Prolog : Berawal dari satu pertanyaan sederhana.
Salah satu imbas positif dari dicetuskanya politik etis oleh pemerintah Belanda ialah lahirnya kaum pelajar Indonesia yang sadar untuk berjuang demi terwujudnya kemerdekaan Indonesia. Mereka berkumpul, berorganisasi dan kemudian mengikrarkan visi kemerdekaan dalam nuansa persatuan.Akhirnya, Bangsa Indonesia berhasil memproklamasikan kemerdekaan pada tahun 1945, hanya berselang 37 tahun semenjak organisasi Budi Utomo yang dimotori kaum pelajar dideklarasikan. Sebelumnya, ratusan tahun usaha menggapai kemerdekaan menemui kegagalan, sementara sekelompok perjaka terpelajar tersebut hanya membutuhkan 37 tahun untuk mencapai kemerdekaan Indonesia.
Persoalanya terang tidak sesederhana itu, namun yang patut kita ambil pelajaran ialah bahwa jumlah kaum pelajar Indonesia yang menjadi motor penggerak usaha dikala itu jauh lebih sedikit dibanding kaum pelajar yang dimiliki Indonesia dikala ini. Saat itu, hanya mereka yang merupakan anak pejabat atau anak orang kaya yang berhak mengenyam pendidikan tinggi.Oleh lantaran itu, satu pertanyaan yang patut kita ejekan dikala ini ialah mengapa kaum pelajar Indonesia dikala ini yang jumlahnya jauh lebih banyak seakan tergerus oleh zaman (tidak adaptif) serta tidak bisa membuat perubahan yang signifikan bagi Bangsa Indonesia (tidak progresif)? Tulisan ini ditujukan untuk menjawab pertanyaan tersebut dengan berpijak pada beberapa sepihan gagasan yang kemudian dirangkai untuk menjawab pertanyaan : “apa yang harus dilakukan kaum pelajar Indonesia dikala ini biar adaptif dan progresif sehingga bisa berperan sebagai lokomotif perubahan yang bisa membawa Indonesia menjadi Bangsa yang terhormat?”
Gagasan pertama : Tentang Peranan Kaum Intelektual
James Watt tak sekedar membuat mesin uap, yang ia buat ialah sesuatu yang melahirkan revolusi industri dan pada balasannya mengubah tatanan sosial secara global. Dari sanalah lahir marxisme, dikotomi borjouis-proletar dan kolonialisme. Oppenheimer tak sekedar membuat bom atom, yang Ia buat ialah sesuatu yang pada balasannya memilih konfigurasi politik global. Pun demikian dengan Shockley yang tak sekedar membuat transistor, yang ia ciptakan menjadi landasan revolusi teknologi informasi dan sekarang telah berkembang menjadi menjadi alat untuk infiltrasi budaya serta rekayasa sosial.
Sejarah memang pertanda bahwa kaum ilmuwan (intelektual) senantiasa berada didepan dalam gerak sejarah dan peradaban. Mungkin inilah yang membuat Michael hart menempatkan sebanyak 37 ilmuwan dalam daftar 100 orang paling besar lengan berkuasa di Dunia. Contoh Artikel Babo ialah revolusi Prancis yang diilhami pemikiran beberapa filsuf perihal demokrasi.
Sejarah memang pertanda bahwa kaum ilmuwan (intelektual) senantiasa berada didepan dalam gerak sejarah dan peradaban. Mungkin inilah yang membuat Michael hart menempatkan sebanyak 37 ilmuwan dalam daftar 100 orang paling besar lengan berkuasa di Dunia. Contoh Artikel Babo ialah revolusi Prancis yang diilhami pemikiran beberapa filsuf perihal demokrasi.
