Tim Prabowo-Sandi Sebut Ekonomi Joko Widodo Gagal, Ini Balasan Luhut


Ekonom senior Dradjad Wibowo menyampaikan ada tiga kegagalan ekonomi di masa pemerintahan Presiden Joko Widodo (Jokowi). Menurut anggota Badan Pemenangan Nasional (BPN) pasangan capres dan cawapres Prabowo Subianto dan Sandiaga Uno ini menyebut tiga kegagalan itu terjadi di pertumbuhan ekonomi, stabilitas, dan iklim bisnis.

Menteri Koordinator Kemaritiman Luhut Binsar Pandjaitan buka bunyi menyikapi kritik tersebut. Luhut menegaskan dalam banyak sekali pertemuan tingkat internasional pengelolaan ekonomi Indonesia dianggap sangat hati-hati. Pengelolaan itu menerima kebanggaan dari internasional.

"Dia bilang Bu Ani (Menteri Keuangan Sri Mulyani) mengelola state budget sangat baik, itu mereka yang ngomong. Staf-staf aku yang andal keilmuan juga begitu. Mesti gimana?" kata Luhut di kantornya, Senin (19/11/2018).

Luhut menjelaskan, memang pemerintah ingin pertumbuhan ekonomi mencapai 7%, namun, gejolak ekonomi global tidak sanggup dihindari.

"Kalau pertumbuhan ekonomi aku sempat ngomong beberapa teman, kita memang sasaran pengin 6-7% tapi global persoalan nggak sanggup kita bayangkan," terang Luhut.

Meski demikian, Luhut menuturkan pertumbuhan ekonomi Indonesia ketika ini sudah sangat cantik di tengah tantangan global. Pertumbuhan ekonomi ini menerima ratifikasi dari internasional.

"Itu pun kita sanggup tumbuh 5,17% atau 5,2% sudah sangat bagus. Semua yang aku temui kemarin di APEC, di ASEAN meeting Singapura maupun APEC semua memberi apresiasi sama kita. Indonesia dianggap sangat prudent," terangnya.

Sebelumnya, Dradjad menjelaskan tiga kegagalan tersebut dimulai dari pertumbuhan ekonomi. Pertama, pertumbuhan ekonomi yang dipatok dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) sebesar 7% dalam lima tahun kepemimpinan. Dalam beberapa tahun terakhir, realisasi pertumbuhan ekonomi nasional terbukti hanya tumbuh 5% atau jauh dari proyeksi yang dipatok pada awal pemerintahan.

Kedua, gagal menjaga stabilitas. Dradjad bilang, kegagalan itu sanggup dilihat dari pergerakan nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) yang terus melemah.

"Ketiga, dia gagal menciptakan iklim bisnis yang kondusif, daya beli stagnan, ritel juga anjlok," kata Dradjad ketika berbincang dengan CNBC Indonesia, menyerupai dikutip detikFinance, Senin (19/11/2018). [detik.com]

Artikel Terkait