Anas...

Ketika Anas menolak untuk tiba dipanggil KPK, aku sedang di singapore meeting dengan hubungan bisnis saya. Setelah meeting ,teman aku mengundang aku makan siang. Dia bekerja Perusahaan consultant Strategic di Singapore. Dia  mengatakan kepada aku bahwa sudah ada mapping  yang menyeluruh ihwal usaha islam di Indonesia. Dari mana isu itu? Tanya saya. Itu didapatnya dari the National Endowment for Democracy (NED). Apa itu NED? NED merupakan sebuah forum yang diinisiasi oleh pemerintah AS untuk memperkuat kelembagaan demokrasi di seluruh dunia melalui lembaga-lembaga swasta, dan LSM. Organisasi ini diberi mandat untuk mempercepat pembangunan infrastruktur demokrasi di seluruh dunia. Sebagaimana tertuang dalam dokumen publik NED pada 1998 dengan judul Strengthening Democracy Abroad: The Role of the National Endowment for Democracy. Idiologi Islam sama dengan idiologi komunis  yang tidak mendapatkan sistem demokrasi liberal. NED mengingatkan kepada seluruh kaki tangannya diseluru dunia bawa  Islam dan komunis merupakan musuh laten yang harus mereka singkirkan secara sistematis. Menurutnya Anas masuk dalam mapping usaha islam. Mengapa ? sebab beliau tokoh muda yang dibesarkan dari lingkungan agama yang taat sedari  usia dini. Dia fasih berbahasa Arab. Dia aktifis Islam yang beskala nasional dan disegani. Walau Anas masuk ke Partai Demokrat , bukan ke Partai berbendara Islam namun beliau tetap dicurigai dan diawasi ketat oleh NED. Ketika beliau terpilih sebagai Ketua Umum Partai Demokrat dengan pinjaman seluruh DPD dan DPC yang sebagian besar yaitu aftifis HMI maka ketika itu juga NED melalui kekuatannya memaksa agent nya untuk meng eliminate ANAS apapun ongkosnya.

Mengapa Anas harus di eliminate? Ia dibesarkan dalam lingkungan keluarga yang taat beragama.Sedari SD hingga Sekolah Menengah Pertama beliau sekolah di Madrasah.  Bakat kepemimpinannya nampak semenjak SMP. Saat sekolah di Madrasah Tsanawiyah Negeri Kunir, Blitar beliau tercatat sebagai Sekretaris OSIS. Lalu menjadi Pengurus OSIS Sekolah Menengan Atas Negeri Srengat, Blitar. Dari OSIS, Anas melangkah lebih jauh, memimpin organisasi kemahasiswaan berskala nasional, HMI. Posisinya di HMI bukan didapat dengan mudah. Semua tahu bahwa HMI yaitu organisasi mahasiswa yang banyak melahirkan tokoh politik nasional. Sistem pendidikan politik dan kaderisasi yang berkompetisi dalam nafas usaha Islam interlektual, telah menempatkan HMI diperhitungkan sebagai pencipta elite nasional yang bergengsi. Kader HMI ada disemua Partai Politik, dan selalu bersinar dimanapun mereka berada. Dia yaitu tokoh muda yang tampil bersinar ketika diawal reformasi. Dengan posisinya sebagai Ketua Umum Himpunan Mahasiswa Islam ( HMI) periode 1997-1998, beliau aktif memperlihatkan dorongan kepada mahasiwa untuk tampil digaris depan menjatuhkan rezim Orba. Soal kepribadian ,dia duplikat Nurcholish Madjid, santun penuh tolerant dan selalu bersikaf hening dalam situasi kondisi apapun. Soal gaya politik, beliau duplikat Akbar Tanjung. Diplomatis dan rendah hati serta olah kata yang sempurna. Kongres Bahasa Indonesia ke-9 yang digelar dalam rangka memperingati Sumpah Pemuda pada 28 Oktober 2008, ia terpilih sebagai satu satunya tokoh politik yang yang memakai bahasa Indonesia dengan baik.

