Catatan Wacana Ahok.


Saya bukan penduduk Jakarta. Saya penduduk Banten atau tepatnya Kotamadya Tangerang. Apa urusannya dengan Pilkada DKI. Toh siapapun yang terpilih tidak ada hubungannya dengan perbaikan kota saya. Di samping itu bisnis saya tidak ada kaitannya dengan proyek Pemda, atau tidak memerlukan izin dari Pemerintah Daerah menyerupai buka restoran, atau cafe atau tempat hiburan atau property. Namun sahabat saya banyak yang bersinggungan dengan Pemrof DKI. Mereka umumnya ialah pengusaha property, tempat hiburan, restoran. Ketika Ahok di calonkan sebagai Wagub berpasangan dengan Jokowi, mereka sangat antusias memperlihatkan sumbangan kepada Ahok. Alasannya lebih kepada kesamaan etnis dan Ahok di kenal sebagai pengusaha. Tentu impian mereka, Ahok  akan lebih flexible untuk melancarkan bisnis mereka di DKI. Tentu sumbangan mereka di terima dengan bahagia hati oleh Ahok. Saya pernah di undang oleh sahabat untuk hadir dalam suatu kegiatan di sebuah restoran di kawasan jakarta Utara. Acara itu di gagas oleh etnis keturunan berasal dari satu salah kota di sumatera. Nampak sekali mereka bersemangat memperlihatkan sumbangan kepada Ahok. Tapi sebagai pebisnis, saya perhatikan wajah Ahok bukan tipe orang yang gampang di taklukan. Walau senyumnya terkesan ringan namun raut wajahnya tidak menyiratkan hatinya lemah. Nampak bagi saya ia ialah tipe orang yang realistis dan rasional. 

“ Lue engga bisa berharap terlalu banyak dari Ahok. “ itu kata saya kepada sahabat yang tak pernah saya lupa. Namun sahabat itu begitu yakinnya bahwa kemenangan Ahok ialah peluang bagi masa depannya. Berlalunya waktu, sahabat saya sudah jarang sekali bicara perihal Ahok. Apalagi restoran yang tadinya berdiri di lahan Pemrof terpaksa di tutup sesudah habis waktunya. Karena Pemrof tidak ingin memperpanjang sesuai dengan kontrak gubernur sebelumnya. Ahok ingin kontrak di rubah untuk semakin besar laba bagi Pemrof.  Ketika sahabat saya meminta ahok mempertimbangkan, dengan enteng Ahok, bilang “ Lue sahabat gua, seharusnya lue bantu gua gimana Pemrof sanggup PAD sebanyak mungkin untuk membiayai kegiatan sosial. Kalau lue pengen untung sendiri ya gua engga bisa.”  Teman itu sangat kecewa dan tentu ia menetapkan keluar dari bulat persahabatan dengan Ahok. 

Keluhan sahabat itu juga di rasakan oleh sahabat lain yang bergerak di bidang property. Ahok tidak akan keluarkan izin peruntukan lahan ( SP3L) sebelum membayar jaminan untuk fasum. Mengapa ? Pengalaman gubernur sebelumnya ternyata dari 2000 surat izin penunjukan penggunaan tanah (SIPPT) yang dikeluarkan tahun 2013, hanya 14 persen pengembang yang sudah memenuhi fasos-fasum. Sisanya yang 86 persen belum di bayar alias nunggak, yang pada tahun 2010 saja, siap di tagih senilai Rp 80 trilyun dari 28 Pengembang. Sementara, Pemprov DKI tidak pernah melaksanakan penagihan secara masif sehingga kewajiban pengembang itu makin usang makin menggunung. Karena memang  berdasarkan peraturan pemerintah tidak ada hukuman yang tegas bagi penunggak. Itu sebabnya soal kewajiban membayar ini menjadi lahan empuk bagi Gubernur sebelum Jokowi dan Ahok untuk memenuhi pundi partai.

Namun di abad Ahok, upaya penagihan itu di lakukan dengan  segala cara. Cara yang di tempuhnya ialah tidak akan memperlihatkan izin kepada para pengembang yang masih menunggak kewajiban fasos fasum pada proyek sebelumnya. Tentu ini mendulang protes dari 28 pengembang raksasa  yang sebagian besar ialah pendukungnya tadi waktu Pilkada. Tapi Ahok tetap konsisten. Bahkan Bakrieland milik ketua dewan pembina Golkar di ancam cabut izinnya lantaran tidak bisa bayar tagihan fasum fasos. Dia sadar bahwa setiap kebijakan tentu tidak bisa memuaskan semua pihak. Dari kebijakan keras inilah Ahok mendapat PAD yang besar untuk melancarkan kegiatan pembangunan rumah susun bagi warga yang terkena relokasi. Selama ia menjabat telah lebih dari 20.000 unit Rusun di bangunnya. Tahun 2017 di rencanakan akan membangun 50,000 unit. Ini tidak pernah terjadi pada gubernur sebelumnya.

