Bejo menyerupai biasa tersenyum ketika saya parkir kendaraanku di pelataran cafe. Dia hanya tukang parkir. Namun ia bukan preman. Dia bekerja untuk seorang preman, dan mendapat upah sepertiga dari hasil uang parkir yang di kumpulkannya. Bejo punya impian. Dia hanya butuh sedikit modal untuk dagang asongan. Setelah itu ia berharap punya gerobak sendiri untuk jual nasi goreng. Dan selanjutnya, berharap sanggup buka warung dengan beberapa orang karyawan. Syukur kalau itu semua sanggup membawa ibunya ke Makkah. Aku hanya tersenyum mendengar keinginan Bejo. Terlau naif bagi seorang Bejo untuk berharap terlalu banyak di kota kapitalis menyerupai Jakarta ini. Tapi Bejo yakin.
“ Jo” Seru ku “ Aku mau dongeng perihal tamuku yang aneh” sambungku sambil menanti cafe itu buka.
“ Cerita aja. “
“ Sejak kali pertama bertemu tamu itu, saya menyerupai ditelungkupkan pada seraut kenangan. Aku tak tahu, mengapa saya tiba-tiba menyerupai direnggut perasaan asing dan ganjil. Aku seketika jatuh cinta. Apa yang kusuka dari tamu itu? Jujur, ia mengingatkanku akan masa laluku—dua tahun lalu—tatkala saya lulus dari kuliah. Aku masih luntang-lantung, belum mendapat pekerjaan layak, dan kerap tidur di rumah teman. Hingga akhirnya, kehidupanku berubah sehabis saya bertemu dengan seorang lelaki yang benar-benar asing bagiku—lelaki yang kemudian menjadikanku istri simpanan. Ia hampir memberiku apa yang saya butuhkan kecuali kepastian…. Ia sanggup tiba satu ahad sekali, kadang sanggup satu bulan sekali, atau bahkan dua bulan sekali. Ia tiba ketika butuh, dan ia tidak pernah tiba ketika saya sedang membutuhkan kehadirannya pada satu malam tertentu.
“ Dan lelaki ini, tiba-tiba tiba dari balik keheningan.” Kata Bejo
“ Aku tak tahu, bagaimana semua itu bermula. Ia tiba-tiba duduk di sebelahku, ketika saya sedang berpangku tangan di sudut cafe. Ia tersenyum, kemudian mengajakku bercengkerama. Di hadapannya, saya menyerupai hilang…. Ia lelaki biasa, tapi tatapan matanya membuatku luruh. Dalam sekejap, persendianku menyerupai dialiri getaran asing yang menjalar ke setiap pori-pori. Mata tamu itu menyerupai hamparan laut, hening dan meneduhkan. Setiap kali saya melihatnya, saya serasa ingin menyelam ke dalamnya….Aku tidak sanggup berkata-kata dan ketika lelaki itu memperlihatkan kebaikan untuk mengantarku pulang, saya tak kuasa menolak. Sejak itulah, saya sering jatuh sakit ketika ia usang tidak mengunjungiku….
“ Aku tahu tamu yang kau maksud.”
“ Kok kau tahu ?
“ Sepertinya saya pernah lihat wajahnya di koran pagi.”
“ Oh gitu. DI mataku, tak ada yang istimewa pada lelaki itu. Ia biasa saja—seperti umumnya tamu lain. Hanya saja, mata lelaki itu selalu memukau dan membuatku serasa di tepi danau. Setiap saya menatapnya, saya menyerupai melihat hamparan air yang tenang. Bahkan, ketika saya sudah usang tidak bertemu dengannya, aku…. entah kenapa sanggup jatuh sakit. Aku tidak tahu, kenapa semua sanggup tak masuk akal. Dan ketika ia menjengukku, perlahan sakitku pulih. Meski ia tiba hanya diam, tak pernah banyak bercerita dan bersenda gurau. Tetapi, kedatangannya telah membuatku sanggup tersenyum. Ah, lelaki ini benar-benar aneh."
”Aku tak yakin kau sanggup jatuh cinta, Dan juga mustahil ia jatuh cinta…,” ucap Bejo dengan enteng.
Aku diam, dan menyerupai tidak mau mendengar apa yang Bejo katakan. Dan saya tahu, ia tak sanggup untuk memahamiku.
“ Aku, entah kenapa, mencicipi telah meminta sesuatu yang mustahil sanggup ia penuhi. Selama ini, memang tidak pernah ada komitmen antara kami. Apalagi, sehabis saya tahu ia lelaki yang sudah beristri. Itulah yang membuatku tak pernah menuntut apa pun…
”Sekarang gimana sehabis kau tahu itu ?”
