Menilai Personal Pasangan Capres.



Apa yang terjadi seandainya bukan Jokowi yang presiden kelak.? Tanya nitizen. Sebelum saya jawab pertanyaan tersebut. Maka mari kita liat huruf dari masing masing calon presiden. Saya menilai huruf ini tidak menurut kepada perasaan suka tidak suka,  tetapi menurut rekam jejak mereka sebagai pengusaha. Rekam jejak ini bukan menurut rumor tetapi sudah menjadi belakang layar umum. Artinya sudah dibicarakan di media massa termasuk media digital. Tentu didasarkan persepsi saya sebagai pengusaha. Kaprikornus sudut pandang saya  lebih kepada praktis, bukan teori. Baik saya jelaskan sebagai berikut.

Jokowi.
Setamat kuliah , Jokowi hanya sebentar jadi Pegawai. Itupun ia magang di BUMN. Setelah itu ia terjun dalam dunia bisnis. Usaha yang dirintisnya tidak jauh dari pengetahuan yang dipelajari di Kampus, yaitu kehutanan. Tidak jauh dari pengalaman perjuangan keluarga dari Ayahnya yang memang punya skill tukang kayu. Dalam memulai usaha, Jokowi sanggup modal dari bank. Itu dengan menggadaikan harta keluarga. Dari sana ia merintis perjuangan sebagai pengusaha kreatif dibidang perkayuan. Tentu, alasannya yaitu latar belakangnya yaitu sarjana, maka usahanya itu ditopang dengan cara cara cerdik pula. Seperti, bagaimana cara mendapatkan kawan untuk pengadaan materi baku dan pembeli. Dia juga mencar ilmu bagaimana memasarkan dengan cara cara modern. Bagaimana membangun image atas merek. Bagaimana mendesign produk supaya punya nilai tambah dan sanggup bersaing.

Anda mungkin menganggap perjuangan kreatif menghasilkan furniture itu recehan. Benar, bila di bandingkan dengan industri kimia. Tetapi anda harus tahu bahwa sebagian besar keuntungan yang didapat dari penjualan furnitur itu berasal dari creative design. Labanya bukan satu digit atau dua digit secara persentase tetapi tiga digit. Bahkan sanggup 4 kali lipa dari modal. Kaprikornus ini bisnis low profile but high profit. Namun tanpa ketekunan dan passion yang tinggi mustahil sanggup unggul dalam persaingan. Tidak mungkin sanggup berkembang. Produknya masuk ke pasar international. Tanpa Jokowi punya talenta untuk sanggup bersaing dan berkembang mustahil ia sanggup bermitra dengan konsumen international. Bahkan ia punya outlet di luar negeri untuk produk furnitur bermerek JKW.

Saya yakin ketika Jokowi diangkat sebagai pengurus ASMINDO ( Asosiasi Permbelan dan Kerajinan Tangan Indonesia ) bukan alasannya yaitu ia kaya raya. Tetapi perilaku konsistensi dan reputasinya dikenal baik oleh pengusaha sejenis. Kalau anda jadi ketua KADIN atau HIPMI, itu lebih alasannya yaitu faktor politik. Karena anggotanya banyak sekali jenis usaha. Tetapi untuk asosiasi, itu lebih kepada reputasi anda sebagai pengusaha dilikungan perjuangan sejenis. Tentu mereka lebih tahu siapa anda. Kalau anda tukang ngemplang utang dan suka tipu sana tipu sini, niscaya tidak akan dipilih sebagai pengurus Asosiasi. Masuknya Jokowi ke politik, itu juga alasannya yaitu dorongan dari sahabat temannya di ASMINDO. Mereka inginkan Jokowi memperbaiki Solo. Sampai kini usahanya tetap jalan dan  dikelola oleh keluarganya. Tidak ada yang bangkrut. Karir politiknya berkembang alasannya yaitu lebih kepada perilaku mentalnya dalam bisnis juga diterapkan dalam dunia politik.

