Showing posts with label Tahap Penyesuaian. Show all posts
Showing posts with label Tahap Penyesuaian. Show all posts

Cara Adaptasi Aset Tetap Dalam Akuntansi

Cara Penyesuaian Aset Tetap Dalam Akuntansi Cara Penyesuaian Aset Tetap Dalam Akuntansi

Aset tetap (fixed assets) yaitu aset yang secara fisik sanggup dilihat keberadaannya dan sifatnya relatif permanen serta mempunyai masa kegunaan (useful life) yang panjang. Jadi, aset tetap merupakan aset yang berwujud (tangible assets). Berbeda dengan aset tidak berwujud intangible assets), yang dimana tidak mempunyai wujud fisik dan dihasilkan sebagai akhir dari sebuah kontrak hukum, ekonomi, maupun kontrak sosial.

Contoh aset tetap yaitu tanah, bangunan, kendaraan operasional, peralatan kantor, peralatan toko, perabot kantor, dan perabot toko. Tanah merupakan satu-satunya aset tetap yang tidak disusutkan (non depreciable asset) alasannya yaitu nilainya akan selalu cenderung naik, bukan menurun. Tanah mempunyai umur hemat (economic life) atau masa manfaat (benefit life) yang tidak terbatas (unlimited life).

Berbeda dengan tanah yang berisi kandungan minyak, gas, batu, pasir, mineral, atau logam tertentu, yang secara rutin akan dimanfaatkan atau digali untuk diambil kandungannya. Contohnya yaitu tanah yang memuat kandungan tembaga, belerang, kerikil bara, dan sebagainya. Untuk tanah menyerupai ini, tentu saja nantinya secara sistematis dan periodik akan disusutkan; dalam akuntansi, penyusutannya dinamakan deplesi. Sedangkan untuk aset tetap lainnya yang sanggup disusutkan (depreciable assets), penyusutannya dinamakan depresiasi. Aset tetap ini mempunyai umur hemat yang terbatas (limited life).

Contoh dari aset tidak berwujud yaitu goodwill (nama baik), trademark (merek dagang), franchises (waralaba), patent, copyright (hak cipta), customer list (daftar pelanggan), dan broadcast license ujin penyiaran). Dalam akuntansi, penyusutan untuk aset tidak berwujud dinamakan amortisasi. Sama halnya dengan aset tetap, tidak semua aset tidak berwujud diamortisasi, tergantung pada kepastian umur apakah terbatas atau tidak terbatas. Aset tidak berwujud yang mempunyai umur yang tidak terbatas (tidak pasti) tidaklah diamortisa si, dan hanya aset tidak berwujud yang mempunyai umur yang terba (pasti) saja yang akan diamortisasi. Aset tidak berwujud yang diamortisasi yaitu goodwill, trademark, dan broadcast license. Ijin penyiaran ini nantinya akan secara otomatis sanggup diperperpanjang setiap kurun waktu tertentu, asalkan tayangannya tidak meni bulkan pengaruh sosial yang negatif atau merugikan publik dan tidal melanggar undang-undang penyiaran; sehingga aset tidak berwuina ini dikatakan mempunyai umur yang tidak terbatas dan oleh alasannya yaitu itu tidaklah diamortisasi. Merek dagang juga tidak diamortisasi alasannya yaitu memang tidak mempunyai batasan nilai hemat (berbeda dengan waralaba dan paten). Merek dagang meskipun mempunyai batasan wak tu, tetapi pada prinsipnya sama menyerupai ijin penyiaran yang dimana hampir sanggup diperpanjang secara rutin. Jika faktor ekonomi meno indikasikan bahwa merek dagang akan terus mempunyai nilai yang sanggup diduga di masa yang akan datang, maka masa kegunaan dari merek dagang ini akan menjadi tidak terbatas. Sedangkan untuk goodwill tidaklah diamortisasi alasannya yaitu memang telah menjadikan bermacam-macam kontroversi akuntansi terutama dalam hal pemilihan metode untuk penggabungan usaha. Walaupun goodwill, trademark, dan broadcast license tidak diamortisasi tetapi mereka tetap perlu ditinjau ulang atas kemungkinan terjadinya penurunan nilai (impairment). Topik mengenai goodwill dan penurunan nilai akan dibahas nanti secara rinci dalam buku akuntansi lanjutan.

