Semua negara punya UU Terorisme. Singapore lebih ekstrim yang bukan hanya mengekang hak sipil tetapi juga mengekang kekuatan keempat demokrasi yaitu pers. Jepang juga sama. Bahkan memperlihatkan kekuatan dan kekuasaan lebih besar kepada abdnegara aturan untuk menghadapi terorisme, dengan mengurangi hak kebebasan sipil. Malaysia juga lebih keras. Hak sipil memberikan kritik kepada pemerintah dengan nada agitasi sanggup eksklusif ditangkap tanpa perlu proses pengadilan. Di China lebih keras lagi. Kebebasan sipil eksklusif hilang ketika sudah bicara agresi teror. Negara sanggup melaksanakan apa saja bila seseorang dicurigai teroris. Mengapa ? alasannya ialah terorisme itu ialah agresi kejahatan kemanusiaan. Semua negara modern membenci kejahatan kemanusiaa. Kaprikornus jikalau anda mendukung HAM maka anda harus digaris depan mendukung UU anti terorisme.
Dengan disyahkannya UU terorisme oleh dewan perwakilan rakyat sebagai revisi UU Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2003 ihwal Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme, maka ketika itu juga abdnegara polisi punya kekuasaan besar dihadapan aturan untuk melaksanakan tindakan preventif terhadap agresi teroris. Civil society sanggup eksklusif dibungkam dengan UU itu melalui pembubaran ormas dan menangkap semua pengurusnya yang dicurigai terlibat dibalik agresi teroris. Seperti Jamaah Ansharut Daulah (JAD) dan Jamaah Ansharut Tauhid (JAT) sebagai organisasi teroris sanggup ditindak tanpa harus menunggu adanya agresi dari mereka. Mereka yang mendukung agresi terorisme di luar negeri, passport nya sanggup dicabut. Mereka yang bersuara menebarkan kebencian dihadapan umum sanggup eksklusif disadap telpnya tanpa harus ijin pengadilan. Bila ada bukti sadapan mereka terlibat jariangan teroris maka bukti itu sanggup disyahkan oleh pengadilan sebagai bukti menjerat mereka.
Karena agresi teroris sudah masuk dalam organisasi kejahatan transnasional maka keterlibatan Tentara Nasional Indonesia dibenarkan oleh UU. Walau definisi UU terorisme tidak menyebutkan kejahatan terhadap keamanan negara yang tidak memunngkin Tentara Nasional Indonesia terlibat sesuai UU Tentara Nasional Indonesia namun Presiden sanggup memakai UU terorisme itu sebagai kejahatan merongrong keamanan negara dan Tentara Nasional Indonesia punya ruang untuk terlibat dalam perang melawan terorisme. Karenanya dalam waktu bersahabat akan keluar Perpres melegitimasi keterlibatan Tentara Nasional Indonesia sesuai dengan semangat UU terorisme. Yang menjadi kekawatiran sebagian pihak bahwa UU terorisme ini memperlihatkan ruang sangat besar kepada pemerintah untuk mengendalikan kekuatan sipil dan ini berpotensi melanggar HAM atas nama kekuasaan.
Namun bagaimanapun sistem demokrasi dimanapun berada harus dilengkapi perangkat aturan yang keras bagi siapa saja yang tidak sanggup mendapatkan sistem demokrasi itu. Kalau berbeda dengan pemerintah dan ingin berkuasa maka jangan memaksakan kehendak lewat kekerasan tetapi ujilah agenda itu dalam Pemilu. Kalau memang dipercaya rakyat maka silahkan berkuasa.. Tetapi jikalau gagal dalam pemilu maka jadilah rakyat yang baik, yang patuh hukum. Sederhana saja sebetulnya. Kalau tak ingin UU terorisme diterapkan jadilah rakyat yang baik, patuh dan jujur. Dah gitu aja. Jangan baper ya.
Sumber https://culas.blogspot.com/