Karena Tuhan...

Di kafe itu, ia meneguk kenangan. Ini gelas soda ketiga, desahnya, seakan itu kenangan tanpa simpulan yang bakal direguknya. Hidup, barangkali, memang ibarat segelas soda dan kenangan. Sebelum sesap buih terakhir, dan segalanya menjadi getir. Tapi, benarkah ini memang tidak ada gelas terakhir, kalau ia bahu-membahu tahu tak pernah menghitung gelas yang diminumnya selama menanti.

Sebagian pengunjung kafe yang memperhatikannya, beranggapan beliau tidak sedang menanti siapa siapa. Setelah helaan nafas panjang , beliau akan bangun dan berlalu sehabis menempatkan uang di meja untuk bayar Bill. Itulah kebiasaannya yang selalu nampak biasa saja. Karena segalanya dianggap sama saja sebelum sang laki-laki yang dinantinya benar benar hadir didepannya. Kenangan perihal laki-laki itu menciptakan hidupnya tak pernah berubah. Segalanya nampak indah ibarat ketika laki-laki itu menciumnya untuk pertama kali dulu.

Dulu, ketika beliau masih mengenakan seragam SPG parfum di mall Shanghai. Senyumnya masih ringan seringan SPG merayu konsumen. Usianya . Rambut tergerai hingga di atas buah dada. Saat itu ia yakin: laki-laki itu tak berdusta ketika berkata ”Aku akan selalu mencintaimu, kekasihku….” Kata-kata itu kini terasa lebih sendu dari lagu yang dilantunkan penyanyi itu. I just called to say I love you….

Tapi mengapa bukan sendu lagu itu yang ia katakan dulu? Ketika segala kemungkinan masih berpintu? Mestinya ketika itu ia tak membiarkan laki-laki itu pergi. Tak membiarkan laki-laki bergegas meninggalkan kafe ini untuk memburu pesawat kembali ke negerinya. Ada sesal yang tak bertepi bila ingat itu. Tapi semua sudah terjadi dan beliau tetap percaya laki-laki itu akan kembali walau tak tahu kapan saatnya muncul didepan pintu Cafe sebagaimana kesepakatan laki-laki itu.

Waktu bisa mengubah dunia, tetapi waktu tak bisa mengubah perasaannya. Kenangannya. Itulah yang membuatnya selalu kembali ke kafe ini. Kafe yang seungguhnya telah banyak berubah. Meja dan kursinya tak lagi sama. Tetapi, segalanya masih terasa sama dalam kenangannya. Ya, selalu ke kafe ini ia kembali. Untuk gelas soda ketiga yang bisa menjadi keempat dan kelima. Seperti malam-malam kemarin, barangkali gelas soda ini pun hanya akan menjadi gelas soda yang sia-sia kalau yang dinantikan tidak juga tiba.
”Aku akan kembali dan bila itu terjadi maka Cafe inilah kawasan kesepakatan kita bertemu kembali." Kata kekasihnya.

Setelah bulan berganti dan tahun berganti untuk dua kali ekspresi dominan panas datang, laki-laki itu tidak juga datang. Ribuan e-mail beliau kirim tak berbalas. Telp tak terjawab. Ia mulai mewaspadai semua perihal laki-laki itu. Tapi bayi yang lahir dari percintaan mereka yaitu kekuatan yang menciptakan beliau harus bertahan. " Aku tidak menjual diriku kepada insan sebab cinta tapi saya menjual diriku kepada Tuhan. Pernikahan itu syah dihadapan Tuhan. Tentu kekuatan Tuhah melalui bayi itu akan membawa laki-laki itu kembali kepadanya. Tapi kapan ?

”Apakah Anda seorang diri? Kata seorang laki-laki pengunjung Cafe yang berusaha nampak ramah.
”Ya"
”Boleh traktir Anda minum?
”Tidak perlu. Karena saya sedang menanti seseorang" katanya. Mungkin ini balasan yang kesekian ratus kepada setiap laki-laki yang mencoba menggodanya.

Entah mengapa setiap beliau digoda pria, beliau selalu berdoa kepada Tuhan biar laki-laki yang dinantinya muncul didepan pintu Cafe itu. Lambat laun beliau tidak lagi merindukan laki-laki itu. Dia hanya ingin bertemu dengan laki-laki yang pernah berjanji untuk menemuinya, untuk bayi yang sedang dikandungnya.

