Dian Yulia, beliau lahir tahun 1985 dari keluarga miskin. Dalam usia dewasa beliau harus mencicipi kerasnya hidup. Dia pernah berkerja sebagai TKW di Oman, singapore dan Taiwan. Pekerjaannya sebagai ART. Hidup dilalui dengan pahit jauh dari sana family. Tidak ada laki-laki yang tertarik dengannya untuk melindunginya. Di ketika kesendirian itu, hiburannya ialah sosial media. Lewat facebook beliau berkenalan dengan seorang pria. Dari kenalan itu berlanjut komunikasi dua arah melalui Messenger dan hasilnya di lanjutkan ke Telegram. Ada rasa senang alasannya ialah diperhatikan oleh seorang pria. Apalagi laki-laki itu sangat paham ilmu agama. Dari laki-laki itu beliau mengenal apa hakikat hidup dan untuk apa hidup. Tidak ada kebahagian apapun didunia ini dibandingkan senang di sorga nanti. Dan mati sahid ialah kerinduan bagi semua orang beriman.
Hidup didunia hanya delusi belaka dan tak lebih hanya senda gurau saja. Demikian laki-laki itu menanamkan makna hidup semoga beliau tidak perlu bersedih atas kehidupannya sekarang. Yang niscaya laki-laki itu menanamkan perasaan euforia kepada Dian. Bahwa beliau tidak sendiri. Pria itu hasilnya berjanji akan memperkenalkan dengan seorang yang akan menjadi imamnya menuju sorga. Komunikasi terus berlanjut hingga hasilnya beliau kembali ke Indonesia. Benarlah laki-laki itu tidak berbohong. Jodoh untuknya telah ditentukan. Dia sendiri tidak tahu siapa calon suaminya alasannya ialah memang tidak pernah bertemu tatap muka. Namun beliau tahu bahwa calon suaminya sudah beristri dan punya anak. Dia nrimo dijadikan instri kedua. Semua demi mencari ridho Allah. Pernikahan dengan laki-laki idamannya di lakukan tanpa beliau saksikan pernikahan itu. Semua di wakilkan dan diwalikan oleh laki-laki yang menjadi mentornya, yang dipanggilnya “aa “. Dia gres bertemu tatap muka denga suaminya ketika di pertemukan di Solo. Setelah itu beliau dan suaminya menikmati bulan madu di solo dan kemudian dilanjutkan perjalanan ke Jakarta. Dia sudah sangat siap untuk menjemput sahid bersama suaminya. Targetnya ialah meledakan istana dengan agresi bom bunuh diri. Namu malang tak dapat di elak. Ternyata gerakan dan rencananya sudah dicium oleh Polisi anti teror. Sebelum beliau melakukan niat meledakan istana, Polisi sudah menangkapnya. Kandaslah impian menjadi suhada.
Bagaimana Dian hingga terjebak dalam jaringan teror? Itu semua berkat internet melalui jaringan sosial. Baik Dian maupun orang yang menghubunginya dan memprovokasi dan juga orang yang menjadi “suaminya” adalah bukan bab dari organisasi teroris bergotong-royong atau mereka disebut leaderless. Tapi orang yang terjaring menjadi agent independent dan berlaku menyerupai Lone Wolf. Apa itu Lone wolf ? agresi perorangan yang terpapar ideologi radikal. Mereka umumnya berangkat dari pemahaman agama yang dangkal. Ketika hidup dalam tekanan dan hopeless , mereka mendapat ilham jago dari seseorang yang dikenalnya lewat sosmed, mengajaknya menjadi sahid untuk mencapai kebahagiaan tanpa final di sorga. Kemudian sehabis pemaham radikal itu tertanam, melalui sosmed juga mereka berguru cara merakit bom atau merencanakan penyerangan. Hebatnya pemain drama intelektual dibalik keberadaan Lone Wolf ini tahu bagaimana mengajarkan menciptakan bom dari kelas murahah ( panci) kepada pelaku hingga yang agak mahal sekelas high explosive. Bahkan yang terlalu bego untuk mengerti meracik bom disarankan serang pegawapemerintah dengan apa saja, termasuk pisau, tumpuan insiden di Masjid yang melukai polisi yang sedang sholat.
Keberadaan dan pertumbuhan lone wolf di Indonesia paling tinggi jumlahnya. Mereka ada dimana mana tersembunyi dalam kehidupan religius namun dalam keadaan awas dan siap kapan saja dapat jadi mesin pembunuh yang massive. Bahkan sangking banyaknya, tercatat yang tertangkap di Turki yang masuk dalam jaringan ISIS sebagian besar orang Indonesia. Mengapa ? alasannya ialah selama 10 tahun SBY berkuasa memang terjadi pembiaran paham radikalisme ini, dengan terperinci terangan didepan mata pegawapemerintah mereka menyatakan anti Pancasila. Dari gerakan ini melahirkan banyak ustadz yang secara sistematis mendatangi masjid , mejelis ilmu, rapat akbar, kampus untuk memprovokasi siapa saja semoga ikut dalam melawan kaum kafir demi sahid. Kaum yang termajinalkan gampang sekali terprovokasi ikut dalam barisan radikalisme agama. Ya cara PKI menarik massa diterapkan mereka dengan smart. Tentu dari aktifis ormas radikal, hingga dengan Partai yang kalah pemilu ikut meramaikan. Mutual simbiosis terjadi walau agendanya berbeda beda. Mau tahu siapa mereka? lihatlah sehabis insiden agresi teror yang dilakukan Lone Wolf. Mereka itu tidak mengutuk agresi teror itu tapi justru memakai agresi teror itu untuk menyudutkan pemerintah, bahkan memfitnah Polisi sebagai pelaku bergotong-royong atau istilah keren mereka "konspirasi".
Dari gerakan ini meluas menjadi lahirnya muslim cyber army yang militan membuatkan kebencian kepada pemerintah yang syah dan membenci siapa saja yang menentang usaha mereka. Bahkan mereka tidak segan menyatakan orang islam yang tidak pro mereka sebagai kafir. Dampak dari paparan idiologi radikal ini lebih jelek dari Candu. Kalau inggeris menjatuhkan China dengan menjejalkan candu kepada rakyat china, maka ini sekelompok orang menghancurkan NKRI melalui paham radikalisme atas nama agama. Tidak ada nilai agama yang mereka perjuangkan kecuali mereka membajak Islam untuk melakukan syahwatnya. Merekalah musuh islam yang sesungguhnya. Upaya pemerintah untuk memblokir akun sosmed yang terindikasi jaringan radikal dan bahkan akan memblokir jaringan sosmed itu sendiri, ialah langkah persuasi yang tepat. Karena negeri ini terlalu besar jikalau harus hancur oleh sekelompok orang sakit jiwa alasannya ialah candu agama yang dijejalkan oleh sekelompok orang mengecut. Jangan hingga rakyat yang sudah miskin jadi korban radikalisme. Karena ketika agresi teror terjadi maka yang jadi korban pertama kali ialah pelaku itu sendiri. Sementara pemain drama intelektualnya sedang asyik dalam pelukan para selir dirumah glamor bersatpam dengan kendaraan glamor di grasi.