Seorang penulis fiksi di Australia yang berjulukan Silvia Iskandar, belum lama ini menulis biografi dan kisah perjalanan admin akun Facebook (ISP) yang berasal dari Banyumas, Jawa Tengah. Silvia Iskandar menulis kisah tersebut sehabis melaksanakan wawancara jarak jauh selama beberapa bulan dengan admin ISP. Tulisan di Wattpad tersebut berjudul ''Di Pojok Warung Bakmi Kisah Founder Fan Page ''.
Berikut ini pembuka dari kisah admin ISP tersebut:
Berikut ini pembuka dari kisah admin ISP tersebut:
"DI POJOK WARUNG BAKMI ialah fictional biography seorang tukang bakmi inspirasional, Iis Turyanto, yang membuat dan berbagi Facebook Fan Page .
Dengan segala keterbatasannya, baik dari segi pendidikan, ia hanya sempat mengenyam kursi SMP, dan segi finansial, dari gajinya sebagai pegawai warung bakmi di Purwokerto dan bermodal ponsel hibahan, Iis membuat fan page alasannya gemas melihat minimnya informasi yang sanggup dipertanggung jawabkan seputar kegiatan Presiden Jokowi di Facebook.
Awalnya fan page itu di-update hanya jikalau ada uang untuk membeli pulsa. Sedikit demi sedikit berkembang hingga hasil karyanya menerima aprèsiasi dari fans-nya, banyak yang mengatakan mengirim pulsa, mengirim uang bulanan, hingga ada yang mengirim tablet. Terhitung hari ini, 6 Agustus 2018, followers-fan page sudah mencapai 309 ribu akun lebih dan mereka ialah orang-orang yang bermukim di aneka macam negara di dunia dan tiba dari aneka macam macam lapis masyarakat.
Lama kelamaan, jerih payah Iis mulai diperhatikan oleh orang-orang di pemerintahan, hingga risikonya ia diundang ke Istana untuk bertemu dengan Presiden Jokowi. Ia menjadi daerah banyak orang mengadukan duduk masalah serta aspirasi masyarakat, alasannya kepiawaian-nya mengurus fan page dan kepala dinginnya dalam menghadapi haters, membuat orang sering salah sangka, bahwa ini ialah fan page resmi istana.
Dengan kesuksesan-nya ini, Iis tetaplah Iis, yang tiap siang mengarungi Purwokerto mengantar bakmi pesanan''.
Tulisan tersebut hingga dikala ini sudah mencapai 19 bab, dimana masing-masing cuilan berisi sebuah kisah suka sedih dibalik update acara Presiden Jokowi. Beberapa cuilan diantaranya berisi dongeng dikala menerima seruan bertemu Presiden Jokowi dan juga ada sebuah dongeng dikala awal mula dimana istri curiga alasannya mainan HP terus kelola ISP alasannya belum mngetahui aktivitasnya di media sosial.
Berikut ini cuilan ke-1 dari goresan pena berjudul ''Di Pojok Warung Bakmi Kisah Founder Fan Page
1. UNDANGAN KAGETAN
Bzzz..bzzz.. Ponselnya bergetar. Pria yang sedang mencuci piring itu buru-buru menyeka tangannya dengan kain lap bermotif kotak-kotak dan diraihnya telepon genggam dari dalam sakunya. Ia melihat layar panggilan.
Andi W –Istana
Oh..Mas Andi. Paling-paling ia mau menanyakan apa ada keluhan gres di Fan Page ISP. Lucu sebenarnya. Awalnya, cuma alasannya bingung, mau cari info terbaru atau foto-foto kegiatan Pak Presiden kok tidak ada di Facebook? Mesti cari-cari di aneka macam situs yang download-nya lama sekali. Halah…ngabis-ngabisin pulsa!
Padahal namanya di Indonesia, semua orang di desa saja punya Facebook.
