan negeri ini sebagai pasar berhutang paling digemari oleh para pemilik uang. Harga uang ( suku bunga) di Indonesia termasuk tertinggi.Karenanya  semua pejabat berbangga diri dengan prestasi itu.Dipasar komoditas pangan, tahun 2004 harga beras Rp. 2600 dan kini Rp. 10,000. Dipasar energy, tahun 2004, BBM Rp, 1.810, dan kini Rp. 6500. Suatu fakta bahwa pasar bekerja efektif untuk memanjakan corporate mendulang keuntungan dinegeri konsumen ini. Walau sebab itu nilai uang terus merosot, namun negara beranggapan itulah pasar.  Biarkan pasar menilai sendiri. Bukan sesuatu yang mengkawatirkan bila  Kurs rupiah tahun 2004 Rp. 9,000 perdollar dan kini Rp. 12,000. Tahun 2004 jumlah tenaga kerja  indonesia di luar negeri 1,8 juta tapi kini jumlahnya naik 4 kali lipat atau 6,5 juta yang berasal dari 392 kabupaten ( padahal kabupaten di indo ada 500 ). SBY berhasil membuat kantong kantong kemiskinan gres diseluruh indonesia untuk memenuhi kebutuhan pasar jongos diluar negeri. SBY berhasil membangun paradigma bawa negara yaitu sebuah Corporate yang punya prinsip berkorban sekecil kecilnya untuk mendapat keuntungan sebesar besarnya, dan memuaskan pemegang saham (penguasa) sambil memeras  konsumen ( rakyat) dengan smart.

Sumber https://culas.blogspot.com/

Artikel Terkait