Perang Dagang As..

Trump sangat percaya diri dengan pertumbuhan ekonomi AS yang bergerak cepat. Tetapi kalau lihat data ekonomi tahun kemudian rata penambahan kesempatan kerja 138.000 per bulan, kurang dari 180.000 yang ditarget. Penghasilan per jam rata-rata tumbuh 2,5% year-over-year, lebih rendah dari 2,6% sasaran yang ditetapkan atau masih di bawah tingkat pra-resesi. Pengangguran turun ke 4,3% atau lebih rendah dari 4,4% yang diperlukan stabil. Pertumbuhan kesempatan kerja terjadi secara natural namun tidak diikuti oleh meningkatnya upah secara significant. Itu karana pekerjaan lebih banyak disektor kontruksi yang memang sedang digalakkan Trump.

Secara lebih luas, pertumbuhan PDB AS pada kuartal pertama masa kepresidenan Trump sangat rendah hanya pada 1,2% pertumbuhan tahunan. Meskipun ada beberapa faktor musiman yang membebani jumlah tersebut dan kuartal kedua terlihat menyerupai bangun kembali, bukan seakan-akan ekonomi sedang booming. Itu sebagai kelanjutan dari kebijakan Pemulihan ekonomi Obama. Memang lamban dan rendah tetapi demam isu nya memang bergerak naik. Kini 3 %. Contoh pada tingkat industri yang lebih spesifik, data dari penjualan ritel ke belanja konsumen untuk produksi industri tetap berada di jalur dengan tren pra-pemilihan Trump sebagai presiden. Justru di masa Trump angka kepercayaan konsumen yang banyak dipuji telah kembali jatuh.

Ekonomi AS sudah berada di jalur yang benar dalam rangka recovery semenjak masa Obama. Memang fakta memperlihatkan bahwa ekonomi akan terus tumbuh dan bahkan mungkin mempunyai ruang untuk berakselerasi, tetapi tidak sehebat retorika Trump. Memang index bursa naik namun semua tahun bursa bukanlah satu satunya indikator kenaikan ekonomi. Komposisi pasar tidak mencerminkan donasi ekonomi atau industri daerah orang dipekerjakan. Sebagai contoh, perusahaan yang sahamnya meningkat tidak memperlihatkan demam isu perluasan bisnis yang berdampak penambahan lowongan kerja. Artinya ini mengarah kepada sifat dasar bursa AS yang suka membuat bubble.

Sampai ketika ini kebijakan Trump dibidang ekonomi masih banyak bersifat retorika dan rencana pemotongan pajak pun tidak diyakini berdampak kepada peningkatan ekonomi. Tetapi bagaimanapun kalau kita meliat Trump sebagai kepala manajemen maka tentu akan berkerut kening. Namun kalau kita meliat Trump yang punya latar belakang sebagai bisnisman maka langkah Trump memang langkah kompromi atau berusaha mendapat deal bisnis yang manis walau alasannya yaitu itu beliau harus membangun image ihwal superior AS biar proses deal berlangsung menguntungkan AS. Makara bila Trump menyatakan bahwa ekonomi AS sedang booming dibandingkan dengan masa Obama, itu hanya PR bisnis dihadapan mitranya. Karena sebetulnya data tidak memperlihatkan itu.

Perang dagang.
Perhatikan ketika Trump berbicara di depan pendukungnya ketika kampanye “ Jutaan orang kehilangan pekerjaan di Pabrik kita, itu alasannya yaitu China. Kita terpaksa berhutang miliaran dollar , itu alasannya yaitu China. Kemakmuran kita telah dirampas oleh China. Sudah Saatnya bangsa AS harus tampil mengembalikan itu semua. “ Anda bayangkan, bila Trumps bicara dihadapan publik yang kena PHK dan terlilit hutang. Tentu menarik perhatian orang banyak yang kalah dan lelah untuk segera bangun dari keterpurukan. Mereka berfantasi bahwa trump akan mengembalikan mimpi mereka yang terkubur. Dan benarlah Trump berhasil menjadi pemenang dalam Pilpres. AS punya impian , impian orang irasional. Namun setahun lebih kekuasaan Trumps tidak nampak kesepakatan Pemilu itu. Bahkan Trump terkesan erat dengan Xijinping.

Pada 22 Januri lalu, Trumpt mengumumkan bahwa AS akan memungut tarif impor untuk panel surya dan mesin cuci, dengan alasan bahwa "peningkatan impor mesin basuh dan sel surya dan modul gila yaitu penyebab terpuruknya industri dalam negeri “. Walau tarif berlaku untuk produk yang diimpor dari seluruh dunia, namun sasaran utama yaitu China, alasannya yaitu China eksportir utama ke AS. Kementerian Perdagangan Tiongkok menyebut langkah itu "penyalahgunaan langkah-langkah perbaikan perdagangan. China berharap AS menahan diri dengan tidak restriksi atas sistem perdagangan dunia, mematuhi hukum perdagangan multilateral dan memainkan tugas positif dalam mempromosikan pembangunan ekonomi dunia”

Sehubungan dengan praktik yang keliru dari AS, China akan, bersama dengan anggota WTO Artikel Babo, dengan tegas membela kepentingannya yang sah.”. Pada tanggal 4 Februari, China bergerak cepat dengan mengumumkan akan diadakan pemeriksaan anti-dumping dan anti-subsidi atas impor sorgum dari AS. China menemukan bukti AS memperlihatkan subsidi kepada petani sehingga Sorgum yang masuk ke China merusak pasaran dalam negeri China, dan petani China dirugikan. AS harus berpikir ulang. Karena China yaitu importir terbesar produk pertanian AS atau 79 % pasar ekspor petani AS yaitu China. Setiap tahun sedikitnya China belanja produk pertanian sebesar USD 21 miliar. Bukan itu saja, AS mengekspor lebih banyak bermacam-macam produk dan jasa ke China dibandingkan menjual ke Jerman dan Jepang.