Prabowo dan Sandi.
Prabowo menjadi perwira rising star alasannya yaitu ia yaitu menantu dari Pak Harto. Bukan belakang layar umum bila begitu banyak keistimewaan diberikan Pak Harto supaya karir PS cepat naik dan selamat dari proses kompetisi dengan sesama perwira seangkatan dengan dia. Kaprikornus harap maklum bila karir militernya berakhir sehabis mertuanya tidak lagi jadi RI-1. PS jadi pengusaha juga tidak dari bawah sepeti Jokowi. Tetapi alasannya yaitu akomodasi pemerintah Megawati yang mengatakan ia kemudahan pengambil alihan asset melalui BPPN, yaitu KIANI. Walau ia tidak punya pengalaman hebat sebagai pengusaha, namun adiknya, Hashim , yang pengusaha mengawalnya dengan baik. 

Apakah asset BPPN yang diambil alih itu berubah menjadi asset berkelas dunia menyerupai cita cita Pak Harto ketika mengatakan akomodasi lahan untuk Hutan Tanaman Industri dan sumbangan melalui dana reboisasi kepada pendiri KIani ( Bob Hasan). Tidak. Kiani ditangan PS malah gulung tikar dan alhasil diambil alih oleh konsorsium kreditur. Bahkan proses pengambil alihan itu menciptakan dirut bank Mandiri masuk penjara. Lolosnya PS dari perkara KIANI lebih alasannya yaitu campur tangan politik.  Setelah itu, PS masuk ke bisnis tambang batubara dan nikel. Itupun lebih sebagai pemilik saham goodwill atau rente. Karena akomodasi konsesi bisnis yang ia sanggup dari imbas politiknya di periode SBY.

Dari bisnis semacam itulah ia mendapaktan uang tidak sedikit untuk membiayai gaya hidupnya sebagai pengusaha maupun sebagai politisi. Kalaupun ia duduk sebagai ketua HKTI, maka itu bukan alasannya yaitu kepedulian dan reputasinya membela petani dan nelayan. Tetapi lebih kepada permainan politik. Terbukti hanya satu periode , posisinya sebagai ketua HTKI dijatuhkan lewat Munas. Karena memang miskin prestasi. Namun apakah PS mendapatkan begitu saja? tidak. Dia malah mengajukan somasi atas hasil MUNAS itu,  yang alhasil kalah di pengadilan. Mengapa? Memang untuk sanggup jadi ketua asosiasi semacan HKTI harus punya trust tinggi dihadapan anggota. Kalau trust habis, maka habis juga posisi.

Sandi, ia mengawali karirnya sebagai pengusaha dan alhasil berkembang alasannya yaitu kedekatannya dengan keluarga William Suryajaya. Berteman dengan orang kaya sekelas Sandi tentu tidak sulit menjadi kaya. Apalagi ia memang cerdas. Namun kecerdasannya itu tidak menciptakan reputasi ia sebagai pengusaha tinggi. Di hadapan keluarga William Suryajaya ia masuk katagori Bad news. Ada catatan kecil dari sepak terjang Sandi sebagai pengusaha. Yaitu ketika ia mendirikan perusahaan Asuransi. Bisnis asuransi itu lebih alasannya yaitu Trust dan fasilitasn negara. Resiko yang ada niscaya di back up oleh penjamin resiko lain ( reinsurance ). Kaprikornus benar benar aman. Nyatanya Perusahaan asuransi yang didirikan oleh Sandi itu tidak boleh operasionalnya oleh otoritas  dan terpaksa dijual kepada pihak lain atas persetujuan OJK. Dalam dunia bisnis tidak ada bisnis asuransi yang sanggup bangkrut. Kecuali di rampok oleh pengurusnya sendiri. Mengapa ? alasannya yaitu asuransi itu mengatakan janji, bukan barang. Kuncinya ada pada trust pemegang saham. Kalau trust jatuh maka semua jadi default.

***
Nah kembali kepada pertanyaan awal. Bagaimana bila bukan Jokowi yang jadi presiden? Siapapun yang jadi presiden maka ia hanya akan menjadi pelaksana UU. Kalau melanggar UU maka niscaya akan berhadapan dengan kekuatan di DPR. Bisa di jatuhkan secara konstitusi. Artinya sistem yang ada tidak akan berubah alasannya yaitu seorang presiden. Lantas dimana bedanya ? alasannya yaitu Jokowi maupun PS, Sandi punya latar belakang pengusaha. Maka gaya kepemimpinannya tidak jauh berbeda. Orientasinya laba. Hanya perbedaannya terletak pada metodelogi dan niat saja. 

