Sepanjang tiga tahun lebih, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) menang lawan perusak lingkungan di banyak sekali kasus. Total nilai kemenangan lewat putusan pengadilan yang telah berkekuatan aturan tetap mencapai Rp 18,3 triliun.
Ujung tombak penegakan aturan itu dilakukan oleh Direktorat Jenderal Penegakan Hukum Lingkungan Hidup dan Kehutanan (Ditjen Gakkum KLHK) yang dibuat pada 2015.
"Kami telah menuntaskan 567 masalah pidana masuk ke pengadilan, 18 somasi terhadap perusahaan (inkracht) dengan nilai Rp 18,3 triliun, dan 132 komitmen penyelesaian sengketa di luar pengadilan," kata Dirjen Gakkum, Rasio Ridho Sani, dalam siaran pers yang diterima detikcom, Rabu (2/1/2018).
Sepanjang 3,5 tahun, Ditjen Gakkum telah menangani 2.677 pengaduan, 3.135 pengawasan izin dan menerbitkan 541 hukuman manajemen bagi perjuangan atau aktivitas yang melanggar perizinan dan peraturan perundangan bidang lingkungan dan kehutanan.
"Penegakan aturan lingkungan hidup dan kehutanan diperlukan berdampak pada kepatuhan warga negara, terutama pemilik izin perjuangan kehutanan atau perjuangan lainnya pada ketentuan peraturan lingkungan hidup. Ketegasan dalam penegakan aturan memperlihatkan kewibawaan negara," kata Rasio Ridho Sani.
Keberhasilan Ditjen Gakkum ketika ini sebab pertolongan yang besar lengan berkuasa dari Presiden, DPR, dan Mahkamah Agung. Putusan perdata dari hakim agung dengan mengabulkan somasi yang mencapai triliunan merupakan sejarah bagi bangsa Indonesia.
"Kami sangat mengapresiasi putusan-putusan ini. Putusan ini akan memperlihatkan efek jera bagi pelaku kejahatan lingkungan dan kehutanan," tandasnya.
Kemenangan terakhir adalah KLHK memenangkan somasi melawan PT National Sago Prima (NSP). Sebelumnya PT NSP dimenangkan di tingkat banding. Tapi oleh MA, PT NSP dihukum.
"Kabul kasasi KLHK. Membebani biaya pemulihan/rehabilitasi dan menghukum pula perusahaan berupa ganti rugi. Pada pokoknya bahwa perusahaan harus bertanggung jawab atas kebakaran a quo sesuai dengan prinsip pertanggungjawaban mutlak (strict liability)," cetus juru bicara MA, Andi Samsan Nganro. [detik.com]