Kalau perang dagang ini terus belanjut maka akan berdampak secara global. mengapa ? hampir seperempat perdagangan barang dunia dan seperlima perdagangan jasa global berasal dari China dan AS. Makanya China menanggapi santai saja kemarahan Trump itu yang merasa telah kehilangan hegemoni AS atas pertanian, tekhnologi dan jasa keuangan di pentas dunia. Karena China tahu niscaya Trump di backing oleh Konglomerat, perang dagang dengan China akan menghancurkan bisnis para konlomerat yang juga sebagian besar tergantung kemitraan bisnis dengan China. Trump tidak punya kekuatan kunci untuk menyerang China tanpa harus mengorbankan kepentingan dalam negerinya. Suka tidak suka, China sudah banyak menyerah dengan menaikan UMR sebanyak 4 kali semenjak tahun 2013 biar tidak dianggap restriksi oleh WTO. China juga sudah melepas mata uangnya sehingga menguat di pasar dengan korban banyak industri dalam negeri. Karenanya China melaksanakan perubahan struktur industri dan orientasi bisnis kepada high tech biar sanggup bersaing.

Di dunia yang serba bordeless semua sudah terintegrasi dengan pasar dunia termasuk China dan AS. Sikap utopia dan populis dihadapan rakyat hanyalah omong kosong. Trump harus kembali kedalam negeri. Persoalan AS bukan luar negeri tetapi dalam negeri sendiri. Sikap mental generasi muda AS harus diubah biar menggandakan buyut mereka yang focus kepada invonasi produksi, bukan terlelap dengan keasikan fantasi wallstreet dan kenikmatan hidup lewat berhutang. Gerakan perubahan mental itu harus diikuti dengan kebiajakan keras terhadap bisnis rente yang dikendalikan oligarki dan kartel bisnis. Kalau AS terus menyalahkan China sebagai biang kemunduran ekonominya maka hingga kapanpun tidak akan mengubah keadaan ekonomi AS. Bahkan akan membuat EKonomi AS semakin terpuruk dan meluas ke sektor pertanian. Semoga Trump cukup cerdas dalam soal ini.

***
AS telah melaksanakan provokasi ke China degan menerapkan sangsi berupa pengenaan tarif pada barang impor China senilai US$60 miliar. AS juga tengah menyiapkan langkah untuk membatasi investasi Amerika Serikat di China. Namun, China tak tinggal diam. Nantinya akan ada 120 barang impor dari AS yang dikenakan tarif impor mulai dari kacang dan anggur dengan tarifnya sekitar 15 persen hingga 25 persen. Memang belum hingga dalam bentuk saling pukul tetapi hanya sebagai saling ancam. Yang terperinci para pengusaha di AS akan berusaha melobi dewan perwakilan rakyat biar melonggarkan daftar pengenaan tarif gres bagi 1.300 produk. Trump akan berkonsultasi kepada dewan perwakilan rakyat biar kebijakanya itu sanggup diterima.

Nah bagaimana dampaknya terhadap Indonesia ? Yang terperinci perang dagang China -AS ini akan berdampak secara global. Maklum kedua negara ini menguasai 25% perdagangan dunia. Makara kalau AS dan CHina saling embargo lewat tarif dampaknya juga kepada kawan dagang AS diseluruh dunia termasuk Indonesia. Pada waktu bersamaan Produsen CHina akan berusaha membanjiri pasar Indonesia dengan harga murah. Kalau ini disikapi oleh pemerintah dengan berlebihan menyerupai contohnya menaikan tarif impor biar produsen dalam negeri terlindungi maka perang akan semakin meluas. China juga akan melaksanakan hal yang sama terhadap impor CPO dan Artikel Babo dari Indonesia.

Data Badan Pusat Statistik memperlihatkan defisit neraca perdagangan non-migas Indonesia terhadap China tercatat US$13,89 miliar sepanjang tahun 2017 karena ekspor Indonesia ke China senilai US$21,32 miliar lebih kecil dibanding impornya yakni US$35,51 miliar. Makara kalau terjadi perang dagang CHina-AS maka kemungkinan defisit itu akan semakin besar. Memang konsumen indonesia diuntungkan alasannya yaitu mendapat harga murah tetapi produsen akan tengkurap. Memang perang dagang China-AS efek terhadap Indonesia yaitu eksklusif pada ekspor baja dan aluminium. Kebetulan ekspor kita ke Amerika untuk baja dan aluminium itu memang porsinya kecil. Lantas bagaimana solusi bagi Indonesia ? Indonesia harus memetakan kepentingannya. Di satu sisi, industri hilir baja memerlukan impor untuk kelangsungan produksi. Namun, di sisi lain, peluang pasar untuk industri baja yang gres diinvestasikan juga perlu dijaga. Makanya sangat perlu meningkatkan efisiensi produksi besi-baja nasional dengan menekan harga energi untuk industri. Pemerintah perlu melaksanakan kontrol atau audit terhadap impor besi-baja, khususnya dari China dan AS. Apakah jenis dan jumlahnya memang sesuai kebutuhan atau tidak. Jangan hingga ada permainan kartel impor. Perlu juga diwaspadai apakah kedua negara tersebut melaksanakan dumping terhadap Indonesia alasannya yaitu ini sanggup mengganggu persaingan harga besi-baja produksi nasional dan merugikan investasi hulu besi-baja yang sedang kita kembangkan.

Sumber https://culas.blogspot.com/

Artikel Terkait