Index happiness yang diterbitkan oleh Global research company Ipsos (2013), menempatkan Indonesia rangking pertama index kebahagiaan, yaitu 51 %. Index ini mengalahkan China 19%, Arab 21 %. Mengapa Indonesia hingga menempati rangking pertama dimana lebih 50% orang indonesia hidup bahagia? Mungkin jikalau ada sorga didunia maka itu yaitu negara kamu” Demikian sahabat saya ketika saya berjumpa dengan ia pada waktu trend dingin. Saya sempat terkejut dengan kata katanya. Karena saya membayangkan negeri saya di negeri saya ada group pengeluh dan ingin mati menemukan sorga. “ Lingkungan negeri anda benar benar sorga. Tidak ada suasana kompetisi. Itulah yang membuat negeri anda menjadi sorga yang sesungguhnya. “
Kompetisi ? Bukankah budaya kompetisi itu bagus. Karena semangat kompetisi pulalah yang membuat negara maju. Lantas mengapa tidak ada suasana kompetisi justru membuat lingkungan menjadi sorga. Ini cukup gila bagi saya. Kemudian saya mencoba meng explore apa yang dikatakan sahabat ini. Saya perhatikan kehidupan sehari hari mereka; . Jepang, Korea, China, Hong Kong, Eropa ,Amerika. Saya berusaha mencari tahu dibalik makna kata kata sahabat ini. Akhirnya , saya gres menyadari bahwa mungkin ia benar. Betapa tidak. ? Setiap malam hari , hingga tengah malam, masih ada saja orang orang berkumpul di Bar atau restoran..Padahal sudah waktunya mereka pulang. Tapi mengapa mereka tetap disana.? Padahal mereka yaitu orang baik baik. Ternyata memang tidak ada yang mereka cari disini. Mereka hanya berusaha melupakan semua kesehariaanya dikantor. Sampai mereka lelah dan terkantuk.Pulang hanya untuk tidur. Besok kerja lagi. Begitu seterusnya.
Dinegeri mereka ada aturan ketat untuk memaksa setiap orang berkompetisi. Ada sasaran waktu, sasaran penjualan, sasaran produksi, sasaran laba, sasaran sukses , sasaran lulus sekolah , target..semua ada sasaran yang harus dicapai. Dalam kesehariannya, mereka juga dikejar sasaran on time tiba ke station, sasaran on time tiba kerestoran , sasaran on time penuhi janji, sasaran on time bayar bill, sasaran on time delivery... Siapa saja yang tidak bisa berkompetisi maka harus rela tersingkir. Tidak ada kemanusiaan untuk membela mereka yang gagal berkompetisi. Ini hukumnya. Memang mereka menjadi mesin pertumbuhan dari sebuah system yang berjulukan negara. Entah itu kapitalis , sosialis ,komunis. Semua sama saja. System mereka memang membuat free competition tapi sehat. Artinya , setiap warga negara berhak untuk mendapat reward dari keunggulan ia berkompetisi. Negara menghormati upaya orang untuk sukses dan unggul dalam bersaing. Juga menjaga terjadinya fair play secara ketat. Namun negara jugalah , yang menjadi creator dari system ini sehingga kekerabatan antar insan tidak lagi harmonis. Rumah tangga hanya daerah berkumpul sesaat namun secara psikis semua anggota keluarga tidak berada dirumah. Pikiran mereka ketempat lain dimana mereka dikejar untuk bersaing. Ibu sibuk mengatur Bill tagihan., Anak memikirkan kompetisi disekolah. Ayah, memikirkan kompetisi di kantor.
Lingkungan daerah tinggal tidak lagi nyaman sebagai komunitas sapa dan tawa. The time is essential , kata mereka. Hingga suasana kebersamaan ditengah komunitas yaitu langka. Hubungan dengan tetangga hanya sekedar sapa. Hubungan dengan anak hanyalah sapa ringan di waktu sarapan pagi.Hubungan dengan istri hanya senyuman menjelang tidur. Mereka terjerat oleh suatu system perihal reward and bill dan setiap hari yaitu mimpi jelek perihal takut gagal, takut tidak on time. Belum lagi harus menghadapi datangnya trend cuek yang selalu hadir setiap tahun. Badai salju yang menyakitkan yaitu resiko yang harus diterima setiap tahunnya ditengah kasus social kompetisi yang tak memberi ruang untuk berkelit…Suatu kehidupan yang memenjarakan diatas kemegahan infrastruktur modern yang dibangun dari uang pajak mereka, yang tak pernah nyaman sebagai makhluk social..
Maka benarlah , kata sahabat saya bahwa negeri kita yaitu sorga… Cuaca dan alam membuat orang untuk menikmati segala galanya secara bebas tanpa terkungkung oleh empat musim, walau ada peristiwa maka itu hanyalah insidential,yang cepat tiba dan cepat pula dilupakan. Keseharian kita yaitu cepat memahami realitas dengan semangat persaudaraan, tidak ada situasi mencekam menyerupai dalam arena kompetisi. Namun tidak semua begitu. Masih ada 49% orang indonesia tidak pernah bisa senang alasannya selalu melihat problem dari sudut jelek dan berpikir negatif setiap waktu. Padahal by system pemerintah terlalu banyak memperlihatkan kebebasan semoga mereka senang secara lahir dan batin. Tapi mereka tidak peduli itu. Mereka cerdik mengeluh dengan menyalahkan siapa saja. Padahal hidup mereka jauh dari tekanan berkompetisi yang keras dan merasa saudara, teman, negara atau orang lain berkewajiban membantunya alasannya gagal bersaing. Dan kalaupun dibantu, tidak akan merubahnya menjadi bahagia...Teman saya di China bilang" Kalau ada orang Indonesia tidak senang maka itu alasannya kebodohan dan tidak mengenal Tuhan dengan baik"