Investor Datanglah...

Andaikan anda sebagai pemenang tender untuk mengelola project  jalan Toll dari BPJT ( Badan Pengatur Jalan Toll ). Maka anda harus bebaskan tanah untuk sanggup dibangun jalan. Setelah itu anda harus menunjuk kontraktor untuk membangun jalan itu sesuai dengan design. Setelah project selesai dibangun maka seluruh investasi yang ada secara hokum milik Negara. Anda tidak sanggup mengclaim bangunan phisik dari jalan Toll berupa jalan , jembatan, tanah , ialah milik anda. Anda tidak sanggup menyebabkan asset tersebut sebagai jaminan ( collateral ) untuk mendapat dukungan dari bank. Makara apa yang menjadi hak anda sebagai pengelola jalan Toll? Hak anda ialah konsesi business yang diberikan oleh pemerintah. Konsesi ini memberi anda hak memungut fee dari setiap pengguna jalan. Berapa fee nya? Bukan hak anda memutuskan besaranya fee. Itu hak Negara. Berapapun ketetapan negara itulah yang menjadi hak anda. Konsesi ini tidak sanggup berlangsung selama lamanya. Ada batas waktu yang ditentukan oleh Negara. Setelah waktunya habis maka hak anda habis dan semua kembali kepada Negara. Inilah yang disebut dengan PPP (Public Private Partnership). Dari sketsa ini, anda sanggup simpulkan bahwa bisnis PPP ini hanya bersandar dari Kontrak antara anda dan pemerintah. Atau hanya bersandar pada aspek legalitas. Apa jadinya bila suatu ketika berganti presiden kontrak itu dianulir ? tentu hak anda akan hilang. PPP ini melingkupi proyeksarana umum yang bukan hanya jalan toll tapi juga sanggup berupa PDAM, Pelabuhan,Bandara, PLN, MIGAS. DLL.

Mengapa investor tertarik dengan sketsa PPP ? jikalau dilihat pengalaman di China dan Eropa serta Amerika. Jawabanya sebab factor market yang captive. Pasar inilah yang menjamin Investor tidak akan rugi dan pemerintah menjamin dengan regulasi akan keamaan itu. Artinya setiap kebijakan yang dikeluarkan Pemerintah tidak akan menciptakan business PPP terganggu. Contoh di China, Investor bebas memilih tariff jalan Toll namun pemerintah tidak memperlihatkan peluang untuk memperpanjang jangka waktu konsesi. Namun bila tariff ditentukan oleh Negara dan ternyata revenue tidak sesuai dengan rencana bisnis maka Negara akan menutup kerugian itu lewat down fall guarantee. Pemerintah juga menciptakan kebijakan yang sehingga secara tidak eksklusif memaksa orang memakai jalan toll tersebut. Disamping itu, sesudah project selesai dibangun, investor sanggup melaksanakan refinancing dengan gampang lewat penerbitan revenue bond, credit line via bank dll. Likuiditas pasar uang sangat besar untuk menyerap segala jenis surat berharga berbasis konsesi business PPP. Bahkan dalam portfolio fund manager , revenue bond dari PPP dianggap sebagai fixed income yang no risk. Dengan demkian Investor sanggup memutar dananya yang tertanam tersebut untuk project lain. Atau dengan istilah project derivative value yang bersandar kepada kekuatan cash flow project.

Kalau begitu menguntungkan , mengapa PPP di Indonesia terkesan lambat pertumbuhannya? Bukankah pemerintah telah mempersiapkan segala hal biar investor kondusif ? Menurut sobat itu bahwa semenjak tahun 2005 pemerintah sudah sangat serius menggarap PPP (Public Private Partnership) atau Project Kerjasama Pemerintah Swasta (KPS). Untuk itu memerintah telah menginisiasi penyediaan kemudahan pengembangan proyek (Project Development Facility), dana pembebasan lahan (Land Acquisition Fund), dan dana penjaminan infrastruktur (Infrastructure Guarantee Fund). Pada tahun 2005 itu juga dikeluarkan Perpres 67 Tahun 2005 yang mengatur sketsa KPS secara komprehensif yang belakangan pada tahun 2010 direvisi menjadi Perpres 13 Tahun 2010. Tapi mengapa hingga ketika kini tingkat realisasi PPP masih sangat rendah? Katanya bingung. Lantas apalagi yang dikawatirkan oleh investor ? tanya sobat saya. Memang hukum dan sarana pendukung untuk PPP memang telah siap dan untuk mendapat project PPP ,izinnyapun  sangat gampang didapat tapi bagaimana menyebabkan izin itu applicable untuk realisasi investasi, itulah yang tidak mudah. Ada sederet problem yang dihadapi investor sesudah mereka mendapat konsesi bisnis, yaitu tidak adanya garansi politik. Investor butuh jaminan bila revenue tidak sesuai dengan rencana akhir kebijakan pemerintah. Contoh, Pemerintah memperlihatkan konsesi MRT dan monorail tapi pada waktu bersamaan pemerintah memperlihatkan izin untuk kendaraan beroda empat murah. Itu artinya trigger mendatangkan revenue biar mamaksa orang naik angkutan massal semakin berkurang dan jadinya tak lagi berminat sebab resikonya semakin tinggi. 

Untuk mendapat dana jaminan pembebasan lahan dari pemerintah, tidaklah mudah. Panjang sekali birokrasinya sebab banyaknya instansi yang terlibat. Mau bebaskan lahan secara eksklusif akan berhadapan dengan durjana tanah yang menciptakan harga tanah sanggup melambung diatas harga rasional. Yang niscaya dilapangan , pihak investor selalu menghadapi masalah. Seakan kontrak dengan pemerintah tidak punya respect dihadapan stakeholder. Padahal setiap investor punya jadwal yang ketat terhadap business plan nya. Kendala ini menciptakan banyak investor jadi frustration. Untuk diketahui bahwa project sarana umum yang melibatkan investor swasta  selalu pada jadinya berafiliasi dengan keamanan investasi. Mengapa ? sebab sumber dana untuk investasi ini pastilah dana murah. Karena mustahil dana mahal digunakan untuk project sarana umum. Artinya hanya investor yang berpikir jangka panjang saja yang berani masuk ke bisnis infrastruktur. Mereka tidak mau ambil resiko sekecil apapun. Maklum yield rendah namun long term , karenanya keamanan ialah harga mati! Soal keamanan inilah yang selalu dipertanyakan.

Sumber https://culas.blogspot.com/

Artikel Terkait