Menemui? Apakah arti kata ini? Yang sangat sederhana, menemui yaitu berjumpa. Tapi untuk apa? Hanya untuk sebuah kenangan, atau adakah yang masih berharga dari ciuman-ciuman masa kemudian itu? Masa yang harusnya mereka jangkau dulu. Dulu, ketika ia masih mengenakan seragam SPG yang seksi. Saat senyumnya masih menjual . Dengan rambut tergerai hingga di atas dada. Ketika ia yakin, laki-laki itu tak mungkin senang tanpa dirinya.

Ah, ia jadi teringat pada percakapan-percakapan itu. Percakapan di antara ciuman-ciuman yang terasa gemetar dan malu-malu.

”Aku selalu membayangkan, bila nanti kau pergi saya akan selalu duduk sendirian di malam bulan purnama sambil membayangkan dirimu sedang melaksanakan hal yang sama. Saat itu saya akan meminta kepada Tuhan biar kau kembali kepada ku. Karana tahukah kamu? Betapa saya sangat mencintaimu. Walau seribu bulan berlalu cintaku tak akan pernah padam. " katanya. Pria itu memeluknya.

" Karena Tuhan kita akan selalu bersama walau apapun Prahara dan tembok yang memisahkan kita “

Dia tersenyum, kemudian mencium pelan. ”Tapi saya tak mau mati dulu.”
”Kalau begitu, biar saya yang mati dulu. Dan saya akan menjadi bulan, yang setiap malam purnama menatap mu ….”

”Hahaha,” beliau tertawa renyah. ”Lalu apa yang akan kau lakukan bila telah menjadi bulan?”
”Aku akan menyinari malam mu untuk melihat setiap sudut Tubuhmu yang putih bersih. Walau anak sudah lahir dari rahimmu, Dadamu tetap membusung dan selalu kurindu dalam malam malam panjang bersedekat. Dada yang akan terlihat mengilap ketika kena cahaya bulan hinggap di atasnya

Ia bersenandung sambil membuka satu per satu kancing seragam. Dia yang hanya memejam. Ia ibarat melihat cahaya bulan yang perlahan keluar dari kelopak matanya yang terpejam. Seperti ada seberkas cahaya bulan di keningnya. Di pipinya. Di hidungnya. Di bibirnya. Di mana-mana. Kamar penuh cahaya bulan. Dada itu karam dalam desahan angin malam yang tak terdefinisikan. Ia selalu membayangkan itu. Sampai kini pun masih terus membayangkannya. Itulah yang membuatnya masih betah menunggu meski gelas soda ketiga sudah tandas. Selalu terasa menyenangkan membayangkan beliau tiba-tiba muncul di pintu kafe, menciptakan ia selalu betah menunggu meski penyanyi itu telah terdengar membosankan menyanyikan lagu-lagu yang ia pesan.

Ia hendak melambai pada pelayan kafe, ingin kembali memesan segelas bir, ketika dilihatnya laki-laki yang dinantinya sudah ada di pintu kafe. Mendadak seluruh detak jantungnya berhenti. Walau kafe yang ingar bingar namun terasa sesak. Ia terpukau bersetatap dengan laki-laki itu yang nampak murung dengan geliat pengecap pada tiap jeda tubuhnya.

" Wan Ning" risikonya keluar juga bunyi lembut dari verbal laki-laki itu. Dia tetap mematung. " Its me.." kata laki-laki itu. Apakah ini hanya belaka imajinasinya? Penyanyi terus menyanyi dengan bunyi yang bagai muncul dari kehampaan. Dan kafe yang ingar ini makin terasa murung. Tiba-tiba ia menyaksikan cahaya bulan muncul dari balik keremangan, memenuhi panggung. Hingga panggung menjadi gemerlapan oleh pendar cahaya bulan yang temaram keperakan.

Gelas sisanya sudah tidak berbusa. Hanya putih yang diam. Tidak ibarat cahaya bulan beterbangan gemerlapan berpendar keperakan. Air soda di gelas mati. Sementara kuning di luar sodanya gemerlapan. Hidup. Ia jadi teringat pada setahun kemudian dimana beliau terpaksa menjual anak bayinya kepada Agent biar diadopsi sama keluarga mampu. Karena telah tiga tahun hidupnya semakin sulit dan beliau ingin melanjutkan hidupnya di kota besar.
" mengapa kau tega melepas anak ini? Kata Agent.