Pertama kali pada ketika sebuah aset tetap diperoleh/diakuisisi, tentu saja belum ada penyusutan yang dicatat/diakui dalam pembukuan perusahaan (karena belum dipakai). Nantinya (pada tamat periode akuntansi) sehabis aset tetap tersebut dipakai, jurnal pembiasaan perlu dibentuk untuk mengakui bab dari jumlah harga perolehan aset tetap yang sudah menjadi beban (depreciation expense) alasannya yaitu pemakaian. Penyusutan sanggup diartikan sebagai : (1) menurunnya kegunaan dari suatu aset tetap, (2) transfer secara sistematis dan periodik dari harga perolehan/cost menjadi beban/expense atau sanggup juga diartikan sebagai bab dari harga perolehan yang telah menjadi kadaluarsa (expired) alasannya yaitu pemakaian. 
Ada beberapa metode penyusutan aset tetap yang diperkenankan berdasarkan prinsip-prinsip akuntansi yang berlaku umum, yaitu
Cara Penyesuaian Aset Tetap Dalam Akuntansi Cara Penyesuaian Aset Tetap Dalam Akuntansi        metode garis lurus (straight line method),
Cara Penyesuaian Aset Tetap Dalam Akuntansi Cara Penyesuaian Aset Tetap Dalam Akuntansi        metode saldo menurun ganda (double declining balance method),
Cara Penyesuaian Aset Tetap Dalam Akuntansi Cara Penyesuaian Aset Tetap Dalam Akuntansi        metode jumlah angka tahun (sum of the years' digits method),
Cara Penyesuaian Aset Tetap Dalam Akuntansi Cara Penyesuaian Aset Tetap Dalam Akuntansi        metode unit produksi / metode output produktif (units of production method / productive-output method), dan
Cara Penyesuaian Aset Tetap Dalam Akuntansi Cara Penyesuaian Aset Tetap Dalam Akuntansi        metode jam operasional / metode jam jasa (operating hours method / service hours method).

Penghitungan penyusutan aset tetap dengan memakai metode garis lurus akan menghasilkan jumlah penyusutan yang sama besar untuk masing-masing tahun sepanjang umur ekonomis/masa manfaatnya. Adapun formula rumus yang digunakan untuk menghitung besarnya penyusutan per tahun yaitu :

Penyusutan/thn = (Harga Perolehan - Estimasi Nilai Residu): Estimasi Umur Ekonomis

Keterangan :
1.      Harga perolehan merupakan jumlah seluruh pengeluaran yang diharapkan untuk menjadikan aset tetap yang gres dibeli/diperoleh tersebut siap untuk digunakan. Jadi, harga perolehan ini mencakup tidak hanya sebesar harga beli saja tetapi juga termasuk pengeluaran pengeluaran lainnya yang dikorbankan supaya supaya aset tetap yang gres dibeli/diperoleh tersebut berada dalam kondisi siap pakai. Contoh pengeluaran pengeluaran lainnya yaitu biaya pajak, biaya angkut, biaya asuransi (jika diasuransikan), biaya pemasangan, dan lain sebagainya. Harga perolehan ini sifatnya obyektif, bukan subyektif (estimasi), alasannya yaitu seluruh jumlah yang dikeluarkan/dibayarkan nilainya tercantum dalam berkas dokumen pendukung transaksi pembelian. Karena sifatnya yang obyektif ini, maka seringkali harga perolehan dikatakan mempunyai atau mencerminkan karakteristik sanggup diuji/diukur (verifiability).
2.       Estimasi nilai residu (estimated residual value) merupakan taksiran mengenai nilai sisa (salvage value) aset tetap yang diperkirakan masih akan tetap ada di tamat umur ekonomisnya. Nilai residu ini ditentukan secara subyektif tergantung pada penlaian administrasi perusahaan masing-masing, namun tetap harus memenuhi asas kewajaran.
3.      Estimasi umur hemat merupakan taksiran mengenai lamanya sebuah aset tetap sanggup memperlihatkan manfaat/kegunaan bagi perusahaan. Umur hemat ini juga ditentukan secara subyektif  yaitu tergantung pada evaluasi administrasi perusahaan masing-masing.

