Sehari Bersama Nazwa ...


Saya keliling kota bersama cucu saya Nazwa dengan bus transjakarta. Usianya 9 tahun. Kami turun di Halte BI. Ketika menyusuri jalan menuju Tanah Abang, saya harus menjaganya dengan hati hati semoga tidak di tabrak oleh pengendara motor yang absurd gilaan. Karena trotoar digunakan juga oleh pengendara roda dua “ Babo, kenapa sih trotoar digunakan juga untuk motor “ Saya hanya tersenyum. Kami hingga di jalan kebon sirih. Kali ciliwung yang ada di jalan kebon sirih menghitam. Penuh sampah dan berbau. Air tergenang. Kalau ekspresi dominan banjir , kali ini akan meluap dan air kotor itu akan mendatangi rumah warga di sekitarnya. Nazwa memperhatikan sungai itu sambi menutup hidungnya.

Untuk hingga ke Pasar Tanah Abang , kami harus berjuang melewati trotoar yang penuh dengan pedagang kaki lima. Dari jualan buah-buahan, minuman ringan hingga pakaian berjejer di sepingir jalan. Kami pindah ke pundak jalan, juga penuh sesak dengan pedagang kaki lima. Orang membuang ludah seenaknya. Sampah bertebaran dimana mana. “ Babo, tampaknya lebih banyak orang yang dagang daripada yang beli.” saya hanya tersenyum. Kendaraan roda empat harus bersilambat kawatir kendaraan menyenggol pedagang atau orang yang seenaknya menyebarangi jalan tanpa peduli kendaraan yang meneriakan klakson memekak telinga. Deru bunyi roda dua busuk asap kenalpot, saling berkompetisi menguasai jalur trotoar. Kadang saling sabung cocor dengan pedagang kaki lima yang terganggu.

Kami hingga juga ke tempat Jati Baru. Masih cukup jauh hingga di Pasar tanah Abang. Di jalan Jatibaru juga kami harus berjuang keras melewati pundak jalan yang penuh sesak pedagang kaki lima. Bahkan jalan rayapun sudah dikuasai oleh pedagang kaki lima. Para preman nampak duduk santai di warung kopi yang menguasai trotoar. Mereka hidup dari uang ahli yang memeras pedagang kaki lima dan para lonte menjajakan dirinya di depan losmen murahan. Kali yang ada di belakang stasiun Jati Baru semakin mengecil alasannya ialah dikiri kanannya dijejali rumah kumuh dan busuk kotoran yang memenuhi udara tempat tanah kakak itu. Nazwa tidak pernah lepas telapaknya menutup hidungnya.

“ Babo kita engga jadi ajalah ke Pasar Tanah. “ 
“ Kaprikornus mau kemana ?
“ Cari tempat yang engga busuk dan macet menyerupai tanah abang.”
“ Tidak ada tempat di jakarta yang engga busuk dan engga macet sayang. Semua sama saja.”
“ Aku pernah ke Singapore dan ke Hong Kong. Kok tempat disana indah dan higienis babo. Engga ada motor yang berkeliaran di jalanan. Engga ada pedagang kaki lima yang berterbaran di jalan jalan. Kapan kita menyerupai itu Babo?
“ Sayang, mau babo dongeng soal masa lalu? saat itu kau masih balita.”
“ Ya babo “
“ Dulu Jakarta pernah menikmati suasana kota menyerupai SIngapore dan Hong Kong. Tak ada kaki lima menguasai trotoar dan pundak jalan. Kita nyaman berjalan di trotoar. Bahkan ditrotoar itu pemda menyediakan dingklik taman semoga jika kita lelah, kita sanggup duduk untuk istirahat. Tak ada kendaraan roda dua yang menguasai trotoar menyerupai sekarang. Ongkos bus hanya dibawah Rp 5000. Kita tidak perlu bayar tunai tapi cukup dengan kartu. Orang antri tertip. Bahkan jika kau mau wisata keliling jakarta, pemerintah sediakan bus gratis yang ber AC. Kali yang bersih. Ikan berenang dengan lincahnya. Dikiri kanan kali ada taman yang menciptakan kota jadi indah.”
“ Aku mau menyerupai itu lagi jakarta”
“ Ya cucuku. Itu kenangan terindah yang pernah warga jakarta rasakan. Walau hanya seumur jagung namun kenangan itu tidak pernah hilang dibenak setiap warga jakarta. Betapa tidak sayang, walau ini kota kapitalis namun semua anak sekolah dari keluarga miskin mendapat proteksi dari pemerintah. Tapi kini itu tinggal kenangan saja alasannya ialah lebih separuh dulu anak yang mendapat proteksi telah di coret dari daftar mendapat santunan”
“ Mengapa kini berubah menyerupai ini, babo ?
“ Karena gubernur yang tegas dan berani namun berhati malaikat itu telah tiada lagi. Dia tersingkir alasannya ialah orang banyak lebih percaya kepada pembela tafsir Al Alquran untuk menolak kehadirannya. Kekumuhan dan kesemrawutan jakarta kini ialah pilihan sebagian besar orang yang gagal memahami agama. “
“ Babo, nanti jika udah gede saya mau sekolah di luar negeri aja“
“Boleh. Sekolah lah setinggi kau mau, dimana saja kau mau. Tapi jangan lupa saudara kau di Indonesia. Jangan kau meninggalkan Indonesia alasannya ialah alasan kau tidak suka dengan keadaan indonesia. Ini ladang ibadah kau untuk ambil pecahan berjuang memperbaiki keadaan. Paham ya sayang..”
“ Ya Babo. 
“ Nah kini peluk babo” 

Nazwa memeluk saya “ Jangan melhat kebelakang sayang. Lihat kedepan. Belajarlah dari masa kemudian tapi jangan sesali itu terjadi. Kamu harus terus melangkah kedepan dan kau ialah produk masa depan itu. DItangan kaum cendekia dan berakhlak lah negeri ini akan terhindar dari serigala berbulu dalil agama dan tafsir. Dan negeri ini akan baik baik saja.”

Sumber https://culas.blogspot.com/

Artikel Terkait