Seorang nitizen yang sangat peduli kepada pembangunan Jakarta, bertanya kepada saya “ Babo, bisa engga presiden pecat si Anis itu. “. Saya jawab bahwa menurut UU, tentu bisa asalkan memang Gubernur itu melaksanakan kesalahan dan berkinerja buruk. “ Karena itu saya ingin menjelaskan secara singkat relasi antara pemerintah pusat dan Daerah. Walau gubernur di pilih pribadi oleh rakyat lewat Pilkada, namun beliau tetap bekerja dibawah kekuasaan presiden. Penanggung jawab pembangunan nasional itu ada pada presiden. Kaprikornus aktivitas gubernur ya aktivitas Presiden. Kalau terjadi penyimpangan maka presiden melalui mendagri bisa menegur , dan bisa juga merevisi kebijakan gubernur, bahkan Perda bisa dibatalkan kalau tidak sesuai dengan UU, termasuk penetapan anggaran yang sudah disetujui dewan perwakilan rakyat sanggup di revisi atau di potong oleh Mendagri dan menteri Keuangan. Benarkah begitu besarnya kekuasaan presiden?
Mari simak ulasan berikut ini. UU UU 23/2014 wacana Pemerintahan Daerah (Pemda) di keluarkan sebulan sebelum Joko Widodo dilantik jadi presiden. RUU nya diusulkan tahun 2012 dan butuh 10 tahun untuk disyahkan DPR. UU gres ini yaitu salah satu dari dua Artikel Babo yaitu UU Desa dan UU Pemilihan Kepala Daerah, yang merupakan tiga potongan dari UU No. 32/2004 wacana Pemerintahan Daerah. Mengapa tedapat tiga potongan UU sendiri-sendiri? Karena ada keperluan penyempurnaan sesuai urusan masing-masing. Beberapa kelemahan yang diperbaiki contohnya menyangkut konsep kebijakan desentralisasi dalam negara kesatuan, relasi antara pemerintah tempat dengan masyarakat sipil dan aneka macam aspek penyelenggaraan pemerintahan tempat yang belum diatur.
Dalam UU 23/2014 wacana Pemerintah Daerah itu, ada pasal mengenai hukuman kepada kepala tempat berkinerja jelek atau dianggap melanggar UU. Jika pada UU sebelumnya disebutkan bahwa kepala tempat gres bisa diberhentikan apabila sudah ada rekomendasi DPRD kepada Presiden melalui Mendagri, kini prosesnya sudah diubah. Pada Pasal 80 UU Pemerintah Daerah itu, pemberhentian gubernur atau wakil gubernur bisa dilakukan oleh Presiden apabila pimpinan DPRD tidak memberikan proposal pemberhentian paling lambat 14 hari. Sedangkan walikota dan bupati diberhentikan pribadi oleh Mendagri kalau DPRD tak mengajukan usulan. Jadi, DPRD tidak bisa mengulur-ulur waktu lagi.
Belum cukup? Lebih keras lagi pada Pasal 80 turunanya, gubernur dan wakil gubernur diberhentikan sementara oleh presiden tanpa melalui proposal DPRD apabila didakwa melaksanakan tindak pidana kejahatan yang diancam dengan pidana penjara paling singkat 5 tahun, tindak pidana korupsi, tindak pidana terorisme, makar, tindak pidana terhadap keamanan negara atau perbuatan lain yang sanggup memecah belah Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Kaprikornus tindakan gubernur yang terus menggoreng issue perpecahan bangsa sanggup di pecat walau DPRD membelanya. Bukan hanya soal itu saja, bahkan soal kecil menyerupai apabila gubernur cuti tanpa izin Presiden maka lebih dari 7 hari engga ngantor, presiden sanggup menunjukkan teguran keras kepada Gubernur, dan beliau harus mengikuti karantina pelatihan khusus di Puslitbang Mendagri semoga ngerti tata kelola Pemerintah Daerah dan tahu hukum semoga engga bego dan oon.
Jadi sekarang, gubernur yang ngeyel terhadap presiden dan sok pendekar ingin menyebabkan negeri ini menyerupai khilafah atau menyebabkan ibu kota jakarta kampung kumuh asalkan syariah, maka beliau akan jadi pecundang. Gubernur memang pejabat politik tapi beliau tidak bekerja untuk mesin politik. Dia bekerja sebagaimana layaknya walikota, yang harus bisa menterjemahkan kebijakan presiden secara detail dalam tataran implementasi mikro. KInerjanya di ukur bukan dari wacana dan retorika tapi dari prestasi nyatanya bagaimana meningkatkan PAD , dan mensejahterakan rakyat. Itu aja. Kaprikornus ya sama dengan administrator utama anak perusahaan dihadapan Holding. “Banyak bacot, gue pecat lue, engga ada urusan labay moral. Gua mau untung bukan dengerin lue ngoceh.” kira kira begitu perilaku sang bos kepada dirut anak perusahaan, ya begitupula perilaku Jokowi terhadap kepala Daerah yang oon.