"Aku terjerat hutang. Karena biaya hidup yang besar sementara saya tidak punya waktu cukup untuk bekerja keras menghidupi anak ini. "
"Memang sangat sulit hidup di kota besar ibarat Shanghai. Dan anak ini harus berpisah dari mu. Dimana ayahnya?
Dia hanya menggeleng lambat dalam murung terkubur dihati terdalamnya
"Anak ini milik Tuhan. Tentu Tuhan lebih tahu apa yang terbaik untuk bayi ini. Yang terang bersamaku , bayi ini tidak akan punya masa depan. Biarkan Tuhan menentukan takdirnya " katanya dengan berurai airmata.

Pria itu menyentuh jemarinya. Itu menyadarkan nya bahwa beliau tidak sedang bermimpi. Benar, laki-laki itu memeluk eratnya. Dia tetap mematung tanpa membalas pelukan. Dia tidak ingin pertemuan ini hanya mimpi.

" risikonya kau tiba juga." Katanya lirih." Aku kehabisan keinginan kepada mu tapi saya tidak pernah kehilangan keinginan kepada Tuhan.”

" dan Tuhan juga risikonya mengantarkan saya kembali ke mari, dan menepati kesepakatan ku untuk bertemu di Cafe ini.”

" apakah benar ?

" Benar Wang Ni. Empat bulan kemudian saya bersama istriku mengadopsi bayi. Melalui Agent di Beijing kami di persilahkan untuk menentukan dari puluhan bayi yang ditawarkan. Aku dan istriku menentukan bayi perempuan yang cantik. Entah mengapa semenjak pertama kali saya gendong, bayi itu yang tadinya menangis segera tenang. Lambat kemudian beliau tertidur dalam dekapan ku.”

" Makara kau kembali ke negeri kau untuk menikah dengan perempuan lain.? katanya dengan tetap hening tanpa perlu harus menangis lagi. Airmatanya sudah usang kering.

" Maafkan aku, wang Ni." Kata laki-laki itu dengan wajah sesal" Dan kini saya sudah bercerai”

" Semudah itukah?

" tidak mudah. Masalahnya ternyata ketika kami ingin mendapat certifikat adopsi atas bayi itu, saya diharuskan untuk test DNA biar terang bahwa anak itu bukan anak biologis ku. Tapi..." kata laki-laki itu terhenti seakan tersekat tenggorokannya.

" Tapi apa?

" Hasil test DNA terbukti bayi itu yaitu anak biologis ku. Inilah kekuasaan Tuhan. Ada ribuan bayi ditawarkan tapi kami menentukan satu dan ternyata yang saya pilih yaitu putri ku sendiri. Karena itu, istriku minta cerai sebab beliau tak ingin mengecewakan perempuan yang telah mengorbankan cintanya untukku"
Wanita itu kini menangis. Entah dari mana airmata itu datang. Yang niscaya penyebabnya ketika seorang perawat masuk kedalam Cafe membawa bayi perempuan dan berlari memeluknya sambil berteriak " Mama…"

Dipeluknya bayi usia 3 tahun itu dengan sepenuhnya cintanya" mama kesepakatan sayang. Apapun yang terjadi kita akan selalu bersama sama”

Pria itu merangkul perempuan itu yang sedang memeluk bayi itu dalam isakan tangis. "aku dan bayi ini yaitu titipan Tuhan untukmu. Dan kini Tuhan kembalikan kepadamu setalah sejenak diambilNya. Bukan sebab Tuhan membencimu, tapi karana Tuhan sedang menguji keimananmu. Apakah kau mengasihi Tuhan ataukah kau mengasihi manusia”

Cafe itu sudah mulai lengang. Mereka bertiga melangkah keluar. Pria itu menggendong balita itu yang terlelap dalam nyaman. Ketika itu ekspresi dominan semi di Shanghai. " kau tidak bertanya mengapa hingga saya menikah dan melupakanmu bertahun tahun bersama anakmu “

" Han, hidup yaitu soal pilihan. Sehebat apapun kita menentukan namun Tuhan punya rencana sendiri. Aku tidak perlu alasanmu. Karena semua kehendak Tuhan. Bertemu karana Tuhan dan berpisah pun sebab Tuhan. Siapalah kita yang merasa berhak menentukan apa yang kita mau. Sementara tak ada insan yang bisa menolak kematian. “

" Ya Wan Ni”

" Kini kita berkumpul kembali dan bagiku ini yaitu berkah dan juga cobaan sekaligus biar saya semakin erat kepada Tuhan. Pahamkan sayang"


Sumber https://bukuerizelibandaro.blogspot.com/

Artikel Terkait