Minggu kemudian saya bertemu dngan teman berkebangsaan Thailan yang punya pabrik sepatu di China. Karena di China , tidak lagi feasible untuk industry yang membutuhkan buruh banyak sebab factor ongkos buruh yang semakin mahal dan kurs RMB yang terus menguat. Dia berniat memindahkan pabriknya ke Indonesia. Sebetulnya ia sudah lebih dulu merencanakan memindahkan pabriknya ke Vietnam tapi diurungkannya. Apa pasal ? Menurutnya stabilitas moneter di Vietnam sangat rentan sekali. Lantas mengapa tidak di Thailand saja ? Menurutnya tidak gampang mendapatkan buruh di Thailand sebab hampir sebagian besar angkatan muda di Thailand mendapatkan lapangan kerja yang anggun disamping perjuangan mikro berbasis pertanian juga berkembang bagus.
Sejak krisis global 2008 , dan tahun 2009 arus relokasi industry dari China mulai terjadi di Indonesia. Sebetulnya itu bukanlah murni milik pengusaha China tapi sebagian besar memang investor gila yang berasal dari Jepang, Taiwan, dan Singapore , Malaysia dan lain lain yang menentukan untuk hengkang dari china dan menyebabkan Indonesia sebagai sasaran relokasi industry. Disamping itu , relokasi industry dari Jepang juga cukup besar, khususnya otomative. Teman saya yang sudah sukses merelokasi industrinya ke Indonesia sempat berkomentar bahwa ketika kini birokrasi Indonesia jauh lebih baik ketimbang sebelum reformasi. Proses perizinan sangat cepat dan juga pengadaan lahan industry juga tidak sulit. Pejabat dari tingkat Pusat maupun Pemerintah Daerah bermanis muka untuk memenuhi melayani kebutuhan investor. Disamping itu, perbankan dalam negeri juga antusias menawarkan santunan trade financing bagi keperluan pembiayaan eksport perusahaan gila itu.
Saya memantau dengan baik fenomena ini , apakah ini peluang ataukah bahaya bagi Indonesia dalam jangka panjang. Sejak reformasi Indonesia melaksanakan kebijakan makro ekonomi dengan sangat hati hati. Dibalik kebijakan itu kita bergerak lambat dengan mengorbankan banyak tanggung jawab sosial kepada rakyat banyak. Ketika krisis global, kita tetap stabil dan tumbuh. Sementara negara yang sebelumnya lari kencang menyerupai Singapore, China, Malaysia, jepang dan Artikel Babo kini mulai oleng. Kini negara negara tersebut mulai milirik Indonesia sebagai wahana investasi yang menguntungkan sebab alasan makro ekonomi Indonesia yang stabil dibawah kekuatan pasar domestik serta santunan SDM dan SDA yang luar biasa besar. Apalagi dengan adanya janji penyatuan ekonomi Negara Asean , ini akan semakin membuka peluang lebih besar bagi Indonesia untuk mendapatkan relokasi Industry, bukan hanya dari China, Jepang tapi juga dari Asean. Lantas benarkah ini secara ideal sudah sesuai dengan design membangun untuk rakyat banyak yang sebagian besar masih udik ?
Dalam blueprint Masyarakat Ekonomi ASEAN itu terdapat empat pilar pendekatan startegis. Yakni menuju pasar tunggal dan basis produksi, menuju wilayah ekonomi yang berdaya saing tinggi, menuju tempat dengan pembangunan ekonomi yang seimbang, dan menuju integrasi penuh dengan ekonomi global. Yang menjadi perhatian utama dari berlakuna Zona Ekonomi Asean yaitu Singapore dan Malaysia. Untuk anggota Asean Artikel Babo menyerupai Myanmar, Kamboja, Vietnam, Brunei tidak begitu significant pengaruhnya terhadap Indonesia. Keliatannya memang yang diincar potensi Indonesia yaitu SDA dan pasar domestik yang rakus dan kemelimpahan kuli untuk menggerakan industri yang membutuhkan buruh banyak. Dan kemungkinan besar yang memanfaatkan peluang relokasi industri dari China, Jepang itu yaitu pengusaha dari Singapore , Malasyia, Thailand yang menyebabkan Indonesia sebagai sasaran relokasi industri yang mengandalkan upah murah. Ingat saham Astra sudah dibeli oleh Malaysia.
lihatlah faktanya , sebelum berlakunya Zona Asean , Malaysia menguasai lebih 50 % lahan sawit di Indonesia. Tak terdengar cerita sukses PTPN atau Prusahaan Perkebunan Besar menguasai lahan sawit Malaysia. Lewat Giant ,Malaysia sudah melilit perjuangan retail Indonesia dengan geray dimana mana. Tak terdengar Hero merajai pasar Retail di Malaysia. Tak terdengar Pertamina menguasai SPBU di Malaysia menyerupai layaknya Petronas di Indonesia. Tak terdengar Industri pakan ternak Indonesia menyerupai industri pakan Ternak Thailand Charoen Pokhphand yang merajai pasar Indonesia. Atau petani buah diBogor atau Malang yang mengusai pasar Thailand menyerupai petani Thailand yang menguasai pasar buah Indonesia. Tak terdengar BNI membeli saham Bank di Singapore menyerupai UOB singapore membeli saham Bank Buana atau Tak terdengar Bank BRI membeli saham Bank di Malaysia menyerupai MayBank membeli saham BII. Tak terdengar Telkom membeli saham perusahaan telekomunikasi singapore menyerupai Singapore membeli saham Indosat. Dalam segala hal kita kalah dan kalah.
Seorang teman yang merindukan gaya Orba , pernah berkata kepada saya bahwa apabila zona Ekonomi Asean diberlakukan seharusnya tetap ada kebijakan keberpihakan mengutamakan pengusaha lokal. Setidaknya menggandakan China dimana investor gila boleh masuk kepasar dalam negeri asalkan bermitra dengan pengusaha lokal. Namun jikalau ini mustahil maka harus ada jadwal by design revitalisasi indusri dan agro serta forum keuangan khususnya BUMN. Karena penyatuan zona ekonomi Asean akan menawarkan peluang yang sama kepada seluruh pengusaha Asean. Tidak ada lagi keisitimewaan kepada pengusaha local. Ini kesepakatannya. Peran BUMN dan Perbankan nasional sangat pital sebagai pilar kekuatan bagi pengusaha lokal dan UKM, Koperasi dalam menghadapi persaingan dengan pengusaha yang berasal dari Asean, juga china dan jepang.
Dari sisi arus investasi , secara makro ekonomi, terang Indonesia akan mendapatkan laba dengan adanya penyatuan ekonomi zona Asean ini. Walau ada sederet hambatan serius menghadang yang diantaranya yaitu mengenail budaya , daya saing, infrastruktur ekonomi, kepastian hukum. Apakah pemerintah sudah memikirkan problem ini? Wektu yang tersedia tinggal tiga tahun lagi. Kita tak ingin terjadi jikalau pada kesannya seluruh SDA sudah dikuasai oleh tetangga kita dan menyebabkan kita sebagai konsumen belaka dan second class ( buruh ) dirumah sendiri. Kta lihat nanti 2015 semenjak diberlakukannya Zona Ekonomi Asean.