Iseng, dibuatnyalah Fan Page . Dia kumpulkan foto, jadwal, berita-berita dari aneka macam sumber ke dalam fan page itu. Tanpa dirasa akun itu lama-lama menjadi besar dan orang sering salah sangka, dikira situs resmi ke-Presiden-an.
Akibatnya jadi banyak yang mengeluhkan macam-macam. Semua ia sampaikan ke
Mas Andi Wibowo, Staff Istana yang sudah cukup lama dikenalnya. Kenal dari mana?
Ya dari mana lagi? Lagi-lagi lewat Facebook!
Mungkin Mas Andi mau menanyakan kabar seputar fan page, perihal aspirasi dan keluhan rakyat yang sering ia sampaikan. Tapi yang mengherankan ialah Mas Andi menelepon langsung, padahal biasanya komunikasi di antara mereka berdua selalu melalui Facebook saja.
“Halo?”
“Selamat sore, lagi sibuk nggak Mas Iis?”
“Ah, biasa lah, Mas Andi. Sibuk nyuci piring dan delivery order,” Iis terkekeh.
Mas Andi berdehem, “Mas Iis ingat waktu itu saya pernah bilang, jikalau Pak Presiden berencana mengundang para pegiat sosial media untuk makan siang bersama?”
“Oh, iya Mas, saya masih ingat kok.”
“Mas Iis waktu itu bilang bersedia jikalau dipanggil?”
“Yahh..bersedia sih pasti. Tapi sebelum ada seruan ya… saya sih pasrah aja. Wong pegiat media umum itu banyak dan pintar-pintar, Mas. Mana mungkin wong cilik menyerupai saya terpilih?” Iis tertawa terkekeh.
Wara-wiri di dunia maya politik ini sering membuatnya minder. Penulis-penulis artikel dan pegiat media umum di Indonesia itu luar biasa, dan pastinya pintar-pintar.
Mana mungkin Iis Turyanto yang berasal dari desa di pegunungan dan bekerja sebagai pelayan Rumah Makan Bakmi Cahaya Timur di kota Purwokerto diundang?
Sekolah saja cuma lulusan SMP, kok!
“Wah, justru itu, Mas. Bapak sukanya ketemu wong cilik. Bisa ya, Mas? Bener? Saya mau memastikan Mas sanggup tiba semoga saya sanggup urus logistik-nya.”
“Lo…logis?? Ehh..” Kepala Iis kosong seketika. Beneran nih?
“Bisa nggak Mas?” Mas Andi mulai terdengar tidak sabar.
“Bi..bisa…bisa, Mas,” bibirnya terbata-bata menyetujui.
Mas Andi masih saja terus berbicara, menjelaskan ini ialah acara silaturahmi dengan para pegiat sosial media, sebagai kesempatan Bapak Presiden berterima kasih untuk para pendukungnya. Iis diminta berpakaian rapi dengan setelan batik dan sepatu tertutup.
Batik? Sepatu? Kening Iis berkerut-kerut, “Maaf Mas, haduh…gimana ya… Saya nggak punya baju batik, saya juga nggak punya sepatu, saya kerja tiap hari pakai sandal jepit aja.”
Dipandangnya ujung jari-jemari kakinya yang dialasi sandal jepit lama berwarna hijau. Kalau dilihat dari foto-foto, lantai Istana mengkilap menyerupai kaca. Tentunya sandal ini hanya akan membuat lantai itu kotor saja. Bisa-bisa ia diusir sama cleaning service-nya!
Hatinya eksklusif melesak. Begitu lama ia mengidolakan Pak Jokowi, membuat fan page, memelototi fotonya satu-persatu, sekarang, sudah mau bertemu, …gagal. Cuma alasannya sandal jepit.