Contoh diatas merupakan ilustrasi terkait tugas seorang intelektual sebagai lokomotif peradaban. Kaum pelajar sebagai kepingan dari kaum intelektual harus menyadari peranan dan tanggung jawabnya yang besar, yakni lebih dari sekedar calon pengisi teknostruktur pembangunan. Karena sejatinya kaum pelajar sebagai kepingan dari kaum intelektual ialah para lokomotif perubahan dan peradaban.
Gagasan Kedua : Tentang Integritas Keilmuan
Seorang yang terpelajar ialah seseorang yang sedang menekuni minimal satu bidang keilmuan. Dan setiap bidang ilmu mempunyai karakternya sendiri, narasinya sendiri serta mengandung nilai moral dan abjad yang unik. Oleh lantaran itu, setiap pelajar sejatinya dituntut untuk mempunyai integritas terhadap keilmuan yang tengah digelutinya. Integritas ini tak hanya tercermin dalam pemahaman akan ilmu pengetahuan melainkan juga pada abjad yang diajarkan melalui nilai moral yang terkandung pada setiap bidang ilmu tersebut.
Sebagai contoh, penulis akan mengetengahkan nilai moral dari keilmuan fisika, bidang ini digeluti penulis selama menjalanai studi strata satu di Institut Teknologi Bandung. Nilai moral ini tercermin dari sosok seorang fisikawan.
Fisikawan ialah seorang seniman. Fisikawan memandang alam semesta dengan pemaknaan penuh atas keindahan dan harmoni yang sempurna. Seorang pelukis mengungkap keindahan semesta dengan kanvas dan tinta, sementara fisikawan menghayati keindahan semesta lantas mengungkapkanya diatas persamaan matematika. Alkisah ketika pertama kali muncul persamaan Maxwell, ada yang berkomentar :”Apakah seorang Dewa yang menuliskannya?” komentar ini ialah spontanitas seorang fisikawan selepas melihat persamaan Maxwell yang simetri, rapi dan tersusun indah serta komprehensif (dapat ditulis dalam bentuk diferensial atau integral).
Sebagai tambahan, seorang fisikawan biasanya ialah seorang yang Romantis. Seseorang yang bisa mengungkap keindahan dan harmoni yang terselubung dalam bahasa matematika tentunya juga bisa mengungkapkanya dalam untaian kata. Fisikawan ialah seorang yang humanis. Seseorang yang bisa menghargai semesta yang mati tentunya bisa menghargai yang hidup. Humanisme ini tercermin dalam keseharian beberapa tokoh fisika. Einstein menangis bersama beberapa fisikawan lain dikala Jepang di Bom. Kemudian mereka berseloroh :”Manusia tidak pernah tahu apa yang dilakukannya!” Abdus Salam menyumbangkan hadiah nobelnya guna membangun ICTP yang visinya ialah menjembatani kesenjangan antara barat dan timur. Demikian pula dengan Chen nin yang, Yukawa, Plank dan sebagainya.
Fisikawan ialah seorang yang keras kepala, tak pernah mengalah dalam menggapai impian. Kepler menunggu hingga 20 tahun untuk hingga pada perumusan ketiga hukumnya. Masatoshi Kosiba bukan seorang yang cemerlang, beliau harus berjuang keras hingga balasannya Ia menerima nobel atas penemuan Neutrino. Currie harus menempuh sekian kilometer ketika harus “nyambi” mengajar demi mendukung pendidikannya, Currie juga harus mengolah berton materi dengan tungku panas untuk sekedar menerima beberapa gram radioaktif.
Fisikawan ialah pahlawan pembela kebenaran. Galileo harus mendapatkan tahanan rumah lantaran mempertahankan keyakinannya akan heliosentris. Seringkali seorang fisikawan mempunyai abjad yang kuat dan pribadi yang unik. Beberapa misalnya ialah Dirac sang jenius pertapa, Feynman yang eksentrik atau Schrodinger sang jenius pecinta. Contoh Artikel Babo ialah Bohr yang disegani lantaran kesahajaan dan kepemimpinannya. Mereka terikat kuat oleh ikatan pencarian tertentu. Seperti ikatan antara Einstein (Jerman) dan Eddington (Inggris) meski mereka dikala itu berada pada pihak yang saling berperang dikala perang dunia 2 berlangsung.