Untuk mengilustrasikan ayat jurnal pembiasaan yang perlu dibentuk sehubungan dengan penyusutan (pemakaian) aset tetap selama periode, misalkan bahwa sebuah peralatan toko dibeli dengan harga Rp 8.500.000,- pada tanggal 1 Januari 2008. Perusahaan memakai metode garis lurus dalam menghitung beban penyusutan periodiknya. Nilai sisa aset tetap tersebut diperkirakan sebesar Rp. 1.000.000,- pada tamat masa manfaatnya. Perusahaan mengestimasi bahwa peralatan toko tersebut mempunyai umur hemat 10 tahun. Ayat jurnal penyesuian yang harus dibentuk pada tanggal 31 Desember 2008 yaitu :

Beban penyusutan - peralatan toko                         Rp.750.000,
Akumulasi penyusutan - peralatan toko                                   Rp.750.000,
(Rp. 8,5 juta - Rp. 1 juta): 10

Akan tetapi, apabila peralatan toko tersebut dibeli pada tanggal 1 April 2008, maka besarnya beban penyusutan per 31 Desember 2008 akan menjadi :  9/12 x Rp. 750.000,- = Rp. 562.500,- (untuk masa pemakaian selama 9 bulan, yaitu terhitung mulai tanggal 1 April 2008 sampai 31 Desember 2008).

Perhitungan penyusutan aset tetap dengan memakai metode lainnya, selain metode garis lurus, akan dibahas nanti secara lebih terperinci dalam posingan selanjutnya (akuntansi untuk aset tetap).



Perbedaan Antara Jurnal Koreksi Dengan Jurnal Penyesuaian



Adalah penting untuk sanggup membedakan antara jurnal koreksi dengan jurnal penyesuaian. Dalam akuntansi, jurnal koreksi perlu dibentuk dengan maksud untuk mengkoreksi nilai transaksi yang telah salah dibukukan dan atau juga untuk mengkoreksi penggunaan penjabaran akun-akun yang salah (salah dalam mengidentifikasi akun). Sedangkan jurnal penyesuaian, menyerupai yang telah dijelaskan pada bab postingan sebelumnya (klik di sini untuk melihat), dibentuk dengan tujuan untuk memperbaharui data akuntansi semoga men jadi lebih akurat.

Secara garis besar sanggup disimpulkan di sini bahwa jurnal koreksi dibentuk atas kesalahan yang terjadi dalam awal mulanya transaksi tersebut dicatat dan dibukukan (baik salah nilai maupun akun).  Sedangkan jurnal pembiasaan dibentuk bukan untuk memperbaiki kesalahan yang terjadi dalam awal mulanya transaksi dicatat,  melainkan untuk memenuhi konsep akrual dan deferral dalam akuntansi. Jadi, akuntan akan/perlu menciptakan jurnal penyesuaiana transaksi yang pada awal mulanya telah dicatat secara benar (tidak salah dalam membukukan nilai maupun tidak salah dalam penggunaan akun) dalam rangka memperbaharui data akuntansi dengar cara memilih secara sempurna :  berapa besarnya bab dari jumlah penerimaan yang diterima di muka yang telah menjadi pendapatan untuk periode berjalan, berapa besarnya bab dari jumlah penerimaan yang diterima di muka (dalam periode berjalan) yang akan di tangguhkan sebagai pendapatan untuk periode mendatang, berapa besarnya bab dari jumlah pengeluaran yang telah menjadi beban untuk periode berjalan, berapa besarnya bab dari jumlah pengeluaran periode berjalan yang akan ditangguhkan sebagai beban untuk periode mendatang, berapa besarnya jumlah beban periode berjalan yang harus diakui meskipun pembayarannya belum dilakukan, dan berapa besarnya jumlah pendapatan periode berjalan yang harus diakui meskipun penagihan kasnya belum diterima.