Aku terdiam. Teringat di suatu malam, lelaki itu terbaring sempurna di sisiku, kemudian menyibak selimut dan meringkuk bagai sepotong daging dalam kulkas. Tubuhnya cuek dan hampa. Tetapi semua berjalan cepat. Lelaki itu selalu mengerjakannya dengan kilat, sekejap kemudian ia sudah tersengal. Aku mendengar lenguhan panjang dan sehabis itu, ia berbaring lemas di balik selimut. Hingga kemudian, menyerupai yang sudah-sudah, dering telepon selalu membangunkan tidur nyenyaknya. Ia terbangun, buru-buru menyibak selimut, meraih handphone dan berjalan dengan gugup ke arah jendela. Kulihat sisa embun meruapkan berair di sebagian lempeng beling jendela ketika ia mendengarkan dengan syahdu bunyi di seberang. Aku tahu, ia sedang mengangkat telepon dari istrinya. Tapi saya tidak mendengar jelas: suaranya pelan setengah berbisik. Setelah hening, lelaki itu berkata pendek, ”Aku harus segera pulang.” Aku tak mungkin mencegahnya pergi.
“ Entahlah Jo. “
Bejo hanya tersenyum. “ Kamu tidak pernah mempunyai diri kau sendiri. Tentu kau tidak pernah tahu apa yang kau lakukan itu benar atau salah.”
“ Jo, kau jahat sekali. Segitukah nilai kau terhadap saya “
“ Kenyataannya begitu.”
“ Kenapa ya Jo”
“ Kendaraan, ATM selalu ada isi, dan pakaian selalu baru, dan tempat kos kawasan elite. Itu semua tidak di sanggup dengan kerja keras. Dan kini kau bicara perihal cinta untuk itu semua ? Aneh aja. “
“ Ah kamu, sanggup aja. Itu kan rezeki anak sholeh...”
***
Malam itu tamuku tidak jadi datang. Tanpa alasan yang jelas. Akupun tak ingin menghubunginya.
“ Dia tidak akan tiba , Mir “ Kata Bejo ketika saya akan masuk kedalam kendaraan.”
“ Kok kau tahu Jo”
“ Engga baca isu sore ?
“ Ada apa ?
“ Tamu kau di tangkap KPK. “
“ Ke tangkap tangan ya Jo”
“ ya begitu ceritanya.”
Aku terhempas lemas. Bagaimana dengan nasipku? Segala bayangan jelek tiba menyelimuti pikiranku.
“ Sudah saatnya kau kembali ke jalan Tuhan. “
“ Jangan petuahi saya perihal amal dan dosa. Usah pula berbuih ludah mendongengkan manis nirwana dan bengis neraka. Kelaparan lebih mengerikan dari kematian. Jika mati sudah ketetapan, lapar ialah bab dari kekalahan. Aku pasrah dijemput maut kapan saja, tapi saya enggan mau mati dengan perut kosong. Maka biarkanlah saya dengan hidupku, Jo. Tolonglah sedikit tenggang rasa disaat menyerupai ini.”
“ Apa yang kau harapkan dari kemurahan seorang koruptor? Dia sudah mengkhianati negara dan juga keluarganya. Dia tidak akan pernah sanggup mengasihi siapapun kecuali dirinya sendiri. Apalagi dirimu?
Aku termangu dan menangis. Bejo ada benarnya. Kulajukan kendaraan menyusuri kemacetan Jakarta. Di tempat kos, saya menangis dalam kesendirian. Hujan di luar mungkin telah menciptakan banyak orang cemas alasannya ialah tinggal di bantaran kali dan dirumah kumuh,, yang hanya dilema waktu akan di dera banjir. Kemiskinan dan keterpurukan ialah ketidak adilan sistem. Dan itu hanya melahirkan kemakmuran diatas banyak penderitaan yang luput di catat statisik. Sementara saya menikmati limpahan kemewahan dari dana haram untuk pekerjaan haram. Kebodohanku ialah mempercayai cinta dari seorang koruptor. Tentu kebodohan rakyat yang mempercayakan kekuasaan kepada koruptor yang kadang membungkus kata dengan Firman Tuhan, dan membalut dirinya dengan pakaian orang sholeh. Bergaul dengan orang sholeh.
Benar kata bejo “ Kamu tidak pernah mempunyai diri kau sendiri. Tentu kau tidak pernah tahu apa yang kau lakukan itu benar atau salah.” Ya alasannya ialah saya terjebak dengan kemanjaan dari sang koruptor..Bagaimana dengan Bejo sendiri? Setidaknya ia punya keinginan dan memulainya dengan keringat halal dan tahu harga dirinya di perjuangkan melalui kerja keras tanpa menjauh dari Tuhan…