APBN itu ialah produk dewan perwakilan rakyat bersama sama dengan pemerintah dan merupakan representasi kehendak rakyat. Makara APBN Itu ya milik rakyat. Seyogianya kita sebagai rakyat harus pahami bagaimana APBN itu disusun. Apakah disusun ibarat pedagang kelontongan?. Hanya melihat sisi penerimaan dan pengeluaran? tidak. APBN itu merukan planning anggaran Pendapatan dan Belanja negara. Yang namanya planning harus didasarkan pada tiga hal: Pertama, tujuannya apa ? Era Jokowi tujuannya ialah untuk mengentaskan kemiskinan, mengurangi kesenjangan ekonomi, mengurangi pengangguran. Gimana caranya? ya melalui pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan. Kedua, gimana strateginya ? membuat efisiensi anggaran semoga lebih efektif dengan kebijakan pro pertumbuhan produksi. Ketiga, arah nya atau orientasinya apa? ya produksi melalui kegiatan ekspansi.
Dengan dasar arah, taktik dan orientasi itulah perencanaan disusun. Tentu menyusunnya tidak semaunya. Artinya tidak sanggup eksklusif sediakan anggaran untuk orang miskin semoga tidak ada lagi orang miskin. Atau sediakan anggaran sekian untuk subsidi semoga harga murah. Tidak sanggup begitu. Itu pedagang kelontongan namanya. APBN itu dibentuk menurut data yang berkesinambungan. Contoh APBN 2016 dibentuk menurut data 2015. Kan engga sanggup eksklusif pengeluaran dikurangi begitu saja atau penerimaan dinaikan begitu saja tanpa perhitungan dan standar kepatuhan aturan yang ada. Kalau ingin ditingkatkan penerimaan maka harus ada kebijakan yang menyertai dan ini harus melalui UU bila tidak ada UU nya. Kalau sudah ada UU nya namun belum ada Peraturannya maka harus dibentuk aturannya. Makara engga gampang kan.
Di perusahaan maupun negara bahkan rumah tangga, perencanan dibentuk pada pada dasarnya bagaimana sanggup menjamin cash flow. Urat nadi tubuh itu ialah darah. Cash flow ialah darah. Kalau darah berhenti mengalir maka kita niscaya mati. Makanya APBN Itu bekerjasama bersahabat dengan cash flow. Tidak sanggup seenaknya menambah utang demi aktivitas populis. Karena disamping akan membebani cash flow berupa angsuran dan bunga dimasa depan juga belum tentu ada investor atau lender mau kasih utang bila perencanaan utang tidak tepat. Utang itu ialah alternatif terakhir bila semua solusi menutupi desifit sudah dilakukan ibarat mengurangi belanja rutin. Mengapa ? UU mensyaratkan maksimum defisit ialah 3% dari PDB. Cukup engga cukup ya itu harus dipatuhi.
Sekarang bagaimana susunan APBN itu ? Dulu dikala Orla dan Orba Dari tahun 1970 hingga tahun 2000, kita mengenal APBN dengan format T Account. Rakyat tidak perlu tahu banyak soal APBN. Ini urusan Negara. Yang penting negara punya resource berupa SDA untuk menjadi undertaker kebutuhan social Rakyat. Kebutuhan pangan, papan, dan sandang ialah tanggung jawab negara dan alasannya ialah itu pemimpin dipilih. Tahun 2000 format itu dirubah menjadi I account. Ini standard Government Finance Statistic. Ia sudah menjadi standard dunia , yang sanggup di ukur dan dianalisa oleh siapapun. Makara lebih transfarance.
Jadi semenjak APBN mengikuti format I Account maka beliau sudah berkembang menjadi ibarat Neraca Perusahaan yang gampang dibaca oleh publik. Pemerintah tidak sanggup lagi sesukanya memilih pos APBN. Ada tiga pos APBN. Pertama ialah Penerimaan negara. Sumber penerimaan adalah pajak, Pendapatan Bukan Pajak, hibah. Kedua ialah pos belanja negara. Pada Pos ini terdapat pos belanja ibarat anggaran Kementrian dan dana transfer ke kawasan dan termasuk bayar utang dan bunga. Kalau selisih penerimaan negara lebih kecil dari belanja negara maka disebut defisit. Kalau penerimaan negara di kurangi belanja negara tidak termask bayar utang dan bunga alhasil defisit maka disebut defisit primer. Kondisi defisit atau surplus inilah dasar negara mengelola cash flow. Bagaimana caranya ?
Perhatikan, penerimaan hutang tidak masuk dalam pos penerimaan negara dan tidak masuk dalam pos belanja negara. Tapi masuk dalam pos Pembiayaan anggaran. Ini pos anggaran ketiga dalam APBN. Didalam pos ini , solusi negara mengatasi difisit anggaran akan nampak transparan. Seperti penjualan obligasi/SBN, righ issue saham BUMN, pinjaman proyek, penjadwalan hutang atas cicilan hutang dan bunga. Semakin besar difisit semakin besar pos pembiayaan anggaran. Nah alasannya ialah ini bekerjasama dengan kreditu atau investor maka performan anggaran negara harus layak. Yang diperhatikan oleh investor/kreditur ialah sisi penerimaan negara. GImana pemerintah sanggup mendongkrak pajak? Maklum 90% sumber penerimaan negara ialah pajak.
Karenanya posisi dunia perjuangan ( Swasta/BUMN) sangat penting untuk menjadi sumber penerimaan negara. Artinya benar benar kekuatan negara didapat dari service fee atas legitimate yang diberikan kepada dunia perjuangan untuk mendapat keuntungan sebesar mungkin di bumi pertiwi ini. Investor atau kreditur akan melihat kebijakan negara dalam soal bisnis. Makanya indikator Easy doing of Business dan logistic index sangat diperhatikan. Dan ini tercermin dalam paket deregulasi ekonomi yang dikeluarkan pemerintah. Termasuk indikator CPI ( corruption perception index) diperhatikan semoga memastikan utang tidak dikorup. Real Effective Exchange Rate (REER) juga diperhatikan untuk mengetahui orientasi kebijakan kurs mata uang benar benar mendukung produksi.
Atas dasar pertimbangan data indek yang ada tersebutlah maka investor atau kreditur mau membeli surat utang negara dalam rangka menutupi defisit anggaran. Kalau indikator tersebut semua negatif maka mustahil surat utang dibeli oleh investor atau kreditur. Mana anda investor bego. Apalagi utang itu ialah utang fiskal , yang terperinci bukan utang negara dalam bentuk sovereign guarantee. Utang itu dijamin oleh proyek itu sendiri yang sumber pembayarannya dari penerimaan negara. Semakin tinggi utang semakin besar penambahan asset negara. Karena utang tidak digunakan untuk konsumsi ibarat subsidi BBM masa SBY.
Dengan demikian utang bukanlah hal yang dikawatirkan. Tetapi suatu bukti bahwa kepercayaan luar kepada pemerintah tinggi. Rating surat utang kita oleh tiga forum international pemeringkat imbas berkatagori investment grade. Kepercayaan ini bukan alasannya ialah politik ibarat Turki sanggup santunan dari Qatar atau China tetapi business as usual. Kalau engga feasible ya engga sanggup duit. Kalau pemerintah tidak profesional dan reputable, ya mana mungkin SBN laris dipasar.
Sumber https://culas.blogspot.com/