Contoh dari proses pembiasaan telah diberikan dan dijelaskan secara rinci pada bab sebelumnya. Berikut ini ialah pola transaksi yang memerlukan ayat jurnal koreksi. Misalkan bahwa pada tanggal 6 September 2008 perusahaan membeli peralatan kantor seharga Rp. 7.500.000,- secara kredit. Ayat jurnal transaksi yang seharusnya dibentuk oleh bab pembukuan perusahaan pada awal pencatatan ialah dengan mendebet akun peralatan kantor dan menkredit akun utang senilai Rp. 7.500.000,-. Namun, dalam pola ini terdapat beberapa kemungkinan transaksi tersebut salah dicatat :

1.        Pembelian peralatan kantor namun dicatat sebagai pembelian perlengkapan kantor. Jadi, mula-mula transaksi tersebut telah dicatat dengan mendebet akun perlengkapan kantor dan mengkredit akun utang sebesar nilai transaksi. Dalam hal ini, jurnal koreksi perlu dibentuk dengan cara mendebet akun yang benar (yang seharusnya) yaitu akun peralatan kantor dan mengkredit kembali akun yang telah salah di debet yaitu akun perlengkapan kantor sebesar jumlah yang sama. Dalam pola kasus ini, akun utang serta nilai transaksi tidaklah terpengaruh dikarenakan telah dicatat/dibukukan secara benar. Ini ialah koreksi atas kesalahan dalam mengidentifikasi akun peralatan kantor

Mula-mula dicatat:
Perlengkapan Kantor    Rp. 7.500.000,
Utang                                                   Rp. 7.500.000,

Jurnal koreksi:
Peralatan Kantor                      Rp. 7.500.000,
Perlengkapan Kantor                            Rp. 7.500.000,

2.        Pembelian peralatan kantor secara kredit namun dicatat sebagai pembelian peralatan kantor secara tunai. Jadi, mula-mula transaksi tersebut telah dicatat dengan mendebet akun peralatan kantor dan mengkredit akun kas sebesar nilai transaksi. Dalam hal ini, jurnal koreksi perlu dibentuk dengan cara mengkredit akun yang benar (yang seharusnya) yaitu akun utang dan mendebet kembali akun yang telah salah di kredit yaitu akun kas sebesar jumlah yang sama. Dalam pola kasus ini, akun peralatan kantor serta nilai transaksi tidaklah terpengaruh dikarenakan telah dicatat/dibukukan secara benar. Ini ialah koreksi atas kesalahan dalam mengidentifikasi akun utang.

Mula-mula dicatat:
Peralatan Kantor                                              Rp. 7.500.000,
      Kas Rp. 7.500.000,

Jurnal koreksi:
Kas                                          Rp.7.500.000,
Utang                                                            Rp. 7.500.000,

