Jakarta -Fraksi PKS DPR memberikan sejumlah catatan terhadap kinerja pemerintahan Joko Widodo (Jokowi) sepanjang 2018, khususnya di bidang ekonomi. Menurut PKS, kondisi perekonomian Republic of Indonesia masih memprihatinkan.
"Fraksi PKS DPR mencatat kondisi perekonomian sepanjang 2018 hingga tutup tahun--bahkan selama iv tahun ini--stagnan di angka 5,0 persen," ujar Ketua Fraksi PKS Jazuli Juwaini dalam keterangannya, Rabu (2/1/2019).
Jazuli mengatakan saat ini beban utang negara semakin besar. Janji-janji pemerintah mengangkat perekonomian Republic of Indonesia pun belum tampak realisasinya.
"APBN kita belum cukup sehat. Keseimbangan primer masih negatif. Beban utang kita besar dan memberatkan keuangan negara. Pun untuk membayar bunga utang kita harus gunakan utang. Istilahnya gali lubang tutup lubang. Beratnya perekonomian ini berkelindan dengan tingginya angka pengangguran," katanya.
"Jadi angka kemiskinan juga tidak bergeser jauh. Janji Presiden membuka 10 juta lapangan kerja baru nyatanya jauh dari tercapai," sambung Jazuli.
Tidak hanya itu, menurut Jazuli, kondisi pertanian Republic of Indonesia selama kepemimpinan Jokowi juga semakin miris. Setiap tahun terjadi penyusutan lahan rata-rata 150-200 ribu hektare. Menurut dia, jika hal itu dibiarkan, 38 tahun ke depan lahan pertanian di Republic of Indonesia akan habis.
"Jika hal itu tidak diantisipasi, 38 tahun lagi lahan pertanian kita akan habis. Akibat penyusutan lahan ini, tiap tahun produksi beras berkurang iii juta ton. Dengan realitas tersebut, kecenderungan impor beras akan semakin tinggi. Kecenderungan impor juga merambah komoditas pertanian lain, seperti gula, garam, bawang merah, juga gandum. Alhasil, minat kaum muda bertani makin menyusut lagi, mereka lebih suka migrasi ke kota menjadi buruh," tuturnya.
"Faktanya, pendapatan bulanan keluarga petani telah menyusut hanya sekitar Rp 1,2 juta per bulan. Ini menjadi PR terbesar pemerintah untuk menyejahterakan petani Indonesia," lanjutnya.
Belum lagi jaminan negara atas kesehatan rakyat juga mengidap persoalan serius dan butuh penanganan segera serta sistemik. Misalnya, kata Jazuli, tunggakan pembayaran iuran BPJS yang hingga kini masih menjadi persoalan tersendiri.
"Tunggakan pembayaran iuran BPJS kepada rumah sakit membawa dampak ikutan yang menyebabkan turunnya kualitas dan kuantitas layanan kesehatan masyarakat. Padahal tiap tahun subsidi APBN terus meningkat karena BPJS selalu defisit. Ini menunjukkan kualitas manajemen yang buruk dan mengancam jaminan kesehatan warga negara yang kepesertaan JKN-BPJS sudah mencapai 200-an juta jiwa (76,7 persen), di mana separuh lebih adalah penerima bantuan iuran APBN (kelompok tidak mampu)," papar Jazuli.
Jazuli mengatakan, sepanjang 2018, pihaknya juga mencatat banyaknya bencana alam yang menuntut kinerja penanggulangan bencana pemerintah yang semakin kuat dan terkoordinasi dengan baik dari pusat hingga daerah dengan melibatkan seluruh potensi relawan kebencanaan. Dia berharap, ke depan, pemerintah memperhatikan kecukupan anggaran untuk proses tanggap darurat, rekonstruksi, dan rehabilitasi.
"Kita tentu tidak berharap datangnya bencana. Tapi, ketika bencana datang, prioritas utama adalah penyelamatan korban, termasuk pemenuhan kebutuhan pangan, sandang, dan papan yang harus ditunaikan segera. Jangan dibuat terkatung-katung. Di sana negara harus hadir menjamin kelangsungan hidup rakyat," ujarnya.
Jazuli juga berharap, pada 2019, Republic of Indonesia semakin baik ke depannya. Apalagi, gelaran Pemilu 2019 juga akan dilangsungkan sebentar lagi.
"Semoga rakyat semakin objektif dalam memilih pemimpin yang terbaik, pemimpin yang mampu mewujudkan harapan dan membuat kondisi bangsa ini semakin maju dan sejahtera. Kita juga berharap penyelenggara pemilu, aparat, dan birokrasi netral demi menjaga kokohnya demokrasi yang berkualitas," pungkas Jazuli.
Saksikan juga video 'Program 'Kerja Bayar Tunai' Ala Pemerintahan Jokowi':
Sumber detik.com