Foto: merdeka.com |
Menjelang Hari Kebangkitan Pekerjaan Umum yang diperingati pada 3 Desember, Menteri Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan (PUPR), Basuki Hadimuljono mendatangi Gedung Sate. Ia meminta para perjaka mengenal sejarah dan usaha mempertahankan bangunan yang pada masa kemerdekaan berfungsi sebagai markas Departemen PU.
Basuki mengatakan, di balik kemegahan Gedung Sate yang dikala ini berfungsi sebagai Kantor Pemerintah Provinsi Jawa Barat ada usaha hingga menjadikan tujuh orang meninggal dunia.
"Ini kita pertama kali memperingati hari kebaktian Pekerjaan Umum di pusatnya, yang tadi sampaikan ini gedung sate dulu namanya gedung pengairan, zaman belanda yang juga menjadi gedung PU. Di sinilah yang tujuh orang sapta taruna itu gugur mempertahankan ini alasannya ialah diserang oleh belanda," katanya dikala ditemui di Bandung, Minggu (2/12).
Ia mengimbau kepada semua karyawan PU yang masih muda harus mengetahui sejarah usaha yang dilakukan pendahulu. Dengan begitu, diperlukan peringatan ini tak hanya jadi seremonial saja, tapi dapat membentuk mentak kerja yang baik.
"Besok upacaranya, kita ke Cikutra (taman makam satria di Bandung). Kalau tadi pakai semboyan kerja itu. Sekarang ini jangan lihat kerjaku, tapi jadi saksikan karyaku. Dikerjakan dengan membisu kompak," katanya.
"Saya kira militansi sapta taruna yang ingin saya teruskan ke generasi muda PU, dan sekaligus juga ingin menawarkan warta kepada masyarakat Jawa Barat," lanjutnya.
Dari warta yang dihimpun, Pada tanggal 24 November 1945, di bab utara kota, meletus suatu pertempuran yang hebat. Penduduk sekitarnya banyak yang mengungsi ke kota lain yang keadaannya masih aman.
Waktu itu Gedung Sate dipertahankan oleh Gerakan Pemuda PU yang diperkuat oleh satu Pasukan Badan Perjoangan yang terdiri lebih kurang 40 orang dengan persenjataan yang agak lengkap.
Tetapi, pemberian yang diberikan itu tidak lama, alasannya ialah pada tanggal 29 Nopember 1945, pasukan tersebut kemudian ditarik dari Markas Pertahanan Departemen Perhubungan dan Pekerjaan Umum.
Tanggal 3 Desember 1945, kantor Departemen Perhubungan dan Pekerjaan Umum yang dikala ini dikenal dengan Gedung Sate itu hanya dipertahankan oleh 21 orang. Tiba-tiba tiba menyerbukan sepasukan tentara Sekutu/Belanda dengan persenjataan yang berat dan modern.
Walaupun demikian petugas yang mempertahankan Gedung Sate ini tak mau mengalah begitu saja. Mereka mengadakan perlawanan mati-matian dengan segala kekuatan yang dimiliki tetap mempertahankan kantor yang akan direbutnya itu.
Mereka dikepung rapat dan diserang dari segala penjuru. Pertempuran yang dahsyat itu memang tidak seimbang. Pertempuran ini gres berakhir pada pukul 14.00 WIB. Dalam pertempuran tersebut diketahui dari 21 orang perjaka 7 diantaranya hilang. Satu orang luka-luka berat dan beberapa orang lainnya luka-luka ringan. Setelah dilakukan penelitian ternyata para perjaka yang hilang itu diketahui bernama: Didi Hardianto Kamarga, Muchtaruddin, Soehodo, Rio Soesilo, Soebengat, Ranu dan Soerjono.
Semula memang belum diketahui dengan pasti, dimana mayit dari ketujuh orang perjaka ini berada. Baru pada bulan Agustus 1952 oleh beberapa bekas mitra seperjuangan mereka dicarinya di sekitar Gedung Sate, dan akibatnya hanya ditemukan empat mayit yang sudah berupa kerangka. Keempat kerangka para suhada ini kemudian dipindahkan ke Taman Makam Pahlawan Cikutra, Bandung.
Sebagai penghargaan atas jasa-jasa dari tiga orang lainnya yang kerangkanya belum ditemukan telah dibuatkan 2 tanda peringatan. Satu dipasang di dalam Gedung Sate dan lainnya berwujud sebuah Batu Alam yang besar ditandai dengan goresan pena nama-nama ketujuh orang satria tersebut yang ditempatkan di belakang halaman Gedung Sate.
Sebelummya, yakni pada tanggal 3 Desember 1951 oleh Menteri Pekerjaan Umum pada waktu itu, Ir. Ukar Bratakusuma menawarkan gelar perjaka berjasa kepada tujuh perjaka yang gugur. Lalu, insiden ini kemudia dikenang dan diperingati sebagai Hari Kebaktian Pekerjaan Umum. [merdeka.com]