3.        Pembelian peralatan kantor secara kredit namun dicatat sebagai pembelian perlengkapan kantor secara tunai. Jadi, mula-mula transaksi tersebut telah dicatat dengan mendebet akun perlengkapan kantor dan mengkredit akun kas sebesar nilai transaksi. Dalam hal ini, jurnal koreksi perlu dibentuk dengan cara mendebet kembali akun yang telah salah di kredit yaitu akun kas dan mengkredit kembali akun yang telah salah di debet yaitu akun perlengkapan kantor sebesar jumlah yang sama. Jurnal koreksi belum simpulan hingga di sini, alasannya di samping jurnal koreksi tersebut di atas (jurnal koreksi yang telah mengeliminasi masing-masing akun yang salah) juga perlu dibentuk jurnal koreksi untuk mencatat transaksi yang seharusnya (yang sebenarnya). Jadi, jurnal koreksi berikutnya perlu dibentuk lagi dengan cara mendebet akun peralatan kantor dan mengkredit akun utang. Dalam kasus ini, nilai transaksi telah dicatat/dibukukan secara benar. Ini ialah koreksi atas kesalahan dalam mengidentifikasi akun peralatan kantor dan akun utang.

Mula-mula dicatat :
Perlengkapan Kantor                  Rp. 7.500.000,
Kas                                                      Rp. 7.500.000,

Jurnal koreksi:
Kas                                          Rp. 7.500.000,
Perlengkapan Kantor                              Rp. 7.500.000,
Peralatan Kantor                        Rp. 7.500.000,
Utang                                                   Rp. 7.500.000,

4.      Pembelian peralatan kantor secara kredit senilai Rp. 7.500.000,namun dicatat sebagai pembelian peralatan kantor secara kredit senilai Rp. 5.500.000,-. Jadi, mula-mula transaksi tersebut telah dicatat dengan mendebet akun peralatan kantor dan mengkredit akun utang, namun sebesar nilai transaksi yang salah yaitu hanya Rp. 5.500.000,- bukannya Rp. 7.500.000,-. Dalam hal ini, jurnal koreksi perlu dibentuk dengan cara mendebet kekurangan saldo untuk akun peralatan kantor dan mengkredit kekurangan saldo untuk akun utang, yaitu masing-masing sebesar Rp. 2.000.000,-. Ini ialah koreksi atas kesalahan dalam membukukan nilai transaksi.

Mula-mula dicatat :
Peralatan Kantor          Rp. 5.500.000,
Utang                                       Rp.5.500.000,

Jurnal koreksi:
Peralatan Kantor          Rp. 2.000.000,
Utang                                       Rp. 2.000.000,

Perhatikanlah dengan cermat bahwa apabila kedua jurnal di atas digabung maka akan diperoleh kondisi jurnal yang seharusnya, yaitu akun peralatan kantor dengan saldo debet dan akun utang dengan saldo kredit, masing-masing akan menjadi sebesar Rp. 7.500.000,

5.        Pembelian peralatan kantor secara kredit senilai Rp. 7.500.000,namun dicatat sebagai pembelian peralatan kantor secara kredit senilai Rp. 17.500.000,-. Jadi, mula-mula transaksi tersebut telah dicatat dengan mendebet akun peralatan kantor dan mengkredit salah yaitu Rp. lini, jurnal ko bihan saldo akun utang, namun sebesar nilai transaksi yang salah yait 17.500.000,- bukannya Rp. 7.500.000,-. Dalam hal ini, jur reksi perlu dibentuk dengan cara mengkredit kelebihan sale tuk akun peralatan kantor dan mendebet kelebihan saldo untuk akun utang, yaitu masing-masing sebesar Rp. 10.000.000. juga ialah koreksi atas kesalahan dalam membukukan ni transaksi.

