Jokowi Kalah ...?

Prabowo Subianto dan Hatta Rajasa ( PSH) didukung oleh 48,93% bunyi Pileg dari  partai-partai Gerindra PPP, PKS, PAN, PBB dan Golkar. Diibaratkan PSH berada di bawah tenda besar ,suatu pinjaman yang besar dan sangat significant. Seandainya PS terpilih sebagai Presiden maka beliau akan didukung oleh lebih banyak didominasi anggota dewan perwakilan rakyat di Parlemen yang mencapai lebih 52 persen dari jumlah keseluruhan dingklik di dewan perwakilan rakyat atau sebesar 292 kursi. Bandingkan dengan koalisi dari Jokowi- Jusuf Kalla yang terdiri dari PDIP,Hanura,PKB, Nasdem.Total bunyi Pileg dar partai pendukung itu 39,32%. Kaprikornus kalaulah dengan perkiraan mereka yang menentukan pada Pileg tetap konsisten mengikuti kemana Partainya berkoalisi maka sanggup dipastikan Prabowo Subianto dan Hatta Rajasa akan menjadi pemenang. Ini pertarungan yang praktis ditebak dan mudah. Apakah ini disadari oleh PDIP saat menolak koalisi transaksional dengan partai lain? Mengapa mereka begitu yakin bertarung dengan koalisi ramping? Konstituen mana yang mereka harapkan menambah bunyi pendukung Capres mereka ? Inilah pertanyaan yang mengemuka saat  saya berdiskusi dengan kader PDIP. Merekan sendiri jika ditanya dengan hitungan diatas kertas wacana kemungkinan Jokowi menang  juga tidak bisa menjawab. Mereka hanya yakin atas dasar electabilitas Jokowi yang tinggi menurut hasil Survey oleh beberapa forum survey,dan berharap akan menarik pihak yang golput dan  swing voters.

Dari kubu Prabowo-Hatta,menyadari bahwa mereka mustahil bisa merubah perilaku para konstituen dari PDIP yang populer  loyalitasnya sangat tinggi.Begitupula kubu Jokowi menyadari bahwa mereka tidak akan mungkin bisa mempengaruhi konstituen dari PKS yang populer militan dan loyal kepada pimpinan Partai. PSH hanya focus bagaimana mempertahankan konstituennya semoga tidak berubah haluan dan sekaligus pada waktu bersamaan ialah merebut konstituen dari PKB yang berkoalisi dengan Jokowi. Bagaimana caranya ? sudah bisa ditebak yaitu melalui operasi intelligent untuk merubah emosi dan persepsi orang terhadap Jokowi. Issue yang dikembangkan dan ditebar melalui banyak sekali terusan ialah bahwa Jokowi keturunan China, Jokowi tidak beragama Islam, Jokowi korupsi, Jokowi sebagai boneka Mega, Jokowi didikte absurd dan dikendalikan konglomerat keturunan China. Mengapa saya katakan ini operasi intelligent ? sebab cara infiltrasinya sangat sistematis. Melalui pendekatan kepada patron agama (ulama, Dai, Ormas Islam, dll ) dari level kelurahan, hingga kepada level Provinsi dan Pusat. Para patron tidak menyadari mereka sedang dijebak dalam operasi intelligent.Mengapa? sebab yang melaksanakan infiltrasi itu ialah orang yang sangat disegani dan dipercaya oleh mereka, biasanya pimpinan Partai yang berasaskan Islam, partai yang berfiliasi dengan Ormas Islam, tokoh nasional Islam,ketua Ormas Islam. Operasi inteligent ini sangat mahal sebab tidak murah meminta Pimpinan Partai , tokoh Islam nasional ambil cuilan dalam operasi intelligent apalagi sifatnya FITNAH.

