Perpres Tenaga Kerja Asing



Apa bedanya Tenaga Kerja Asing di Indonesia dengan Tenaga Kerja Indonesia yang ada diluar negeri ? Kalau TKA di Indonesia mereka ada sebagian besar lantaran pengusaha mereka melaksanakan investasi di Indonesia. Kaprikornus itu satu paket dengan uang mereka yang masuk ke Indonesia. Investasi itu juga punya dampak berganda terhadap perekenomian Indonesia. Sementara Tenaga Kerja Indonesia yang  ada diluar negeri lantaran undangan sendiri atau bagian  dari  bisnis pengerahan tenaga kerja asing. Kalaupun ada TKI di proyek perusahaan Indonesia yang ada diluar negeri namun jumlahnya relatif kecil sekali. Dengan perbedaan itu kita sanggup disimpulkan bahwa keberadaan TKA di Indonesia murni lantaran motive investasi. Kaprikornus tidak ada motive lantaran mereka nganggur atau kesulitan kerja di Negaranya. Sementara TKI kita lantaran kebutuhan hidup dan kesulitan dapatkan kerja di Indonesia.


Sebetulnya peningkatan arus TKA masuk ke Indonesia sudah berlangsung semenjak kurun SBY. Data memperlihatkan bahwa jumlah tenaga kerja absurd (TKA) di Indonesia mencapai puncak tertingginya pada 2011 sebanyak 77.307 pekerja. Maklum dikala itu sedang booming Business kerikil bara dimana pihak buyer mengirim orangnya untuk melaksanakan exploitasi. Dan juga bisnis minyak sedang hot sehingga banyak pekerja absurd masuk. Ledakan jumlah tenaga kerja absurd itu sebagian besar lantaran motive bisnis rente yang tidak berdampak kepada peningkatan investasi dan industri yang sanggup menampung angkatan kerja luas. Kemudian dikala harga Batu bara dan minyak jatuh dipasar dunia, jumlah tenaga kerja absurd kembali turun. Dan kembali meningkat di kurun Jokowi lantaran pembangunan infrastruktur ekonomi dengan metode B2B dan pembangunan daerah industri smelter sebagai jawaban UU Minerba yang memperlihatkan insentif bagi industri smelter. Namun yang mengkawatirkan yaitu ledakan TKA itu sangat luar biasa dan pemerintah dinilai lemah melaksanakan pengawasan. Sehingga banyak kasus TKA ilegal. Masalah itu bukan lantaran pemerintah sengaja tidak melaksanakan pengawasan tetapi lebih karana aturan yang dibentuk kurun SBY Perpres Nomor 72 tahun 2014 yang tidak memuat soal pengenaan hukuman dalam penggunaan kerja absurd di Indonesia.

Atas dasar itulah Jokowi menciptakan perubahan aturan TKA kurun SBY dalam bentuk Perpres Nomor 20 tahun 2018 berisi 10 belahan dan 39 pasal yang membahas mengenai TKA.   Perpres ini disikapi keras oleh kalangan oposisi baik dewan perwakilan rakyat maupun serikat pekerja. Saya melihat bergotong-royong tidak ada hal yang substansi dilanggar dari semangat Undang-Undang Nomor 13/2003 wacana Ketenagakerjaan. Mengapa ? Perpres hanya menyederhanakan proses izin Tenaga Kerja Asing tanpa negara kehilangan hak memilih aturan yang sesuai dengan UU No. 13/2003 atau tepatnya meselarahkan dengan UU yang lain biar tidak tumpang tindih. Dan ini sangat penting untuk memperlihatkan akomodasi investasi di Indonesia yang sangat diharapkan untuk menggerakan roda ekonomi nasional. Contoh Pasal 10 Perpres TKA yang berbunyi bahwa persetujuan Rencana Penggunaan TKA (RPTKA) tidak dibutuhkan bagi TKA pemegang saham, pegawai diplomatik, dan jenis pekerjaan yang dibutuhkan pemerintah. Mengapa ? lantaran keberadaan pemegang saham yaitu juga perusahaan yang sudah sanggup izin PMA. Begitupula dengan pegawai diplomatik. Bukankah itu sudah menyatu dengan keberadaan kiprah diplomatik yang diatur dalam kuridor international. Juga sama halnya dengan TKA yang ditunjuk pemerintah untuk keperluan khusus .Untuk itu semua kan tidak perlu mengikuti ketentuan Pasal 43 UU UU No. 13/2003 dimana pemberi kerja harus mendapat persetujuan RPTKA. 