Intelektualitasnya  tak perlu diragukan. Beberapa buku berhasil ditulisnya Menuju Masyarakat Madani : Pilar dan Agenda Pembaruan(1997), Ranjau-Ranjau Reformasi: Potret Konflik Politik Pasca Jatuhnya Soeharto (1999), Jangan Mati Reformasi (1999).Melamar Demokrasi ( 2004), Islamo-demokrasi: Pemikiran Nurcholish Madjid (2004), Pemilu Orang Biasa (2004) serta Menjemput Pemilu 2009. Kemarin ketika Anas keluar dari gedung KPK dengan seragam Jaket  Orange , sobat aku seorang aktifis sempat berkata kepada aku bahwa dulu Anas berada digaris depan menjatuhkan Soeharto tapi sekarang beliau dijatuhkan oleh penguasa yang dulu yaitu perwira militer yang dididik dibawah dokrin Soeharto. Kesalahan terbesar Anas dalam berjuang yaitu tidak memanfaatkan moment chaos politik 98 untuk tampilnya gerakan islam sebagai pemimpin perubahan. Berbeda dengan Mahmud Ahmadinejad yang ketika terjadi chaos politik menjatuhkan  Syah Reza Pahlavi, dia sebagai Ketua Gerakan Mahasiswa Iran tampil militan melahirkan revolusi dibawah bendera Islam dan menggusur semua mereka yang bekerjasama dengan rezim penguasa syah Reza Pahlavi yang boneka AS. Ahmadinejad tidak percaya dengan tokoh ulama yang hidup nyaman dibawah rezim penguasa Syah. Dia percaya dengan Khomeini yang berada dipengasingan. Tapi Anas lebih percaya kepada tokoh islam yang dulu juga hidup bahagia dibawah rezim Soeharto. Mereka yaitu seniornya yang menjadikannya sebagai follower politik konpromi yang berjulukan reformasi. Inilah awal dan final yang gagal. Benarlah, bukan hanya Anas, tapi semua tokoh Islam yang dulu tampil anyar diawal reformasi satu demi satu karam dan dilupakan massa. Mereka memang pantas kalah sebab sebuah kompromi mendapatkan idiologi pragamatisme dengan demokrasi liberal sebagai sebuah sistem untuk jalan tegakknya nilai nilai Islam. Mereka lupa bahwa jalan yang salah akan hingga kepada daerah yang salah. Jalan yang benar akan hingga pada tujuan yang sebenarnya.

Anas akan bernasip sama dengan LHI. Walau keduanya berbeda wadah namun keduanya punya chemistry islam dan semangat untuk tegaknya nilai nilai islam. Mereka menjadi pesakitan sebab proses peradilan dari forum yang lahir dari sistem demokrasi, yang mereka percaya. Berbeda dengan Abu Bakar Baashir yang menentukan kalah tanpa pernah berkompromi. Dia dipenjara namun beliau tetaplah penakluk, setidaknya penakluk dirinya sendiri untuk tidak mendapatkan kompromi jikalau sudah menyangkut aqidah. Bagaimanapun Anas,LHI, ABB yaitu korban dari sistem sekular yang punya platform ideology bahwa islam adalah enemy.Jangan kita larut terjebak opini media massa sehingga membenci mereka. Tugas kita mendoakan semoga mereka tabah dan berharap sesudah itu mereka menjadi petarung yang kokoh membawa bendera Islam. Ini pelajaran mahal bagi aktifis islam. Ingat kaum sekular tidak pernah percaya dengan anda dan tidak pernah setia kepada anda , dan tidak pernah akan memperlihatkan kesempatan anda tampil dengan visi agama anda walau anda terpilih secara demokratis. Tapi selagi anda tetap dengan visi dan misi sekular,mereka juga tidak peduli jikalau kemana pergi anda pakai jubah dan berjidat hitam serta berjanggut panjang. Sekali anda berkompromi,pada ketika itulah anda menjadi pecundang.

Sumber https://culas.blogspot.com/

Artikel Terkait