Kalau Jokowi lebih menghargai proses bisnis berdarkan standar moral pada umumnya. Dia membangun kepercayaan investor bukan melalui pencitraan tetapi pemenuhan standard compliance. Memperbaiki kualitas, menjaga kepercayaan. Makanya ia berusaha memperbaki performance APBN lewat efisiensi dan peningkatan ekspansi objeck pajak. Memperbaiki regulasi supaya investor lebih nyaman melaksanakan aktifitas bisnis. Menghapus bisnsi rente supaya ekonomi efisien.Artinya ia focus kepada pelayanan dengan prinsip keadilan supaya orang nyaman. Kalau alasannya yaitu itu ia mendapatkan kepercayaan dari investor dengan meningkatnya arus investasi pembiayaan diluar APBN maka itu bukan alasannya yaitu ngemis. Tetapi business as usual. Disamping itu orang semua tahu bahwa JKW itu nothing to lose. Tidak ada benturan kepentingan pribadi.

Kalau PS dan Sandi , berkaca dari rekam jejaknya maka ia lebih menentukan cara yang too good to be true. Lebih mengandalkan loophole aturan untuk create business dan create solution. Bukan untuk kepentingan orang lain tetapi lebih untuk kepentingan dirinya sendiri. Itu sanggup dilihat dari perkara KIANI pada PS dan Perusahaan Asuransi pada Sandi. Anda sanggup bayangkan kalau  mereka jadi Pemimpin di negeri ini. Proses pembangunan ala Jokowi yang berspektrum jangka panjang, perubahan kearah lebih baik secara gradual yang melelahkan, tentu tidak akan mereka lalui. Itu bukan gaya mereka. Bisa liat rujukan DKI ditangan Gerindra dimana Sandi sebagai wagub. Nampak sekali mereka tidak tertarik proses kemandirian diluar APBD terjadi menyerupai periode Ahok. Mereka hanya focus kepada APBD. Selebihnya mereka sibuk membangun kemitraan dengan pihak lain untuk mereka sendiri dan tak lupa terus membangun gambaran lewat retorika minus kinerja sehebat Ahok.

Kesimpulan.
Memilih presiden itu jangan berharap akan juga sanggup mengganti sistem yang ada. Apalagi di dewan perwakilan rakyat tidak ada satupun partai yang menguasai korsi diatas 50%. Kaprikornus akad akan menghapus kemiskinan dengan segera, menurunkan harga seketika, meningkat ekonomi diatas 7% ditengah krisis global dikala sekarang, tak lain hanyalah retorika fiksi. Sistem yang ada akan memastikan proses itu berjalan sesuai dengan UU. Tidak ada yang too good to be true. Nah untuk sanggup melewati sistem itu diharapkan kreatifitas yang smart. Bagaimana sanggup berjalan diatas sistem yang ada, ditengah keterbatasan APBN dan kompetisi global yang tidak sanggup dihindari tanpa terjebak dengan kenyamanan status sebagai penguasa?. Kreatifitas tentu semua calon punya. Hanya niat baik itu yang sulit. 

Jokowi sudah mengambarkan niat baik itu ada pada dia. Rekam jejaknya mengambarkan itu. Dia tidak korupsi dan keluarganya tidak terlibat dalam pemerintahannya. Standar moralnya tinggi tanpa ada rekam jejak perkara aturan perdata terhadap dirinya. Jokowi bukan pemimpin partai. Bukan pendiri partai. Kalau hingga partai mencalonkan ia itu lebih alasannya yaitu reputasi dan trust secara personal yang tinggi terhadapnya. Bagaimana dengan PS dan Sandi?. PS jadi pemimpin partai bukan alasannya yaitu reputasi trust tetapi alasannya yaitu memang ia pendiri dan pemilik partai itu sendiri. Rekam jejaknya secara personal terang kalah jauh kelasnya dibandingkan Jokowi kecuali hartanya. Nah, apa jadinya bila bukan Jokowi yang jadi presiden? silahkan nilai sendiri.

Sumber https://culas.blogspot.com/

Artikel Terkait