Pasal 22 Perpres juga menyebut TKA sanggup memakai jenis visa tinggal sementara (vitas) sebagai izin bekerja untuk hal-hal yang bersifat mendadak atau tidak permanen. Contoh orang absurd tinggal di Indonesia untuk mempersiapkan planning bisnisnya bersama mitranya di Indonesia. Kan tidak sanggup sebentar. Butuh waktu setidaknya 2 tahun untuk merealisasikan rencananya itu. Kalau bisnis belum jalan kan tidak perlu ada izin kerja sebagaimana yang dimaksud UU. Secara aturan beliau berhak untuk beraktifitas di Indonesia. Toh yang mengeluarkan izin beliau tinggal yaitu juga negara ( Menteri Hukum dan HAM ). Namun untuk pekerjaan yang permanen misal beliau bekerja di PMA atau PMDN maka keberadaannya harus sesuai dengan RPTKA ( Rencana Penggunaan Tenaga Kerja Asing ) yang disahkan oleh menteri atau pejabat yang ditunjuk.

Yang penting dalam Pepres dilema hak negara sebagaimana diatur dalam UU diatur dengan terperinci dan lebih focus kepada pemberi kerja. Bahwa PMA atau PMDN sebagai pemberi kerja harus mencantumkan alasan penggunaan; jabatan dan/atau kedudukan TKA dalam struktur organisasi perusahaan; jangka waktu penggunaan TKA; dan penunjukan tenaga kerja Indonesia sebagai pendamping TKA yang dipekerjakan. Kaprikornus apabila mereka mengajukan izin untuk pegawai asingnya tidak sesuai dengan RPTKA maka izinnya pasti ditolak. Atau penggunaan TKA tidak sesuai dengan RPTKA pasti akan kena sangsi aturan menyerupai misal tidak menyediakan tenaga kerja indonesia sebagai pedamping tenaga kerja absurd sebagai syarat trasfer tekhnologi dan knowhow.
Bahkan Perpres dengan terperinci melindungi kepentingan pekerja Indonesia dimana menyebutkan setiap pemberi kerja TKA, wajib mengutamakan penggunaan tenaga kerja Indonesia pada semua jenis jabatan yang tersedia. Dalam hal jabatan sebagaimana dimaksud belum sanggup diduduki oleh tenaga kerja Indonesia, jabatan tersebut sanggup diduduki oleh TKA. Namun tetap memperhatikan kondisi pasar tenaga kerja dalam negeri. Artinya gajinya tidak sanggup seenaknya sehingga berbeda sangat jauh dari pekerja Indonesia. Saya tidak mengerti mengapa oposan tidak melihat Perpres itu dengan jernis dan pikiran positip. Negeri ini berhadapan dengan persaingan keras dengan dunia luar dan kita harus menciptakan aturan yang adil bagi siapa saja biar Indonesia bermartabat dimata dunia. Kekuatan kita bukan ketakutan dengan menutup diri tetapi keberanian membuka diri dan bersaing lantaran itu. Selagi etos kerja kita baik maka tidak perlu kawatir dengan keberadaan tenaga kerja asing. Bagaimanapun kita pasti unggul lantaran upah kita hanya 20% dari upah pekerja China. Tetapi bila etos kerja rendah ya 20% dari upah china juga kemahalan..
Suka tidak suka Indonesia yaitu belahan dari globalisasi semua sektor kehidupan. Ini sudah berproses semenjak kurun Soeharto dikala kita meratifikasi APEC dan ASEAN. Di kurun reformasi kita juga meratifikasi China Asean Free Trade Area, Korean Asean Free Trade Area, Jepang Free Trade Area. ME ASEAN. Era Jokowi tidak sanggup janji yang telah dibentuk di kurun sebelumnya itu di bubarkan atau dibatalkan sepihak. Kalau hingga dibatalkan maka Indonesia akan kena sangsi ekonomi regional, dan ini akan berdampak jelek kepada perdagangan dan investasi nasional.  Percepatan pertumbuhan penduduk dan angkatan kerja setiap tahun diatas 2% sangat beresiko  bila tanpa modal dan SDM hebat. Sudah takdir negeri ini tidak sanggup hanya mengandalkan SDA dan SDM yang ada tetapi juga butuh kemitraan dengan absurd baik modal maupun SDM.