Fisikawan juga seorang Filsuf. Dibalik formula matematik yang rumit, kompleksitas alat eksperimen, tersembunyi hasrat insan merdeka yang meyakini kebenaran tertentu :” Bahwa alam semesta digerakan oleh aturan yang sederhana, berjalan dengan simetri yang luar biasa serta harmoni yang membentuk keindahan dan keagungan”.
Menurut Mohamad Hatta, abjad seorang insan akademis ialah senantiasa mencari dan membela kebenaran ilmiah. Kaum pelajar Indonesia dikala usaha menggapai kemerdekaan mempunyai integritas terhadap keilmuan yang sedang digeluti. Pada balasannya mereka hingga pada pemaknaan atas tanggung jawab seorang insan akademis meski latar belakang kelimuan mereka berbeda-beda.
Gagasan Ketiga : Kita Hanya Sedikit Lupa
Jalaludin rahmat dalam buku berjudul Rekayasa Sosial pernah menyatakan bahwa untuk melaksanakan rekayasa sosial diharapkan tiga hal : Ide,tokoh dan gerakan yang masif. Lantas, ide atau “desire” apa yang harus kita tanamkan untuk melecutkan kita semua menjadi bangsa yang lebih beradab? Salah satu kunci untuk menjadi insan sukses ialah kepercayaan diri, dengan demikian sebuah bangsa yang ingin maju tentunya juga harus mempunyai kepercayaan diri yang tinggi. Namun, ketika sebuah pertanyaan sederhana penulis lontarkan kepada sekelompok mahasiswa : ” Seperti apakah bangsa Indonesia berdasarkan kamu?” sebagian besar dari mereka menjawab : Korup, Pemalas, Dilecehkan dunia Internasional (pecundang) dan sebagainya. Hal ini mengisyaratkan sebuah bentuk kepercayaan diri sebuah bangsa yang rendah. Lantas Apakah Benar bahwa bangsa kita demikian buruknya?
Apakah benar bahwa bangsa kita pecundang? Alkisah, pasukan Gurkha ialah pasukan sewaan yang populer bergairah dan hebat. Mereka diiringi banyak mitos, salah satunya adala pisau andalan mereka yang konon bisa membelah orang. Saat perang Malvinas (inggris melawan argentina), menyerahnya argentina diindikasikan salah satunya lantaran ketakutan terhadap Gurkha, dan dalam perang tersebut tak ada satupun Gurkha yang mati. Namun, sekian puluh Gurkha mati di Surabaya. Siapakah yang berhasil menewaskan Gurkha? Apakah tentara atau prajurit tangguh yang menewaskan mereka? Bukan, Gurkha-gurkha itu mati oleh pemuda-pemuda berusia belia; arek-arek Surabaya yang hanya bermodalkan bambu runcing dan hasrat untuk tetap merdeka.
Dalam buku Perang Eropa dipertontonkan kehebatan Churcill dan pasukan Inggris. Dan salah satu sumber menyatakan bahwa selama perang dunia 2 tak satupun Jendral Inggris yang mati. Namun, seorang Jendral Inggris mati di Surabaya. Lagi-lagi oleh sekelompok perjaka yang hanya bermodalkan bambu runcing dan hasrat untuk tetap merdeka. Kemarahan Inggris membawa malapetaka bagi Surabaya yang dihujani serangan dari darat, bahari dan udara. Bayangkan dalam kondisi sedemikian riuh, ada saja yang nekat memanjat atap hotel Yamato untuk sekedar mengganti bendera merah, putih, biru menjadi dwi warna merah-putih.