Teman pengusaha Restoran dan tempat hiburan juga mulai gerah dengan kebijakan Ahok yang menerapkan pajak secara online dengan menggandeng bank pemilik sistem IDC. Dengan sistem ini maka ribuan restoran dan tempat hiburan terhubung secara online setiap transaksi yang mereka lakukan dengan konsumen. Makara tidak bisa lagi pemilik  restoran atau tempat hiburan berkelit atau kong kalikong dengan petugas pajak dengan manbayar pajak yang “diatur’ semoga tidak sesuai dengan kenyataan. Kini orang kaya di DKI semakin di peras oleh Ahok, kata sahabat saya. Mengapa ?Ahok menetapkan pajak progresif atas kepemilikan kendaraan. Artinya semakin banyak kendaraan eksklusif semakin besar pajaknya. Ahok juga melaksanakan pembiasaan nilai Zona Nilai Tanah (ZNT) dan pemuktahiran basis data Pajak Bumi Bangunan Pedesaan dan Perkotaan (PBB P2). Artinya semakin elite dan mahal tempat atau lokasi semakin mahal PBB nya. Namun bagi pemilik rumah dan tanah di bawah ketentuan nilai NJOP di bebaskan pajak. Di sini nampak Ahok menerapkan unsur keadilan.

itu sebabnya semenjak tahun 2013 PAD DKI sebesar Rp. 26,6 Triliun, kemudian tahun 2014 menjadi 39,5 Triliiun, Tahun 2015 mencapai Rp. 44,20 Triliun. Artinya terus meningkat. Walau sasaran penerimaan PAD di bawah realisasi, namun dari tahun ke tahun Ahok terus meninggikan sasaran PAD. Mengapa tetap tinggi?. Ini ialah potongan dari politik anggaran. Makara estimasi pajak yang tinggi itu lantaran dasarnya ialah upaya serius pemrof secara politik memperluas basis pemajakan dan mengadopsi kebijakan yang bertujuan untuk mengurangi ketimpangan pendapatan. Kombinasi dari kedua kebijakan tersebut akan meningkatkan persepsi masyarakat terhadap keadilan dalam struktur pajak, mengurangi polarisasi, dan memperbaiki kapasitas.  Kalaupun tidak tercapai sasaran maka bukan berarti itu salah. Kebijakan harus konsisten dengan tetap meninggikan estimasi pajak semoga DPRD  menciptakan PERDA yang bertumpu kepada pengurangan ketimpangan penghasilan di masyarakat dengan memperluas basis pemajakan. Juga memaksa Ahok harus memperbaiki kinerja PNS DKI. Karena ia sadar sebagian besar pembiayaan pembangunan DKI dari pajak rakyat. Dan ia harus membangun trust di hadapan rakyat dengan memperlihatkan kinerja terbaik bagi rakyat. 

Karena sumber pendapatan orisinil kawasan terus meningkat maka banyak sekali kegiatan sosial dan kegiatan unggulan membenahi jakarta sebagai kota modern yang religius sanggup di laksanakan. Mungkin lantaran kebijakannya itulah mengapa ia punya musuh dimana mana dan sahabat yang tadi mendukung menentukan menjaga jarak dengannya. " Engga ada untungnya temanan dengan Ahok. Semakin berteman semakin ia gencet kita. Capek lah" Demikian kata sahabat saya perihal Ahok. Bahkan Anggota DPRD dan pejabat SKPD tidak punya ruang untuk berkolusi dengan pengusaha untuk mendapat kemudahan dan laba dari APBD. Ahok sangat keras dan tidak bisa di ajak kompromi soal itu. Makanya brangkas partai semakin kering lantaran perilaku Ahok itu. Makara sungguh lucu dan aneh jikalau ada orang bilang Ahok di dukung taipan 9 naga atau proxy aseng. Justru  di pengadilan di mana AHok sebagai Saksi kasus Sanusi terbukti kebijakan Ahok merugikan pengembang dan menguntungkan pemrof DKI di mana mendapat dana di luar APBD untuk membiayai kegiatan pembangunan Giant Sea Wall.

