Dia muda, ganteng dan gagah berkumis. Senyumnya mengesankan bahwa beliau cerdas dan piawai menciptakan lawan bicaranya takluk. Berawal sebagai pengamat politik paska kejatuhan Soeharto. Tampil dibanyak media massa ba’ selebritis. Menjadi pembicara dibanyak seminar. Setiap katanya didengar dan dicatat oleh wartawan. Diapun duduk dalam team perancang UU politik diera Habibie dan ikut melahirkan banyak sekali UU Pemilu dan Otonomi Daerah. Karena itu mengantarkannya sebagai Anggota Komisi Pemilihan Umum sebagai wakil pemerintah tahun 1999. Diapun mengundurkan diri sebagai Anggota KPU dan menempati pos sebagai staf jago Mentri Otonomi Daerah. Hanya 10 bulan sehabis menjabat staf jago Menteri , beliau berhenti dan kembali ke komunitasnya di LSM dan bersama Ryaas Rasyid mendirikan Partai Persatuan Demokrasi Kebangsaan namun kandas ditengah jalan. Tahun 2004 beliau dipilih oleh SBY untuk duduk sebagai Juru Bicara. Diapun berada di ring satu kekuasaan di Republik ini dan akhirnya bergabung dalam Partai Demokrat. Tahun 2008 beliau duduk di Dewan Pimpinan Pusat Partai Demokrat namun ambisinya tahun 2010 untuk menjadi Ketua Umum Partai Demokrat kandas oleh kemenangan Anas Urbaningrum. Namun beliau menerima posisi sebagai Menteri Pemuda dan Olahraga untuk masa jabatan 2009-2014 dalam kabinat Indonesia bersatu.
Siapakah dia? Dia yakni Andi Alifian Mallarangeng. Majalah Asian Week tahun 1999 pernah menobatkannya sebagai Future leader of Asia. Peraih Phd di bidang ilmu politik dari Northern Illinois University (NIU) Dekalb, Illinois, USA (1997) itu akhirnya harus mendapatkan kenyataan bahwa ramalan Asian Week meleset. Nasip berkata lain. 7 Desember 2012 beliau harus mundur dari semua jabatan bergengsi sebagai Menteri dan elite Partai Demokrat alasannya tersangkut perkara korupsi project Hambalang. Apakah semudah itu Andi terjatuh? Tanya saya kepada teman yang lawyer. Karena saya tidak yakin bahwa Andi yakni pribadi yang punya mental korup. Dia termasuk tokoh muda yang ikut aktif menjatuhkan rezim Soeharto yang KKN. Menurut teman saya , secara aturan memang tidak ada jejak materi yang bisa menjerat Andi sebagai pelaku kejahatan korupsi. Mengapa ? alasannya proses tender dan alokasi dana untuk project tersebut sepenuhnya diakukan Kepala Biro Keuangan dan Rumah Tangga Kemenpora Deddy Kusdinar yang salah memakai posisinya sebagai pejabat pembuat kesepakatan (PPK) proyek.
Memang benar hasil Audit BPK mengarah keterlibat Andi secara system dan aturan. Menurut BPK, Andi diduga tidak melaksanakan pengendalian dan pengawasan dengan membiarkan Sekretaris Menpora saat itu, Wafid Muharram, melaksanakan wewenang Menpora. Wafid menandatangani surat permohonan persetujuan kontrak tahun jamak tanpa memperoleh pendelegasian dari Andi. Tindakan Wafid itu diduga melanggar PMK 65/PMK. 02/2012. Kesalahan Andi Artikel Babo, berdasarkan BPK, membiarkan Wafid menetapkan pemenang lelang konstruksi dengan nilai kontrak di atas Rp 50 miliar tanpa ada pendelegasian dari Andi. Tindakan Wafid dinilai melanggar Keppres nomor 80 tahun 2003. Atas tindakan membiarkan itu, Andi kembali dianggap melanggar PP Nomor 60 tahun 2008. Selain itu, BPK menemukan indikasi jikalau surat pelepasan hak atas tanah Hambalang dipalsukan. Surat pelepasan hak atas tanah atas nama Probosutejo, adik mantan Presiden Soeharto, itu dipalsukan oleh pihak-pihak terkait di Badan Pertanahan Nasional (BPN). Dan yang lebih apes lagik yakni project itu rubuh alasannya kesalahan kontruksi. Maka lengkaplah musibah itu tiba yang menjadikan project triliunan rupiah hancur begitu saja.
Mengapa Andi terkesan membiarkan kesalahan itu terjadi. Bukankah beliau harus mengawasi biar anak buanya tidak melaksanakan penyimpangan. Menurut teman saya bahwa itu alasannya memang sudah sifat Andi yang sangat percaya dengan system birokrasi pemerintahan. Harus dicatat bahwa Andi itu pegiat pengembangan ilham tantang Kemitraan bagi Pembaruan Tata Pemerintahan. Kaprikornus mungkin beliau berusaha membangun system pendelegasian yang efektif di organisasi pemerintahan. Namun satu hal yang beliau lupa bahwa system manajemen tidak selalu menjamin terjadinya pengawasan terkendali tanpa diiringi kemampuan Pimpinan melaksanakan pengawasan langsung. Ambil pola Jokowi yang tidak percaya begitu saja dengan laporan dari staff nya. Peninjauan eksklusif kelapangan mengambarkan betapa birokrasi PEMDA selama ini telah menipu uang rakyat tak terbilang. Secara system manajemen apa yang dilakukan oleh Gubernur sebelumnya tidak ada yang melanggar hokum korupsi namun secara fakta Anggaran Daerah habis terbuang begitu saja sementara jadwal kasatmata tak bisa dirasakan oleh rakyat.
Apa yang menimpa Andi kini yakni pelajaran bagi pemimpin dipemerintahan, entah itu President, Menteri, Gubernur, Bupati, Walikota. Jangan pernah percaya seratus persen laporan dari Staff dan jangan gampang terpedaya paparan indah dari staff. Harus disadari bahwa pejabat yang menjalankan mesin birokrasi di negeri ini punya sifat bawaan yaitu 1. Malas dan berlaku menyerupai mandor. 2. Tidak disiplin 3. Boros .4. Tidak amanah. Keempat sifat bawaan ini kadang bersatu dengan elite politik yang juga ingin ambil fulus dari project dan jadinya banyak jadwal pembangunan jadi materi bancakan antara Elite pololitik ( DPR/DPRD) dan Birokrat. Hambalang yakni pola yang monumental (bangunan roboh dan tanahnya sengketa) betapa korupsi itu dilakukan secara terorganisir dan sistematis. Berhati hatilah jikalau terpilih sebagai pemimpin. Siaplah kerja 24 jam mengawasi para pencoleng berdasi disekitar anda yang selalu bermanis muka namun tak lebih srigala berbulu domba. Kalau tdak siap, maka siap atau tidak siap harus siap di KPK kan...
Sumber https://culas.blogspot.com/