Kita bisa menelusuri sejarah perang lebih lanjut. Saat sebuah Negara mengalah kalah, biasanya masih tersisa sekian banyak pasukan dan senjata, jarang sekali hingga habis tak bersisa (puputan). Namun di Nusantara ini pernah terjadi pertahanan harga diri hingga meletus perang puputan. Setidaknya ada di Bali, dipimpin oleh I Gusti ktut Jelantik dan di Aceh waktu rakyat Aceh mempertahankan benteng kutoreh. Hal ini ialah cerminan sebuah hasrat merdeka yang diwujudkan dalam perang habis-habisan tanpa sisa dengan mengorbankan jiwa dan raga.
Jadi apa benar kita ialah bangsa yang pecundang? Tidak, kita ialah bangsa yang pemberani. Kita hanya sedikit lupa dengan masa kemudian kita.
Apakah benar bahwa kita ialah bangsa yang korup? Alkisah, pernah ada di Nusantara kita seorang bergelar Ratu Sima dari Kalingga. Beliau populer sebagai seorang Raja yang adil, jujur dan tegas. Pemerintahan Ratu Sima populer bersih. Hal ini mengundang ingin tau seorang dari Arab yang ingin mengujinya dengan meletakan emas permata disana. Tak satupun rakyat yang berani menyentuhnya hingga suatu ketika sang pangeran calon pewaris tahta menyentuh emas permata tersebut. Tanpa ampun, ratu sima menghukum buah hatinya. Salah satu versi sejarah menyebut sang pangeran balasannya dipotong kakinya.
Jadi apa benar kita ialah bangsa yang korup? Tidak, setidaknya pernah terjadi di Nusantara kita ketika aturan ditegakan, keadilan diwujudkan. Mungkin kita hanya sedikit lupa dengan masa kemudian kita.
Apakah kita ialah bangsa yang bodoh? Tersebutlah Sastra Lisan Bujang Tan Domang dari Riau yang mengisyaratkan keramahan ekologis jauh sebelum kita mengenal terminologi “Sustainable Development”. Jendral Sudirman pernah membuat Belanda kocar-kacir dengan Inovasinya terhadap seni administrasi perang Inggris dikala menusuk Birma (kita mengenalnya sebagai siasat gerilya). Dengan sumbangan Laksamana Nala, Gadjah mada dalam waktu singkat berhasil mengubah pola pertahanan yang bersifat kontinental menjadi berbasis maritim. kita bukanlah bangsa yang bodoh. Kita hanya sedikit lupa dengan masa kemudian kita.
Sebuah bangsa membutuhkan mimpi atau “desire” yang kuat untuk sanggup menjadi besar. Vladmir putin bersama rekan-rekan eks KGB mempunyai desire “The Great Rusia”. Kaum Yahudi memendam desire “tanah yang dijanjikan”. Orang Korea berkata : ”Baja, baja, Baja dan Kalahkan Jepang”. Lantas apa yang harus menjadi Desire kita?
Andaikan Indonesia ialah bangsa yang “nakal” maka untuk menghancurkan Singapura dan Malaysia cukup dengan memperabukan beberapa pulau terluar. Mereka akan sesak napas karna asap. Cukup dengan memasang perompak atau ranjau di bahari untuk menghancurkan perekonomian dunia karna perairan kita sangat ramai dipakai sebagai jalur pengiriman barang (termasuk suplai minyak china). Kesetimbangan iklim global akan terganggu bila hutan di Kalimantan dan Papua dihancurkan. Kesadaran bahwa Indonesia memegang peranan kunci dalam keseimbangan tatanan global, bisa dijadikan titik pijak untuk menemukan “desire” yang akan memompa semangat generasi muda dalam membangun bangsanya.
Berpikir positif, mempunyai kepercayaan diri yang kokoh serta “desire” yang kuat ialah prasyarat biar kita bisa menjadi bangsa yang maju.
Berpikir positif, mempunyai kepercayaan diri yang kokoh serta “desire” yang kuat ialah prasyarat biar kita bisa menjadi bangsa yang maju.
