Perekonomian Indonesia berdasarkan Prabowo Subianto ketika ini dijajah oleh asing. Menurutnya aset dan kekayaan negara dikuasai bangsa dari negara lain. Menurut saya itu bukan dongeng baru. Tetapi dongeng lama. Ini sudah mulai tahun 60-an terakumulasi. 70% lahan di seluruh Indonesia dikuasai oleh Penambang. Bagaimana sisanya ? 30% nya lagi dikuasai Perkebunan sawit, Hutan Tanaman Industri (HTI), Hak Penguasaan Hutan (HPH). Apakah itu semua dikuasai oleh swasta Nasional ? sebagian besar ialah abnormal atau yang bekerjasama dengan abnormal secara pribadi maupun tidak langsung.
Mana ada perusahaan tambang yang tidak ada hubungan dengan asing. Lihat aja Bumi Resource punya Bakrie dan Gang Sandi, Freeport dan Artikel Babo. Begitu juga dengan perjuangan perkebunan dan HTI yang terhubung dengan investor Singapore dan Eropa. Begitulah SDA kita di kuras selama berpuluh puluh tahun. Yan lebih jelek lagi ialah tata kelola SDA kita sangat buruk. Pengelolaan sumberdaya alam tidak banyak menawarkan manfaat berarti terhadap pembangunan, justru sebaliknya lebih banyak menyebabkan kerugian secara ekonomi dan ekologi.
Lahan.
Gini rasio pertanahan ketika ini ( 2017) sudah 0,58. Artinya, hanya sekitar 1 persen penduduk yang menguasai 58 persen sumber daya agraria, tanah, dan ruang. Mengacu data Badan Pertanahan Nasional, 56 persen aset berupa properti, tanah, dan perkebunan dikuasai hanya 0,2 persen penduduk Indonesia. Data dari Publikasi Perkumpulan Transformasi Untuk Keadilan (TUK) Indonesia menyebutkan, 25 grup perjuangan besar menguasai 51 persen atau 5,1 juta hektar lahan kelapa sawit di Indonesia. Luas tersebut hampir setara dengan luas setengah Pulau Jawa. Dari luasan tersebut, gres 3,1 juta hektar yang sudah ditanami, sisanya belum digarap.
Di sisi lain, Sensus Pertanian 2013 menunjukkan, 26,14 juta rumah tangga tani menguasai lahan rata-rata 0,89 hektar per keluarga. Sekitar 14,25 juta rumah tangga tani lain hanya menguasai lahan kurang dari 0,5 hektar per keluarga. Padahal, skala ekonomi untuk satu keluarga minimal 2 hektar. Kaprikornus penguasaan lahan itu sudah terjadi puluhan tahun sebelum Jokowi jadi presiden. Semua mereka yang menguasai lahan itu punya legitimasi dari Pemerintah Daerah dan pusat. Semua alasannya perlunya arus investasi semoga ekonomi bergerak dengan bantuan aktual lewat penerimaan negara berupa pajak dan retribusi, yang memang diharapkan guna melakukan fungsi sosial APBN.
Tapi kemudian selama 3 tahun kala kekuasaan Jokowi, ada upaya serius pemerintah mengurangi itu. Misalnya, pemerintah kini menggenjot kegiatan reforma agraria dan perhutanan sosial untuk batasi kepemilikan swasta, baik abnormal maupun swasta besar domestik. Di masa kekuasaan Jokowi, izin tambang dan Perkebunan besar termasuk HTI di moratorium ( Instruksi Presiden No 8/2015 ). Artinya tidak ada izin gres yang dikeluarkan oleh pemerintah.
Migas
KK yang sudah habis masa kontraknya diusahakan tidak lagi dilanjutkan. Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) telah menugaskan PT Pertamina (Persero) untuk mengelola delapan blok minyak dan gas bumi (migas) yang akan habis kontrak tahun ini. Delapan blok ini berpotensi menambah aset Pertamina. Pertamina memperoleh delapan blok ini secara gratis. Mereka hanya membayar bonus tanda tangan dan menyerahkan kesepakatan investasi tiga tahun pertama. Nah bagi abnormal yang masih mau melanjutkan KK nya harus ikut denah gres yaitu Gross split. Artinya kiprah pertamina dilibatkan sebagai pemilih bab dari hak pemerintah atas setiap produksi. Kaprikornus secara aturan hak pemerintah lebih besar atas SDA MIGAS. Kalau sebelumnya dengan denah cost recovery banyak yang bocor, kini tidak akan terjadi lagi.
Minerba.
Tahukah anda? terdapat 10.922 IUP (Izin Usaha Penambangan ) tersebar di 12 Provinsi (Riau, Jambi, Bangka Belitung, Sumatra Selatan, Kalimantan Timur, Kalimantan Selatan, Kalimantan Barat, Kalimantan Tengah, Sulawesi Selatan, Sulawesi Tengah, Sulawesi Tenggara dan Maluku Utara), di Indonesia. Jumlah itu mencaplok wilayah Indonesia kurang lebih 70 persen lahan di Indonesia. Dari total izin tambang di atas, di Maluku Utara terdapat 335 IUP. Terbanyak di Kepulauan Sula (97 IUP), Halteng (66 IUP), Halsel (56 IUP), Haltim (41 IUP), Halut (38 IUP), Tikep (15 IUP), Halbar (8 IUP), Kep. Morotai (8 IUP), dan Pemprov (6 IUP). Total luas izin tambang di Maluku Utara sudah mencapai 1,19 juta hektar. Separoh dari luas wilayah darat daerah ini sudah dikonversikan menjadi daerah pertambangan mineral dan watu bara.
Di kala Jokowi keadaan tersebut ditata lebih baik. Jokowi memerintahkan KPK untuk melakukan cegah tangkal tangkal korupsi pengelolaan SDA ini. Tahun 2016 saja Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), mengumumkan ada 721 Izin Usaha Pertambangan (IUP) yang perlu dicabut atau tidak perlu diperpanjang izinnya. Ini sebagai rangkaian dari kegiatan koordinasi dan supervise (Korsup) KPK bersama beberapa Kementerian dan Lembaga. Setidaknya ada 12 Provinsi di Indonesia sebagai sasaran Korsup KPK, salah satunya Provinsi Maluku Utara. Penetapan Maluku Utara menjadi bab dari Korsup KPK tersebut ialah sebagai citra buruknya tata kelola sumberdaya alam di negeri ini. Data KPK juga menemukan ada 8 pemegang izin tambang yang tidak mempunyai NPWP sementara 105 NPWP nya belum terkonfirmasi.
IUP yang sudah habis masa berlakunya tidak ada lagi yang diperpanjang. Yang masih berlaku IUP nya namun tidak dikelola dengan baik di ambil alih negara melalui penugasan kepada BUMN. Nah jikalau ada orang bilang Jokowi pro Asing, dimana buktinya ? justru yang menjadi proxy abnormal itu ialah pemerintah sebelumnya. Dan Jokowi bertugas membersihkan dan menyelamatkan Bumi indonesia dari penjarahan tanggapan konsesi yang diberikan oleh rezim sebelumnya. Saat kini Penanaman modal pribadi oleh abnormal (direct foreign investment) hanya sekitar 5 persen dari keseluruhan pembentukan modal tetap bruto (gross fixed capital formation/GFCF). Fitnah memang kejam..
Sumber https://bukuerizelibandaro.blogspot.com/