Demo 4 November.


Kemarin seusai sholat Jumat di bersahabat rumah, saya berangkat ke kantor untuk rapat sebab eksekutif saya mengkawatirkan keadaan tidak aman untuk rapat di luar. Seusai rapat jam 3 saya lihat di TV demo berlangsung tertip. Saya membanggakan keadaan itu kepada kawan saya bahwa keadaan tidak akan chaos. Karena demo di pimpin oleh ulama. Umat islam sangat patuh kepada Ulama. Mereka mendengar nasehat ulama bahwa ketertiban itu di ajarkan bukan hanya dalam bentuk retorika tapi juga di praktekan dalam sholat berjamaah. Karena itulah, saya putuskan untuk ke Grand Hyatt bertemu dengan korelasi dari luar negeri.  Sampai di plaza Indonesia hanya 30 menit sebab jalanan sepi. Di Plaza Indonesia tempat parkir juga lengang. Mungkin hanya 10% tempat parkir terisi kendaraan.  Sampai di Plaza Indonesia saya sholat ashar dan setelahnya, eksklusif berjalan kaki ke daerah Bundaran BI.

Di lokasi demo , keliatan tenang tanpa riak berarti. Bahkan saya perhatikan perilaku pendemo terkesan lugu, terutama dari daerah. Saya membayangkan bagaimana mungkin orang lugu ini mau melaksanakan perusakan. Walau orasi terkesan agitasi dan memaksakan kehendak, “ Ahok  harus jadi tersangka” dan banyak terdengar sekali kali bunyi teriakan menghujat Ahok dan Jokowi saat Fahri Hamzah, Fadli Zon, Ahmad Dhani, dan Rhoma Irama melaksanakan orasi.Tak berapa usang nampak dari kejauhan massa  memperabukan ban di depan Markas ABRI.  Secara keseluruhan agresi demo tenang dan terbukti pegawanegeri keamanan tidak nampak tegang,  bahkan ada yang tersenyum. Hanya sejam lebih saya di lokasi dan sebelum masuk sholat maghrib saya keluar dari lokasi demo. Sayapun berjalan kaki ke Plaza Indonesia untuk sholat maghrib.  Seusai sholat maghrib saya menemui korelasi saya.

Jam 10 malam saya sanggup inbox dari teman bahwa terjadi kerusuhan. Saya sempat tertegun. Semoga para ulama yang ikut demo tidak terjadi apa apa dengan mereka. Karena dampaknya sangat jelek jikalau hingga ulama terluka atau jadi korban dari kerusuhan ini. Saya berdoa, semoga semua baik baik saja.

Seorang teman saat saya tanya sikapnya terhadap kerusuhan demo itu menjawab dengan clear “  Sikap saya , saat Ketua MUI dan NU , Muhammadiah sudah bertemu dengan Jokowi maka bagi saya itu sudah selesai.”

“  Mengapa ? “

“ Eksistensi Ulama yang di wakili oleh MUI di akui oleh negara. Ekistensi NU dan Muhammdiah sangat di perhitungkan oleh negara sebab kedua organisasi ini mewakili dominan umat islam dan ikut melahirkan republik ini. Secara kelembagaan ketiga organisasi itu setuju akan mengikuti proses aturan yang sedang berlangsung terhadap Ahok. “

“ Tapi demontrasi tidak di larang kan?

“ Ya. Tidak di larang. Itu hak konstitutional bagi setiap warga negara. Aksi demotrasi di hormati oleh ketiga forum itu, termasuk juga pemerintah. Namun agresi itu harus di lakukan sesuai dengan aturan yang ada, wacana batas waktu demo dan keharusan dihentikan ada anarkis. Kalau hingga tindakan pegawanegeri keamanan terkesan represif sebab ada tindakan provokatif dari pendemo untuk menyebabkan chaos, itu juga bukan berarti pemerintah anti usaha umat islam tapi hanya menegakkan aturan demo semoga tenang dan tertip tanpa menimbul pengaruh jelek lebih luas. “

“ Seharusnya Jokowi menemui para pendemo itu. Sehingga kerusuhan tidak perlu terjadi, bahkan sanggup saja sebelum jam enam udah bubar pendemo itu.” kata saya.