Gagasan Keempat : Pembacaan atas dunia dan Indonesia
Pola pergerakan mahasiswa, pamuda dan kaum pelajar Indonesia terkait akrab dengan cara pembacaan terhadap dunia dan Negara Indonesia. Banyak cara dalam membaca dunia. Sebagian melihat dunia sebagai pengangkangan yang satu terhadap yang lain : barat terhadap timur, utara terhadap selatan, kapitalis terhadap Negara-negara dunia ketiga dsb (teori ketergantungan). Orang-orang Postmodern membaca dunia yang telah menjadi perang imagologi, bukan lagi perang ideologi. Orang marketing mungkin membaca dunia dikala ini sebagai zaman venus (simbol wanita : emosi, persepsi) dan bukan lagi zaman mars (simbol pria : logika). Dalam zaman venus ini suatu produk tak hanya dinilai berdasarkan fungsinya saja melainkan juga bagaimana si produk bisa menyentuh emosi konsumen dengan memainkan persepsi. Orang Geopolitik akan melihat dunia yang bergeser distribusi kekuatannya dari uni polar (hegemoni Amerika) menuju ke multi polar (uni eropa, china, India, amerika latin dll).
Ada pula yang membaca masyarakat dunia dikala ini sebagai masyarakat paska kapitalis yang salah satu cirinya ialah masyarakat pengetahuan. Dalam masyarakat ini ,pengetahuan, penemuan dan kreativitas memegang peranan utama didalam keberjalanan peradaban. Hal ini tercermin salah satunya dari latar belakang orang-orang terkaya dunia dikala ini yang berasal dari innovator-inovator teknologi informasi.
Rekan-rekan dari organisasi pergerakan yang membaca dunia sebagai pengangkangan yang satu terhadap yang lain, membaca Indonesia dengan terminologi seputar kemiskinan, korup serta menganggap permasalahan ini disebabkan oleh tirani yang berkuasa tentu akan melahirkan pola pergerakan yang digerakan spirit perlawanan. Aksi-aksi yang dilakukan akan penuh dengan nuansa heroisme, kenangan masa kemudian dan gelegar jargon usaha dan perlawanan. Masih relevankah dengan situasi kekinian?
Tentu akan berbeda dengan rekan-rekan yang membaca dunia sebagai sebuah masayarakat pengetahuan yang terintegrasi secara global, membaca Indonesia sebagai sebagai salah satu Negara dengan garis pantai terpanjang, sebagai negeri yang mempunyai sekian banyak varietas endemik , kemudian membaca universitas sebagai produsen pengetahuan utama di Indonesia serta menyimpan segudang potensi besar.
Lantas bagaimana seharusnya kaum pelajar harus membaca dunia?
ada wacana menarik yang bercerita perihal The Rulling Class of Indonesia. Wacana The Rulling Class tersebut berasal dari pemikiran Anis Basweidan. Sederhananya, the rulling class merujuk pada kelompok perjaka pada satu massa yang pada balasannya menjadi pemimpin/elit Indonesia di masa depannya. Setidaknya sudah ada tiga generasi the rulling class.
The Rulling Class pertama ialah pemuda-pemuda yang beruntung menerima pendidikan Belanda dikala politik etis dicetuskan. Mereka ialah generasi Soekarno,hatta dan sebagainya. Mereka memimpin Indonesia dikala kemerdekaan. Era berikutnya ialah masa mempertahankan kemerdekaan. Pada masa itu tumbuh kesatuan-kesatuan militer. The Rulling class kedua ialah perjaka yang turut dalam kesatuan-kesatuan militer. Pada balasannya mereka memimpin Indonesia dikala orde baru. The Rulling Class berikutnya ialah para pelopor mahasiswa yang turut ambil kepingan dalam pergolakan dan peralihan orde usang ke orde baru. Merekalah yang sekarang banyak menjadi elit politik nasional. Dari sini muncul pertanyaan :”Siapakah the Rulling class berikutnya?”