Mula-mula dicatat :
Peralatan Kantor                      Rp. 17.500.000,
Utang                                                            Rp. 17.500.000,

Jurnal koreksi:
Utang                                    Rp. 10.000.000,
Peralatan Kantor                                               Rp. 10.000.000,

Perhatikanlah dengan cermat bahwa apabila kedua jurnal di atas digabung maka akan diperoleh kondisi jurnal yang seharusnya, yaitu akun peralatan kantor dengan saldo debet dan akun utang dengan saldo kredit, masing-masing akan menjadi sebesar Rp. 7.500.000,

Bagaimanadengan jurnal koreksi yang perlu dibentuk apabila kesalahan yang terjadi sekaligus mencakup baik kesalahan dalam pencatatan akun maupun kesalahan dalam pencatatan nilai transaksi? Untuk sanggup menjawab pertanyaan ini, pelajarilah terlebih dahulu dengan baik kelima kemungkinan yang telah dijelaskan di atas. Setelah memperoleh pemahaman yang cukup baik, barulah pikirkan cara cermat apa dampak dari kesalahan tersebut kalau timbul secara bersamaan.


Konsep Penandingan Dalam Teori Akuntansi

Konsep Penandingan dalam Teori Akuntansi Konsep Penandingan dalam Teori Akuntansi
Ketika bab akuntansi suatu perusahaan akan menyiapkan (menyusun) laporan keuangan, mereka menyadari bahwa periode pembukuan perusahaan yang akan dilaporkannya sanggup dibagi ke dalam beberapa periode. Dengan memakai konsep periode akuntansi ini, atau yang dikenal dengan sebutan accounting period concept, akuntan harus berhati-hati dan setepat mungkin dalam memilih berapa besarnya jumlah pendapatan dan beban yang harus dilaporkan dalam laporan keuangan. Untuk memilih besarnya jumlah pendapatan dan beban secara sempurna dalam periode yang tepat, ada dua pilihan yang tersedia yang sanggup dijadikan sebagai dasar pencatatan oleh akuntan, yaitu cash basis dan accrual basis.

Apabila dasar pencatatan akuntansi yang digunakan yaitu cash basis, maka pendapatan dan beban akan dilaporkan dalamlaporan keuntungan rugi (income statement) dalam periode dimana uang kas diterima (untuk pendapatan) atau uang kas dibayarkan (untuk beban). Jadi, sanggup disimpulkan di sini bahwa transaksi pendapatan dan beban yang akan dilaporkan dalam laporan keuntungan rugi yaitu transaksitransaksi yang melibatkan arus uang kas masuk (untuk pendapatan ataupun arus uang kas keluar (untuk beban). Besarnya keuntungan higienis (net income) atau rugi higienis (net loss) yang dihasilkan dari selisih antara pendapatan dengan beban, akan mencerminkan jumlah higienis uang kas yang dihasilkan (untuk net income) atau jumlah higienis uang kas yang dikeluarkan (untuk net loss). Misalkan, dengan memakai dasar pencatatan cash basis, diperoleh jumlah pendapatan selama periode sebesar Rp. 120 juta (uang kas masuk), sedangkan jumlah beban selama periode sebesar Rp. 30 juta (uang kas keluar). Dalam referensi ini, maka besarnya net income yaitu Rp. 90 juta, dan Rp. 90 juta ini identik dengan jumlah higienis uang kas yang masuk (dihasilkan), yaitu sehabis pendapatan dikurangi dengan beban.

