Pajak Indonesia dan Singapore.
Program BOSAN, akan memangkas pajak penghasilan tubuh dan langsung kalau ia berkuasa. Indonesia dikala ini mempunyai tingkat pajak penghasilan langsung tertinggi sebesar 30 persen dan tarif pajak perusahaan 25 persen. Singapura mempunyai tarif pajak perusahaan 17 persen dan tingkat individu tertinggi 22 persen untuk penduduk. Mengapa jadwal itu dilontarkan oleh kubu BOSAN? Rezim perpajakan di periode kepemimpinan Jokowi dianggapnya terlalu memberatkan dan tidak kompetitif kalau dibandingkan tarif yang dikenakan di negara lain. Ini menjadi salah satu penyebab basis pajak yang dimiliki otoritas pajak terbatas, dan menciptakan investor pikir dua dua kali sebelum berinvestasi di Indonesia.
Karena parameternya yaitu Tax Ratio maka sanggup saya katakan itu alasan tidak tepat. Mengapa ? Memang rasio pajak ini merupakan alat ukur yang biasa dipakai untuk mengetahui perbandingan kinerja perpajakan antarnegara dengan struktur ekonomi, karakteristik demografis, dan tingkat pendapatan yang sama. Namun rasio itu menjadi tidak relevan ketika negara-negara yang menjadi perbandingan mempunyai perbedaan dalam tiga variabel di atas. Ada hal Artikel Babo lagi yakni rasio pajak tidak mempertimbangkan karakteristik sistem pajak maupun nonpajak suatu negara. Sebuah kritik yang disampaikan oleh Lotz dan Morss (1967) lima dekade silam.
Kini, parameter yang sering dipakai mengukur performa kinerja sistem perpajakan di suatu negara yaitu dengan memakai perhitungan upaya pajak (tax effort). Perhitungan ini merepresentasikan seberapa baik upaya yang dilakukan oleh suatu sistem perpajakan di suatu negara dalam mengumpulkan penerimaan pajaknya. Jika indeks upaya pajak mendekati atau melebihi angka 1, berarti sistem perpajakan negara tersebut berhasil memaksimalkan basis pajak untuk meningkatkan penerimaan pajaknya. Jika semakin mendekati nol maka itu tanda masih ada potensi pajak yang sanggup dihasilkan dari basis pajak yang ada. Nah kalau dilihat di periode Jokowi, tahun 2017 tax Effort indonesia sebesar 0,44 diatas singapore yang 0,22. Artinya tax effort Indonesia lebih tinggi daripada Singapore.
Mengapa walau tax effort Singapore rendah namun tax ratio nya mencapai 14,3%. Sementara Rasio pajak kita hanya 10,8% dari PDB. Karena pertama, di Singapore persoalan politik dan idiologi sudahn selesai. Rakyatnya engga lagi disibukan soal intolerance dan radikalisme. Kesadaran perpajakan penduduk di negara tersebut sudah tinggi. Kedua, Singapore negara pulau yang luasnya tidak lebih besar dari Batam. Penduduk juga tidak lebih banyak dari penduduk Lampung. Tentu tidak sulit menerapkan sistem perpajakan yang efisien dan optimal. Ketiga, Singapore tidak ada SDA yang dikuras, Pajak rendah yaitu masuk akal alasannya yaitu itu pemerintah hanya sebagai service provider. Kaprikornus membandingkan dengan Singapore terang tidak apple to apple.
Sebetulnya jadwal pengurangan tarif itu sudah dilakukan oleh SBY dan Jokowi. Sejak tahun 2008 proses pengurangan tarif sudah dilakukan secara gradual. Di periode Jokowi dilakukan reformasi pajak PPH Badan kini jadi 25% dan kenaikan PTKP (Pendapatan Tidak Kena Pajak ). Nah PTKP di Indonesia tergolong yang tertinggi dibanding negara ASEAN. Di Malaysia, PTKP hanya Rp 28 juta per tahun atau Rp 2,3 juta per bulan. Di Thailand pun hanya sebesar Rp 23 per tahun atau sekitar Rp 1,9 juta per bulan. Indonesia hanya sedikit lebih rendah dibanding Vietnam. Kalau kita ikuti Malaysia atau Thailand PTKP nya maka rasio pajak kita akan lebih besar dari Singapore yang 14,3%. Mengapa ? UMR kita sudah diatas Rp. 2 juta. Ini salah satu penyebab rendahnya rasio pajak Indonesia. Banyak yang bebas demi keadilan.
Dan anehnya pasangan BOSAN justru akan menaikan PTKP yang pada waktu bersamaan menurunkan tarif pajak. Ya sanggup dipastikan makin rendah penerimaan Pajak. Kalau rendah dari mana duit untuk ongkosi kesepakatan utopianya ? Menurut saya, ini trik untuk menguntungkan korporat dan terutama PMA akan bahagia alasannya yaitu SDA dikuras bayar pajak rendah. Beda dengan singapore pajak rendah tetapi tidak ada SDA , dan rakyatnya sanggup kerjaan. Kaprikornus retorika BOSAN bertolak belakang dengan agendanya. Ini berkuasa hanya untuk kepentingan pemodal dan orang kaya… Orang miskin? mana sempat ia pikir.
