Menteri Pertanian Era SBY juga ialah kader PKS melaksanakan sidak ke kawasan Jawa Barat dimana Gubernur nya juga ialah kader PKS. Apa yang didapatinya dalam sidak itu ? semua gudang pupuk untuk subsidi kosong. Para petani menyampaikan bahwa telah lebih 3 tahun mereka tidak pernah mendapat jatah pupuk bersubsidi. Kasus yang tak jauh berbeda, Gubernur Jawa Tengah, Ganjar Pranowo. Saat mengecek sebuah gudang milik distributor pupuk di Rembang, ia mendapati gudang kosong. Pemiliknya beralasan pupuk bersubsidi dititipkan di Lasem. Setelah dicek pribadi ke alamat dimaksud di Lasem, ternyata tidak benar. Para bandit ini mengganti karung pupuk tersebut dan kemudian di jual ke Petani dengan harga pasar ,yang kadang mencekik. Bagi petani selagi ada pupuk berapapun mereka beli daripada telat melaksanakan tanam. Dan ada juga pupuk itu diekspor atau dijual ke perusahaan perkebunan besar. Mafia pupuk tidak pernah kehabisan logika mencari cara dan celah untuk terus melaksanakan penyelewengan. Ini sebab penyelewengan pupuk subsidi dianggap sebagai bisnis yang menggiurkan ditambah dengan lemahnya hukuman aturan bagi si pelaku penyelewengan. Bukan itu saja, disparitas atau perbedaan harga yang sangat jauh antara pupuk subsidi dengan non subsidi juga pemicu hasrat oknum untuk melaksanakan penyelewengan. Yang terperinci bahwa penyimpangan distribusi pupuk ini lebih rapi kalau dibandingkan dengan komoditas publik Artikel Babo, ibarat BBM. “Namun laba yang dinikmati para ‘mafia’ pupuk ini jauh lebih besar dibandingkan risikonya.
Kebijakan distribusi pupuk ditetapkan dalam Peraturan Kementerian Perdagangan No. 07/2009 yang mengatur distribusi pupuk bersubsidi mulai dari produsen, distributor, pengecer, dan petani. Penyelewengan pupuk bersubsidi banyak terjadi pada segmen distribusi pupuk. Penyelewengan ini terjadi sebab “kongkalikong” antar segmen produsen, distributor, pengecer, dan petani. Padahal system pengawasan sangat ketat dimana ditingkat Pusat ada Tim Supervisor (TP2B) yang anggotanya dari Kementerian Pertanian, dan di tingkat Propinsi/Kota dibuat oleh Gubernur dan Walikota, yang namanya Komisi Supervisor (KP3). Masalahnya Tim pengawas juga ialah potongan dari Mafia Pupuk. Kalau mereka melaksanakan tugasnya dengan efektif tentu tidak akan terjadi penyelewengan pupuk bersubsidi. Produksi akan meningkat dan kita tidak perlu harus import beras. Namun Kebijakan nasional pupuk kita dalam semua aspek mulai produksi, distribusi, dan harga pupuk sudah kurang tepat. Karena banyak hambatan yang dihadapi terutama prosedur produksi pupuk yang kurang menentu, distribusi pupuk yang terlalu panjang, delivery yang tidak on time ke petani. Produksi pupuk yang kurang menentu sebab sangat bergantung kepada gas alam dari kilang dan materi baku dari luar negeri ( kartel dari Acher Daniels Midland (ADM), Syngenta, Monsanto, Bayer Crop, BASF AG, dan Dow Agro). Karena itu harga pokok dan harga jual pupuk menjadi sangat mahal. Subsidi Pupuk memang melahirkan bisnis rente secara massive.
Alokasi subsidi pupuk setiap tahun melalui APBN tidak membawa rahmat, tetapi membawa bencana. Mengapa ? Ya, sebab memang sudah salah niatnya bahwa kebijakan pertanian semenjak kurun Soeharto hingga dengan SBY, ialah menempatkan Program pertanian sebagai alat membeli loyalitas politik dengan memperlihatkan "peluang" dana negara jadi materi bancakan para elite yang ada di Pemeritah Pusat, TNI, dewan perwakilan rakyat , Pemda, melalui konspirasi dengan pengusaha. Petani hanya dijadikan alat politik dan underlying mendapat tunjangan luar negeri. Mafia pupuk terbentuk by design dan merekalah penyebab utama melonjaknya impor produk pertanian pangan ibarat beras, kedelai, jagung, kacang-kacangan, buah-buahan, sayuran – sayuran, dan lain-lain yang dikuasai oleh PT Teluk Intan (menggunakan PT Gerbang Cahaya Utama), PT Sungai Budi, dan PT Cargill. Mafia Pupuk menguras subsidi ketahanan pangan yang setiap tahun terus meningkat. Anggaran subsidi pupuk tahun 2013 dalam Undang-Undang Nomor 19 tahun 2012 wacana APBN tahun 2013 Nomor 15 tahun 2013 wacana APBN Perubahan tahun 2013 di menetapkan sebesar Rp 15,83 trilliun. Dengan perhitungan subisdi pupuk, maka alokasi kebutuhan pupuk bersubsidi tahun 2013 sebanyak 9,25 juta ton. Untuk tahun 2014, subsidi pupuk dinaikan menjadi Rp. 21 triliun dengan alokasi kebutuhan 7,78 juta ton. Makara subsidi uang rakyat/negara untuk kegiatan ketahanan pangan total lebih dari Rp. 60 triliun per tahun. Subsidi No. 2 terbesar sesudah subsidi BBM. Ini harus dihentikan. Para bandit itu sudah cukup kenyang dan kaya raya sebab berpuluh tahun menikmati bisnis rente dan mengorbankan nasip petani.
Persoalan subsidi pupuk memang problem yang dilematis bagi pemerintah bila menempatkan produksi pangan sebagai komoditas strategis dan politis. Sudah saatnya kebijakan pangan ditempatkan secara ekonomi real. Karenanya sudah sempurna bila pemerintah kini berencana menghapus subsidi Pupuk dan dialihkan kesektor yang sempurna guna bagi kegiatan ketahanan pangan yang berorientasi kepada keadilan ekonomi ( bukan politis). Subsidi diberikan namun itu ditujukan pribadi mengatasi hambatan mendasar petani ibarat perbaikan waduk dan ekspansi irigasi, denah tunjangan yang fleksibel dan murah, penyediaan sarana Sistem Resi Gudang supaya petani punya susukan ke pasar uang dan terlindung dari permainan harga. Dengan demikian APBN akan lebih sehat sebab diarahkan untuk menyebabkan petani mandiri. Untuk itu Pemerintah harus menghapus system distribusi pupuk. Penyaluran pupuk sebaiknya pribadi tanpa mediator supaya sempurna sasaran, sempurna waktu, sempurna penggunaan pupuk, dan gampang pengendaliannya. Pemerintah juga harus mengalokasikan anggaran untuk pendidikan kilat, dan penyuluhan kepada petani supaya perjuangan taninya sanggup berhasil dengan baik, terutama teknik penggunaan pupuk (pupuk anorganik atau organik) yang efisien, berimbang, dan efektif penggunaannya. Pemerintah harus mulai serius mengdukung kegiatan penggunaan pupuk organik (pupuk kompos, pupuk hijau, pupuk kandang, dan pupuk cair) yang berasal dari sumberdaya lokal sebagai substitusi pupuk. Jangan hingga ibarat kegiatan Go-Organic 2010, yang menyediakan anggaran hanya 4 persen dari total subsidi pupuk, 96 persen dialokasikan bagi pupuk yang diproduksi industri kimia.