Ada yang mengusulkan bahwa the rulling class berikutnya ialah pemuda-pemuda yang tergabung dalam kelompok entrepreneur. Jika dahulu orang yang mempunyai kanal politik secara otomatis akan menguasai kanal bisnis dan industri maka pada masa mendatang yang terjadi ialah sebaliknya, orang yang menguasai kanal bisnis dan industri akan gampang juga menguasai politik.
Namun Entrepreneur disini bisa juga dimaknai secara luas, yakni tak sekedar orang yang berbisnis. Entrepreneur ialah sekumpulan abjad Inovatif, kreatif serta hasrat untuk senantiasa membuat nilai tambah.
Untuk sanggup mewujudkan generasi Indonesia yang adapif dan progresif, pola usaha kaum pelajar Indonesia harus dilandaskan atas pembacaan yang tepat terkait situasi dunia dan masa depan Indonesia.
Gagasan Kelima : Tentang Visi Masa Depan dan Khayalan pada suatu saat
Apa yang dilakukan oleh perjaka dikala ini memilih bagaimana Indonesia 30 tahun mendatang. Oleh lantaran itu, perjaka Indonesia haruslah membiasakan diri untuk mengasah ketajaman gagasannya terkait wujud Indonesia masa depan. Dan gagasan ini akan lahir ketika kaum pelajar mau berkumpul, berdialektika dalam budaya akademik yang baik, yaitu budaya yang mencerminkan integritas keilmuan kaum pelajar Indonesia.
Suatu dikala saya pernah mengkhayalkan kehidupan mahasiswa di suatu universitas dimana pada suatu hari kuliah Fisika Kuantum terpaksa diberi perpanjangan waktu lantaran sang dosen harus melerai perdebatan keras dua kelompok mahasiswa yang berdebat terkait apakah ketidakpastian Heissenberg muncul lantaran keterbatasan insan dalam mengamati alam yang bekerjsama pasti, atau memang lahir dari sifat hakiki alam yang memang berjalan dengan tidak pasti. Hal ini menyerupai mirip pertengkaran Bohr dan Einstein. Einstein :” Tuhan tidak bermain dadu dalam penciptaan semesta !”. Bohr :” Tuhan tak hanya bermain dadu, Dia juga melemparkannya ketempat yang tak kita ketahui.
Saya berkhayal akan mendengar perbincangan yang hebat di kantin-kantin kampus. Saya mendengar perbincangan mahasiswa Teknik Industri terkait haruskah efisiensi menjadi satu-satunya nilai dalam proses produksi, perbincangan mahasiswa Teknik Lingkungan terkait haruskah konservasi ekologi akan selalu bertentangan dengan aktualisasi potensi ekonomi serta perdebatan perihal “deep ecology versus anthroposentris”, pembahasan mahasiswa Planologi dan Teknik Kelautan terkait pola tata ruang dan infrastuktur yang harus dibangun untuk menggeser pola pembangunan Indonesia dari basis kontinental ke basis maritim, pembahasan mahasiswa Biologi dan Farmasi terkait pemanfaatan keanekaragaman hayati untuk meningkatkan kualitas gizi dan kesehatan masyarakat. Saya juga berkhayal mendengar perdebatan mahasiswa Fakultas Kebumian perihal bagaimana caranya lifting minyak bisa naik 50 %.
Suatu dikala saya pernah mengkhayalkan kehidupan mahasiswa di suatu universitas dimana pada suatu hari kuliah Fisika Kuantum terpaksa diberi perpanjangan waktu lantaran sang dosen harus melerai perdebatan keras dua kelompok mahasiswa yang berdebat terkait apakah ketidakpastian Heissenberg muncul lantaran keterbatasan insan dalam mengamati alam yang bekerjsama pasti, atau memang lahir dari sifat hakiki alam yang memang berjalan dengan tidak pasti. Hal ini menyerupai mirip pertengkaran Bohr dan Einstein. Einstein :” Tuhan tidak bermain dadu dalam penciptaan semesta !”. Bohr :” Tuhan tak hanya bermain dadu, Dia juga melemparkannya ketempat yang tak kita ketahui.