Tax Ratio Orde Baru 16%.
Dulu ketika Orla dan Orba Dari tahun 1970 hingga tahun 2000, kita mengenal APBN dengan format T Account. Rakyat tidak perlu tahu banyak soal APBN. Berapa seharusnya penerimaan negara dan pengeluaran? berapa defisit ? Itu urusan Negara. Tidak ada transference. Semua sumber daya keuangan ada ditangan negara. Dan pada waktu bersamaan negara punya resource berupa SDA untuk menjadi undertaker kebutuhan social Rakyat. Kebutuhan pangan, papan, dan sandang yaitu tanggung jawab negara dan alasannya yaitu itu pemimpin dipilih. Soal cukup atau tidak kebutuhan itu, rakyat harus diam,tidak boleh demo , dihentikan nyinyir. Bahkan pernah dalam kampanye , Menteri dalam negeri Amir Mahmud berkata lebih dari 90% pembiayaan APBN berasal dari pemerintah, tugas rakyat kecil sekali.
Hukum politik sederhana sekali bahwa semakin kecil tugas rakyat dalam pembiayaan negara atau tax ratio, maka semakin lemah tugas rakyat dihadapan negara. Semakin tinggi tax ratio semakin besar posisi tawar rakyat dalam politik kepada negara. Era Ode gres tax ratio tidak pernah lebih baik dari periode Reformasi. Tax ratio 1990-1998 berturut-turut sebesar 6,19 persen (1990), 6,72 persen (1991), 7,31 persen (1992), 7,30 persen (1993), 7,68 persen (1994), 8,20 persen (1995), 7,86 persen (1996), 8,03 persen (1997), dan 6,05 persen (1998). Ditarik mundur lebih ke belakang, tax ratio Indonesia pada 1972 mencapai 7,33 persen, kemudian 6,70 persen (1980), dan 5,25 persen (1984). Kaprikornus periode Ode Baru yang katanya 16% tax ratio, maka itu yaitu HOAX. Sementara periode reforamsi tax ratio mencapai diatas 10%.
Prabowo memang sangat terinspirasi ekonomi periode Orde Baru dimana persoalan ekonomi menjadi hak sepenuhnya negara yang atur. Ekonomi bertumpu pada satu satunya dengan negara. Dengan kekuasan model menyerupai itu maka kekuasaan itu menjadi sangat indah. Indah sekali. Semua golongan akan melingkari kekuasaan dan menyebabkan kekuasaan sebagai magnit politik dan memaksa semua golongan untuk patuh kepada negara. Presiden dalam sistem pemerintah orde gres , yaitu presiden yang selalu dipuja tanpa noda. Presiden yang dihentikan dipertanyakan kebijakannya. Perintahnya lebih sakti daripada UU dan Hukum. Senyumnya lebih seram dari apapun.
Kekuasaan menyerupai itulah yang didambakan oleh Prabowo. Tetapi periode kini tidak sanggup lagi bermimpi menyerupai itu. Kecuali Prabowo memenangkan pemilu legislatif dengan menguasai korsi lebih dari 70%. Tentu ia sanggup mengubah total Undang-Undang Dasar untuk kembali ke periode Soeharto. Tetapi kalaupun itu dilaksanakan , maka Indonesia akan delisting di pasar uang dan lembaga intenational. Mengapa ? Tahun 2000 telah terjadi reformasi system keuangan negara yang patuh pada standard Government Finance Statistic. Dengan demikian format APBN tidak lagi T Account tetapi dirubah menjadi I account. Ia sudah menjadi standard dunia , yang sanggup di ukur dan dianalisa oleh siapapun. Kaprikornus lebih transfarance. Kaprikornus semenjak APBN mengikuti format I Account maka ia sudah bermetamorfosis menyerupai Neraca Perusahaan yang gampang dibaca oleh publik. Pemerintah tidak sanggup lagi sesukanya memilih pos APBN.
Jadi jadwal kampanye Prabowo memang diubahsuaikan dengan jadwal utamanya yaitu kekuasaan penuh negara menyerupai periode orde baru. Makanya terkesan populis namun itu dengan perkiraan ia menang dengan menguasai dingklik di dewan perwakilan rakyat diatas 70% bunyi atau ia menang melalui perebutan kekuasaan dengan membubarkan DPR, kemudian menunjuk sendiri anggota dewan perwakilan rakyat sesuai maunya. Tetapi, itu hanya onani politik yang melelahkan dan keliatan tidak bermoral.
Sumber https://bukuerizelibandaro.blogspot.com/