“ Anda harus tahu bahwa tuntutan pendemo ialah nyatakan Ahok sebagai tersangka dan pastikan proses hukum, Ahok di penjara. Kalau presiden temui dan di paksa menyetujui kehendak Pendemo maka Jokowi akan di impeachment oleh dewan perwakilan rakyat sebab melanggar UU, dimana ia mengintervensi aturan yang sedang berlangsung dan belum di putuskan pengadilan. Kalau Jokowi menolak, maka pendemo punya alasan memancing emosi umat islam bahwa Jokowi tidak berpihak kepada umat islam dan ikut mendukung penistaan agama..jadi ada skenario besar untuk menempatkan Jokowi dalam posisi makanbuah simalakama. Apapun pilihan ialah salah. Semoga maklum sebab Jokowi bukanlah pribadi tapi ia ialah forum presiden yang harus taat dengan sistem dan UUD/UU.”

“ Semua tahu bahwa Ahok telah melaksanakan penistaan agama.” 

“ Tidak semua. Sebagian ya menilai ibarat itu.Tapi negara kita ialah negara hukum. Ada pasal dan jurisprudensi soal penistaan agama itu. Kaprikornus biarkan sajalah proses aturan berlangsung. Kita akan awasi proses itu dan pemerintah menjamin akan transparance. Kalau sanggup kita minta kepada pemerintah untuk adakan siaran eksklusif lewat TV, ibarat pengadilan Jessica dan kasus Sanusi. Nah kita akan liat dan menjadi saksi proses peradilan terhadap Ahok. Tentu Ahok akan di dampingi pengacara. Saksi andal yang tak memihak dan kompeten soal Al Alquran dan Hadih akan di hadirkan di sidang untuk menilai apakah Ahok melaksanakan penistaan agama atau tidak. Kalau benar ia salah, maka ia akan di aturan dan bila tidak salah,maka ia akan bebas. Kaprikornus tunggu saja proses itu. Karena hanya dengan cara itu kita terhindar dari fitnah berjamaah. Karena kita tidak sepenuhnya tahu hal yang sesungguhnya kecuali mendengar sepotong potong dari pihak lain yang tidak terlibat eksklusif dalan kasus Ahok.”

“ Tapi bagi sebagian orang tidak percaya dengan sistem aturan yang ada akan berpihak kepada mereka” Kata saya.

“ Kalau kita cinta NKRI maka kita harus percaya dengan sistem yang  ada, khususnya sistem peradilan. Tapi jikalau tidak percaya dengan sistem aturan kita ya silahkan pindah ke negara lain yang sistemnya lebih sanggup di percaya. Ini masa globalisasi. Semua orang berhak hijrah kemana ia suka. Tidak ada pemaksaan pada setiap orang. Itu di lindungi oleh HAM. Gampangkan. Tapi terus membangkang ya itu kriminal , makar namanya.” 

" Apakah ada kemungkinan di tunggangi oleh politik demo ini?

" Bisa saja. Karena design nya ibarat skenario 1998 saat menjatuhkan Soeharto. Apabila istana tidak sanggup mendapatkan tuntutan pendemo maka istana akan di kuasai. Namun apabila tidak sanggup maka selanjutnya gedung dewan perwakilan rakyat di duduki , hingga Jokowi di lengserkan. " 

Saya terdiam. Dan lagi , kata teman bahwa agresi demo besar besaran dan di lakukan di Jakata itu sangat beresiko di tunggangi oleh pihak lain yang ingin mengambil laba dari situasi itu, dan membuat chaos. Seharusnya ini dari awal di sadari oleh pelopor demo. Taruhannya ialah gambaran islam. Artinya modaratnya lebih banyak daripada manfaatnya, apalagi tokoh umat islam sudah bertemu dengan Jokowi, jadi seyogianya tidak perlu ada demo... Dan terbukti benarlah terjadi, rusuh. Siapa yang di rugikan? ya gambaran islam semakin lekat dalam pikiran orang bahwa islam itu tidak cinta damai. Islam itu identik dengan gerakan kekerasan. 

Ini pelajaran mahal bagi gerakan Islam semoga lebih mendengar pimpinan dan Ulama yang sudah di kenal reputasinya sepeti NU, Muhammadiah. Karena kedua ormas ini ikut mendirikan dan arsitek  dari NKRI. Jangan gampang percaya dengan ormas lain yang mengajak gerakan nasional, yang tanpa di sadari kemungkinan sanggup saja kita di tunggangi oleh kepentingan politik praktis, kita hanya di perlukan sebagai pijakan naik tangga, dan sehabis itu kita akan di buang begitu saja. 

Sumber https://bukuerizelibandaro.blogspot.com/

Artikel Terkait