Setiap negara di kurun kini sangat membutuhkan modal dan tenaga akhli untuk menggerakan perekonomian yang alhasil sanggup meningkatkan kesejahteraan rakyat. Juga tanpa SDM yang hebat mustahil percepatan pembangunan sanggup terjadi. Program pembangunan di kurun Jokowi membutuhkan itu. Apalagi pembangunan infrastruktur sebagian besar didanai oleh absurd melalui PPP yang punya standar kerja berkelas dunia. Sementara Indonesia sekian puluh tahun tidur dibidang industri dan insfrastruktur. Makanya keberadaan TKA dan Modal asing  yaitu keniscayaan. Di Australia, bila anda sebagai orang absurd tiba membawa uang USD 5 juta, akan ditawari sebagai warga negara! Bukan hanya dikasih izin kerja tetapi jadi warga negara. Namun Indonesia tidak se pragmatis itu. Tetap kepentingan nasional di jaga. Itu sebabnya Perpres tenaga kerja di keluarkan.


Yang terperinci keberadaan tenaga kerja absurd di Indonesia jumlahnya hanya 0,05 % dari total pekerja Indonesia. Keberadaan TKA itu lantaran faktor kebijakan investasi di Indonesia dengan orientasi kepada Efektifitas dan efisiensi. Kaprikornus kalaulah penggunaan tenaga kerja Indonesia itu efisien dan hasilnya efektif maka pastilah tenaga kerja Indonesia yang dipakai. Namun walau efisien tetapi tidak efektif lantaran etos kerja rendah maka investor tentu memakai tenaga kerja mereka sendiri walau mahal. Karena dalam investasi waktu yaitu hal yang sangat penting untuk unggul dalam persaingan dan penghematan capex. Hal ini harus disadari oleh kita semua sebagaimana prinsip Business as usual. Kita dihargai lantaran kita memang pantas dihargai. Lebih baik focus perbaiki etos kerja daripada sibuk nuntut keadilan atas keberadaan TKA

Apabila pihak oposisi menebarkan issue negatif soal keberadaan TKA dan Investasi absurd , sesungguhnya mereka sedang menggiring anutan yang sesat, yang selama ini diyakini oleh sebagian rakyat awam bahwa kita kaya SDA dan tidak butuh asing. Padahal apa yang mereka sampaikan tak lebih yaitu kegiatan utopia yang mustahil sanggup di realisasikan tanpa modal dan SDM asing. Belajar dari China yang tidak pernah menolak absurd masuk, lengkap dengan TKA asalkan itu berdampak kepada tertampungnya angkatan kerja di China. Karena TKA bukanlah buruk. Banyak hal sanggup dipelajari dari Asing untuk meningkatkan etos kerja rakyat China. Dari Investor AS, SDM china berguru bagaimana menjual dengan baik. Dari Investor Korea, china  berguru bersikap keras. Dari Jepang, CHina berguru teliti dalam memilih harga dan biaya. Dari Eropa, china berguru cara penemuan dan implementasi tekhnologi. Berlalunya waktu pekerja China sanggup bersaing dengan tenaga kerja absurd dan otomatis ekonomi domestik tumbuh pesat lantaran SDM sudah berstandar international. Itulah keuntungannya asing…


Sumber https://culas.blogspot.com/

Artikel Terkait