Sedangkan apabila dasar pencatatan akuntansi yang digunakan yaitu accrual basis, maka baik untuk pendapatan maupun beban akan dilaporkan dalam laporan keuntungan rugi dalam periode dimana pendapatan dan beban tersebut terjadi, tanpa memperhatikan arus uang kas masuk ataupun arus uang kas keluar. Sebagai referensi yaitu (dalam perusahaan jasa) bahwa pendapatan akan segera pribadi diakui begitu perusahaan telah memperlihatkan jasanya (performed) kepada pelanggan (secara substansial ekonomi, proses pembentukan pendapatan telah selesai). Baik apakah sudah mendapatkan pembayaran maupun belum, perusahaan yang telah memperlihatkan jasanya tersebut akan pribadi mengakuinya sebagai pendapatan dalam laporan keuntungan rugi dalam periode dimana jasa tersebut telah diberikan kepada pelanggan. Demikian juga (dalam perusahaan dagang) apabila perusahaan menjual barang dagangan kepada pelanggan, maka penjual akan pribadi mengakuinya sebagai pendapatan (sales revenue), tidak perduli apakah penjualan tersebut dilakukan secara tunai atau kredit. Perlakuan yang sama juga berlalu untuk akreditasi beban. Beban akan segera pribadi diakui dalam periode dimana beban tersebut memang benar-benar sudah terjadi, meskipun belum dibayarkan (belum ada arus uang kas yang keluar). Sebagai referensi yaitu bahwa beban honor yang terhutang yang belum dibayarkan pada ketika perusahaan tutup buku (misalnya 31 Desember 2008) haruslah tetap diakui (di- accrue) sebagai beban tahun 2008, alasannya yaitu bahwa perusahaan telah memakai jasa para karyawannya di tahun 2008, meskipun jasa karyawan yang telah dipakainya tersebut belum dibayarkan sampai tahun 2009. Jadi, alasannya yaitu perusahaan telah memakai jasa karyawannya di tahun 2008 maka pemakaian jasa karyawan di tahun 2008 ini haruslah menjadi beban untuk tahun 2008 juga.

Dengan accrual basis, beban-beban yang terkait dengan pen ciptaan pendapatan haruslah dilaporkan dalam periode yang sama dimana pendapatan tersebut juga diakui. Konsep akuntansi yang mendukung pelaporan pendapatan dan beban yang terkait dalam periode yang sama dinamakan sebagai konsep penandingan (matching concept). Sebagai referensi :
sebuah perusahaan yang bergerak dalam bidang biro air minum mineral (dalam kemasan botol) berhasil memperoleh omset penjualan untuk periode yang berakhir tanggal 31 Desember 2008 sebesar Rp. 372 juta. Berdasarkan matching concept, perlu ditegaskan di sini bahwa omset penjualan sebesar Rp. 372 juta tersebut diperoleh bukanlah dengan "modal dengkul", dalam arti Rp. 372 juta ini tercipta (diperoleh) tentu saja juga dengan mengeluarkan pengorbanan-pengorbanan sebesar jumlah tertentu. Pengorbanan-pengorbanan ini sanggup berupa harga pokok penjualan (harga beli dari pabrik pribadi atau distributor utama), beban honor karyawan toko dan gudang, beban sewa gudang, beban utilitas (air & listrik), beban penyusutan kendaraan (kendaraan untuk kirim barang ke konsumen), dan lain sebagainya. Beban-beban yang terjadi ini turut "menciptakan" terbentuknya omset penjualan di sepanjang tahun 2008, sehingga pengorbanan berupa beban-beban ini haruslah ditandingkan dengan omset penjualan dalam periode yang sama dimana omset penjualan tersebut diperoleh (diakui).

Dasar pencatatan cash basis pada umumnya masih diterapkan pada perusahaan-perusahaan yang tergolong kecil, dimana kepemilikan modalnya hanya dimiliki oleh satu atau beberapa orang saja. Sedangkan untuk perusahaan-perusahaan yang tergolong menengah ke atas, khususnya untuk perusahaan-perusahaan yang modalnya dimiliki oleh banyak investor (pemegang saham), diharuskan oleh prinsip-prinsip akuntansi yang berlaku umum untuk menerapkan accrual basis sebagai dasar pencatatan akuntansinya. Ini sanggup dimengerti bahwa penerapan dasar akrual diperlukan sanggup memperlihatkan transparansi dan akuntabilitas laporan keuangan kepada para investor selaku pemilik dana/modal. Dengan dasar pencatatan akrual ini juga memungkinkan bagi para pemakai laporan keuangan untuk memperoleh citra mengenai kinerja dan kondisi keuangan perusahaan secara lebih memadai dibanding dasar pencatatan dengan memakai cash basis.