Saya berkhayal akan mendengar perbincangan yang hebat di kantin-kantin kampus. Saya mendengar perbincangan mahasiswa Teknik Industri terkait haruskah efisiensi menjadi satu-satunya nilai dalam proses produksi, perbincangan mahasiswa Teknik Lingkungan terkait haruskah konservasi ekologi akan selalu bertentangan dengan aktualisasi potensi ekonomi serta perdebatan perihal “deep ecology versus anthroposentris”, pembahasan mahasiswa Planologi dan Teknik Kelautan terkait pola tata ruang dan infrastuktur yang harus dibangun untuk menggeser pola pembangunan Indonesia dari basis kontinental ke basis maritim, pembahasan mahasiswa Biologi dan Farmasi terkait pemanfaatan keanekaragaman hayati untuk meningkatkan kualitas gizi dan kesehatan masyarakat. Saya juga berkhayal mendengar perdebatan mahasiswa Fakultas Kebumian perihal bagaimana caranya lifting minyak bisa naik 50 %.
Saya berkhayal akan melihat boulevard kampus setiap hari ramai dipenuhi oleh bazar karya-karya mahasiswa. Disini saya melihat karya mahasiswa Teknik Mesin berupa pompa Hidraulik Ram (bekerja dengan prinsip water hammer effect) yang sedianya akan didistribusikan untuk menyelamatkan ribuan petani yang sumber airnya berada dibawah sawah serta tak bisa untuk membeli Pompa Diesel.
Disajikan pula karya mahasiswa Teknik Fisika berupa alat pengering jagung sehingga ribuan petani jagung bisa menyimpan jagungnya lebih usang tanpa beresiko menjadi tape jagung. Ada pula karya mahasiswa Teknik Elektro berupa pembangkit listrik mikro hidro yang akan didistibusikan ke tempat yang belum teraliri listrik. Kemudian ditampilkan pula BDS (Business Development Service) yang dibangun bersama oleh mahasiswa Sekolah Bisnis dan Manajemen serta mahasiswa Teknik Informatika untuk membantu membenahi administrasi operasi ratusan konveksi di Bandung. Disini mahasiswa Teknik Informatika mendistribusikan software akuntansi sederhana sementara mahasiswa Sekolah Bisnis dan Manajemen membantu kanal permodalan dan konsultasi manajemen.
Sains. Teknologi dan seni ialah motor peradaban. Ketika intelektualitas bersanding dengan seni, maka kemanusiaan akan lahir. Kemudian saya mengkhayalkan bahwa di universitas yang sama, yang ada di seluruh Indonesia selain terwujud obolan dikantin dan keramaian boulevard menyerupai tersebut diatas juga aka nada keramaian lain berupa orkestra yang menampilkan karya Mozart, teater yang membawakan drama Shakespeare dan Epos Mahabarata. Banyak pula sajian kreativitas “putra-putri daerah” yang mengemas kearifan lokal wilayahnya dalam teatrikal modern menyerupai Sastra mulut bujang tan domang dari Riau, Hikayat Sabil, Hikayat hang tuah dan sebagainya.
Sains. Teknologi dan seni ialah motor peradaban. Ketika intelektualitas bersanding dengan seni, maka kemanusiaan akan lahir. Kemudian saya mengkhayalkan bahwa di universitas yang sama, yang ada di seluruh Indonesia selain terwujud obolan dikantin dan keramaian boulevard menyerupai tersebut diatas juga aka nada keramaian lain berupa orkestra yang menampilkan karya Mozart, teater yang membawakan drama Shakespeare dan Epos Mahabarata. Banyak pula sajian kreativitas “putra-putri daerah” yang mengemas kearifan lokal wilayahnya dalam teatrikal modern menyerupai Sastra mulut bujang tan domang dari Riau, Hikayat Sabil, Hikayat hang tuah dan sebagainya.