Bagaimana jadinya ? Hasil survei (Kamis (12/6/2014) yang dihimpun Nurjaman Center for Indonesian Democracy (NCID) dari Fokus Survei Indonesia (FSI), Survei dan Polling Indonesia (SPIN), dan Lembaga Survei Indonesia (LSI) memperlihatkan bahwa Prabowo-Hatta unggul. Hasil survey ini menerangkan cara kampanye yang normatif dilakukan oleh Team Jokowi-JK  melalui mesin partai ,ternyata tidak efektif walau issue yang dibawa sangat strategis untuk merusak gambaran Prabowo mirip kasus HAM dll. Memang dinegara dimana tingkat pendidikan lebih banyak didominasi rakyat masih rendah dan sebagian besar tatanan sosial masyarakat masih banyak bergantung dengan Patron maka operasi intelligent merubah emosi dan persepsi orang ialah sangat efektif. Ini pernah dilakukan saat jatuhnya Soekarno dan kemudian menjelang jatuhnya Soeharto yang menciptakan kekuatan Partai pendukung ( Golkar) , ICMI dan  ABRI bersatu untuk merubuhkan Soeharto dengan alasan reformasi yang dituntut oleh mahasiswa. Kemudian saat menjatuhkan PDIP dalam Pemilu 2004 dengan menyebabkan SBY sebagai Presiden walau partai pendukungnya ialah new commer. Pertanyaannya ialah siapakah yang bisa melaksanakan  operasi intelligent dengan aktivitas operasi yang ketat dan singkat, jangkauan luas dan tidak terindikasi pelanggaran yang ditetapkan oleh KPU. Yang niscaya kekuatan kepetangan  dalam negeri tidak akan mampu, disamping memang dana tidak tersedia, penguasaan data juga tidak akurat.Tentu ada kekuatan inteligent absurd yang telah mempersiapkan segala skenario untuk bisa menentukan arah perpolitikan Indonesia sesuai dengan aktivitas mereka.

Kedepan Amerika Serikat akan mengarahkan perhatian utamanya ke Asia Pasific dan Timur Tengah tidak lagi sebagai prioritas. Pada tahun 2020 Amerika akan menempatkan 60% kekuatan Angkatan Lautnya  di wilayah Asia-Pasifik. Tentu China akan bersikap yang sama sebab itu berada diwilayah bahari mereka. Ini menegaskan bahwa Indonesia berada pada posisi diantara 2 (dua) kekuatan; Amerika Serikat dan China. Pilpres ialah representasi dua kekuatan itu. Perang berebut hegemoni tempat antara AS dan China tidak akan ada yang menang namun yang niscaya dua kekuatan itu akan berdamai sebab alasan ekonomi, mirip mereka berdamai di Timur Tengah. Teringat tahun kemudian januari ( 10/1/2013) pada  musim dingin, Prabowo berkunjung ke Beijing sebagai tamu dari Tentara Pembebasan Rakyat Republik Rakyat Tiongkok. Pada kunjungan itu Prabowo menerima kesempatan memperlihatkan ceramah di Universitas Pertahanan Nasional Tiongkok. Mungkin Prabowo satu satunya orang Indonesia dan juga Pimpinan Partai yang diberi kesempatan berbicara dihadapan calon pemimpin militer China masa depan. Teringat nasip Bumi Resource milik Bakrie ( ARB)  yang berhutang kepada CIC (China Investment Corporation) sebesar sebesar USD1,3 miliar yang harus lunas tahun 2015. Hashim bergabung dengan Nat Rothschild. Kemudian Hashim diundang ke Washington untuk berbicara dihadapan Forum USINDO.  Masing masing baik Amerika maupun China punya kartu untuk memastikan kepentingan geostrategis mereka terjaga. Prabowo Subianto dan Hashim akan selalu bermain didua kaki untuk mengamankan kekuasaannya.

Sejak Jokowi menolak koalisi transaksional, dan menolak Beijing connection dan Washington Connection maka bergotong-royong kemenangan ialah miracle.Artinya harus ada hal yang sangat luar biasa dan diluar perhitungan sehingga orang berkiblat semua ke Jokowi-Jk. Apa itu? kita tidak tahu. Menurut teman saya sebagai priset dibidang investment and strategic mengatakan bahwa kekuatan Jokowi ada pada idealisme Soekarno. Seandainya beliau tidak terpilih sebagai Presiden maka sesungguhnya dia menang. Karena beliau bisa bertahan dengan keyakinannya untuk indonesia yang berdikari dan bermartabat.Tidak banyak elite politik yang bersikap mirip dia. Mungkin hanya dia. Ya, yang kalah ialah rakyat Indonesia, khususnya umat islam sebab tidak akan bisa lepas dari efek kekuatan asing. Selagi absurd mengendalikan kekuasaan di Indonesia maka selama itupula  gerakan islam akan dicurigai. Sejarah mencatat pada kenyataannya setiap jenderal  ( Tentara Nasional Indonesia ) yang berkuasa maka ia hanyalah alat dari kekuatan absurd dalam bentuk neocolonialism 

Sumber https://culas.blogspot.com/

Artikel Terkait