Seorang sahabat konsultan perkotaan saya tanya apa sebenarnya kelebihan Ahok? Ini penting saya ketahui. Karena kegiatan yang telah ia lakukan itu dananya bersumber dari APBN dan  siapapun bisa melakukannya. Mengapa Ahok sanggup melaksanakan hal yang berbeda di bandingkan gubernur sebelumnya?. Dan terkesan pembangunan di DKI tidak pernah henti dan ini di rasakan oleh penduduk DKI. Menurut sahabat saya bahwa kelebihan Ahok ada pada keberaniannya melaksanakan kreatifitas untuk mendapat solusi dari keterbatasan APBD. Keberanian ini tidak semua Kepala Daerah punya. Ahok punya keberanian lantaran ia jujur dan selalu transfarance. Sehingga siapapun bisa mengawasinya. Dia tidak perlu takut selagi apa yang ia lakukan tidak untuk kepentingan eksklusif dan semua lantaran untuk rakyat DKI. 

Apa dasar aturan Ahok melaksanakan kreatifitas itu? berdasarkan sahabat saya itu diatur dalam UU Administrasi Pemerintah Nomor 30 Tahun 2014. Sehingga, Sebagai Gubernur, Ahok memiliki hak diskrisi untuk mengeluarkan kebijakan di luar aturan yang ada selagi itu untuk kepentingan Pemrof. Makanya kreatifitas Ahok tinggi sekali mendapat sumber dana mengatasi stagnan kegiatan pembangunan lantaran APBD yang terbatas. Dari dana itulah  kegiatan pengerukan sungai , kegiatan reklamasi, penyediaan kemudahan terbuka untuk publik, dan lain sebagainya di biayai. Ahok juga punya hak memperluas rincian mata anggaran semoga tidak gampang di korup oleh SKPD. Dampaknya ia bisa menghemat anggaran triliunan dana APBD. Walau lantaran itu realisasi anggaran menjadi rendah. Itu lebih baik daripada tinggi tapi di korup. Sisa anggaran bisa di gunakan untuk tahun anggaran berikutnya. Tapi dengan realisasi anggaran yang rendah itu , kinerjanya lebih baik di bandingkan dengan Gubernur sebelumnya yang tingkat realisasi anggaran diatas 90%. Silahkan nilai sendiri , kemana anggaran yang di realisasikan itu.

Sebagai pengusaha saya hanya melihat dari sisi financial solution. Apapun organisasi,  selagi ia bisa mengelola dengan baik sumber sumber yang terbatas untuk mendatangkan penghasilan semoga cash flow terjaga sesuai dengan planning dan kegiatan yang ada maka organisasi itu akan tumbuh sehat dan perubahan kearah yang lebih baik sanggup di raih. Itulah kelebihan Ahok.  Walau Ahok tidak tepat namun ia memperlihatkan warna tersendiri dalam tata kelola pemerintahan daerah. Karena sebagian besar Gubernur atau kepala Daerah di Indonesia terjebak dengan cara cara normatif. Padahal sehebat apapun kegiatan kerja namun apabila pemimpin tidak bisa mengelola sumber daya yang terbatas lantaran kreatifitas yang rendah dan tidak bersifat solutif maka akan mengakibatkan frustrasi bagi anggota organisasi. Apalagi hanya mengandalkan APBD dengan donasi APBN dan mengelolanya dengan cara normatif . Memang cara ini tidak beresiko namun tidak banyak yang bisa di lakukan untuk perubahan yang lebih baik. Itulah yang saya kawatirkan bila bukan Ahok yang jadi Gubernur DKI.

Dengan goresan pena ini saya harap warga Jakarta  dapat memahami bahwa semakin di benci seseorang lantaran kebijakannya itu tandanya ia orang yang berbuat untuk perubahan yang lebih baik. Karena merubah status quo itu engga mudah , apalagi memaksa orang keluar dari comfort zone juga tidak mudah. Jangan ragu dengan orang yang di benci lantaran ia kontroversial, lain halnya bila ia terbukti korup. Hidup ialah pilihan dan semua orang berhak menentukan pilihannya. Saya sendiri tidak bisa menjamin Ahok lebih baik di bandingkan calon lannya. Silahkan bersikap, wahai warga DKI. Di tangan andalah masa depan Jakarta.

Sumber https://culas.blogspot.com/

Artikel Terkait