Generasi muda yang adaptif dan progresif akan mewarnai aktivitasnya dalam usaha untuk rakyat yang diilhami semangat keilmuan baik sains, teknologi maupun seni.
Epilog : Kesatuan Gagasan untuk Mewujudkan Generasi Kaum Pelajar Indonesia yang Adaptif dan Progresif'
Epilog : Kesatuan Gagasan untuk Mewujudkan Generasi Kaum Pelajar Indonesia yang Adaptif dan Progresif'
Selepas berkesempatan mengunjungi Malaysia tiga tahun lalu, penulis berkesimpulan bahwa satu orang Indonesia sejatinya lebih unggul dibanding satu orang Malaysia serta setara dengan satu orang Jepang. Namun, sepuluh orang Malaysia akan mengalahkan sepuluh orang Indonesia dan tiga orang Jepang akan mengalahkan sepuluh orang Indonesia. Bangsa Indonesia sejatinya tidak kekurangan orang pintar. Namun Bangsa Indonesia mempunyai kelemahan dalam membentuk kerjasama serta kesatuan yang kokoh.
Oleh lantaran itu, kata kunci dari keseluruhan gagasan tersebut diatas ialah kolaborasi. Sudah saatnya kaum muda dan terpelajar Indonesia berkumpul, membangun visi akan masa depan Indonesia dalam nuansa Pergerakan Kaum Intelektual. Pergerakan ini akan efektif ketika berada dalam satu organisasi atau jejaring antar organisasi akademik.
Organisasi pergerakan ini mempunyai konsepsi yang dilandaskan atas kesadaran bahwa kaum intelektual mempunyai tugas sebagai lokomotif peradaban serta berkewajiban untuk mempunyai integritas terhadap bidang ilmu yang digelutinya.
Oleh lantaran itu, kata kunci dari keseluruhan gagasan tersebut diatas ialah kolaborasi. Sudah saatnya kaum muda dan terpelajar Indonesia berkumpul, membangun visi akan masa depan Indonesia dalam nuansa Pergerakan Kaum Intelektual. Pergerakan ini akan efektif ketika berada dalam satu organisasi atau jejaring antar organisasi akademik.
Organisasi pergerakan ini mempunyai konsepsi yang dilandaskan atas kesadaran bahwa kaum intelektual mempunyai tugas sebagai lokomotif peradaban serta berkewajiban untuk mempunyai integritas terhadap bidang ilmu yang digelutinya.
Organisasi pergerakan ini juga menjadi wadah dimana budaya akademik disuburkan, serta menjadi tempat dimana visi masa depan Indonesia digagas. Organisasi ini bergerak berdasarkan nilai-nilai penemuan dan kreativitas sehingga bisa menjadi tempat kaderisasi para calon pemimpin bangsa untuk mencar ilmu memimpin perubahan.
Soekarno mempunyai “revolusi” yang tertulis tak hanya di Istana Negara melainkan juga di gang-gang kumuh di kota-kota. Soeharto juga mempunyai “pembangunan nasional” yang diucapkan tak hanya pada pidato presiden melainkan juga hingga pada lurah-lurah di desa-desa. Oleh lantaran itu, Organisasi Pergerakan Kaum Intelektual ini (apapun wujudnya) harus bisa menunjukkan “desire” terhadap seluruh rakyat Indonesia. Yakni “desire” yang bisa memompa optimisme dan gelora serta hasrat berjuang seluruh komponen bangsa.Organisasi ini ialah tempat dimana generasi muda yang adaptif dan progresif dibentuk.
Di tulis oleh Zulkaida Akbar.
Sumber https://bukuerizelibandaro.blogspot.com/