“Oooo…nggak punya sepatu ya?” Nada bunyi Mas Andi agak kaget
Hati Iis melesak lebih dalam lagi. Punya puluhan ribu followers yang ia berdiri dari nol membuatnya selama ini merasa sudah cukup sukses hingga sering chatting dengan staff Istana. Tapi sekarang, sandal jepitnya ini menyadarkannya. Dia itu wong cilik. Nggak pantes mimpi ketemu Presiden! Sepatu aja nggak punya!
“Gini saja Mas, Mas Iis nanti Inbox nomor rekening bank ke Facebook saya, ya.
Nanti saya kirimkan uang semoga Mas sanggup beli barang-barang keperluan untuk ke Jakarta.” Hati Iis yang sempat melesak kini menerima udara sedikit,
“Ba..baik..baik, Mas!”
“Ada ongkos untuk transport, nggak?”
“Oh…” jari-jari kaki Iis menggelung. Dia gres sadar, ongkos kereta itu tidak murah!
“Ya jikalau nggak ada saya kirimkan juga. Pokoknya yang penting Mas harus tiba ya,” sambung Mas Andi, “Ini Bapak yang mengundang Mas Iis. Bukan saya, lho!”
“Beneran Mas Andi? Terima kasih, terima kasih banyak.” Hati Iis kini penuh udara, menyerupai balon yang mau meletus. Iis mengangguk hingga terbungkuk-bungkuk.
Kalau ada di depannya niscaya ia sudah sungkem di kaki Mas Andi!
Iis masih gamang ketika mematikan ponsel-nya. “Hey, kok resah aja! Kenapa!!” rekan sekerjanya, Triyono menyikut pinggangnya, membawanya kembali ke alam sadar.”Nih, pesanan sudah siap diantar, bakmi 8 porsi ke perumahan yang biasa!”
Iis mengacuhkan Triyono dan melewatinya, eksklusif menuju ke dapur mencari ayahnya. Rasanya kok kakinya tidak menjejak tanah, menyerupai mau pingsan.
“Pak, Bapak..” disentuhnya pundak ayahnya yang sedang memasak.
Siswandi menoleh, “Apa?”
“Pak, Inyong diundang ketemu Pak Jokowi meng Istana di Jakarta,” Iis sendiri tidak percaya akan kalimat yang keluar dari mulutnya. Ia berpegangan pada tembok di dekatnya. Rasanya ia perlu duduk sebentar.
“Apa?” Suara Iis yang gamang lenyap dibungkam bunyi kelontang sutil beradu dengan wajan dan bunyi bunyi air keran dari daerah cucian piring.
“INYONG DIUNDANG MAKAN PAK JOKOWI KE JAKARTA!!”
Siswandi mengerutkan kening dan nyengir sambil terus bertanya, “Sapa sing undang? Meko malah dilomboni? Aja eksklusif percaya nek ana sing abnormal kaya kue''
“Iis!! Ngapain di situ! Ini keburu cuek nih pesanan! Cepetan!” Teriakan Triyono yang mengembalikan ia ke alam sadarnya.
Ya, inilah alam sadarnya, menyiapkan bakmi, capcay, puyunghay, dan teman-temannya, kemudian menghantarnya satu-persatu ke pemesan. Iis menaiki motornya dengan hati ketar-ketir. Dia dilarang meleng, bisa-bisa ketabrak tidak jadi ketemu
Presiden. Eh, tapi beneran nggak sih? Mas Andi tadi beneran ngundang atau bercanda? Di tengah-tengah merampungkan rutinitas kerja, ia juga teringat bahwa ia harus mengabarkan keluarganya. Haduh…ayahnya saja yang diberi tahu eksklusif tidak percaya, apalagi istri dan ibunya yang tinggal di daerah lain.
Tapi sekarang, yang penting, beberapa delivery order ini harus dihantarkan ke aneka macam alamat. Dinyalakannya mesin motornya, Iis pun melaju mengarungi kota Satria.
Bersambung...
Untuk kelanjutan dongeng diatas dari bab-1 hingga bab-19 sanggup diakses disini: