Orba In Memoriam

Ketika itu tahun 89 aku sebagai buying agent dari Daesung ( Korea ). Sebagai pengusaha muda aku sempat kecewa dengan keputusan pemerintah membatasi Import  “Fit On”. Fit On ialah alat receiver yang ditempatkan pada antenna parabola untuk mendapatkan sinyal televise dari dalam maupun luar negeri. Pemerintah tidak melarang import Fit On hanya menciptakan spec yang sesuai kehendak pemerintah. Maksudnya supaya jangkauan receiver terbatas yang bisa dijangkau oleh public. Maklum ketika itu kebijakan Orba sangat restriction dengan arus gosip global. Untuk itu pemerintah menunjuk satu importer untuk melaksanakan kebijakan tersebut. Memang sudah tradisi Orba yang selalu memakai cara sederhana mengendalikan peredarang barang, yaitu menunjuk monopoli. Dan monopoli itu diberikan kepada Pt. Panca Niaga ( BUMN).

Saya berusaha menghubungi Pejabat Departement Perdagangan. Saya jelaskan kebijakan itu merugikan aku sebagai agent Fit On. Dengan hening pejabat itu mendengar keluhan saya. Ada satu pernyataan dari Pejabat itu yang hingga kini aku tidak pernah lupa bahwa ia akan melaksanakan apa saja untuk membantu aku asalkan aku bisa memproduksi sendiri Fit on itu. Dia juga memotivasi aku untuk jangan lagi tergantung dengan import. Sebagai pengusaha muda aku harus creative untuk mandiri, demi kepentingan nasional.  Negara membutuhkan kemandirian dari pengusaha dan Negara akan berada dibelakang untuk membantu.  Saya tahu bahwa business aku hancur alasannya ialah keputusan pemerintah itu namun didepan aku ada peluang, menjadi produsen. Masalahnya kini bagaimana menciptakan Fit On itu. Itu yang aku sampaikan dan berharap pejabat itu memahami kesulitan saya.

Tak berapa usang sesudah pertemuan itu, pejabat itu mengundang aku tiba kekantornya. Ketika bertemu kembali diruang kerjanya, ia memperkenalkan aku dengan tiga orang. Mereka dari Departement Perindustrian, ITB dan Lembaga Eelektronika Nasional.  Dalam pertemuan itu , pejabat itu meminta supaya mereka membantu niat aku menciptakan fit on dan memproduksinya didalam negeri. Setelah pertemuan itu, proses mengarah kepada realisasi produksi Fit on itu memang berlangsung efektif. Sampai kesannya bisa dibentuk prototype untuk di uji coba. Hasilnya luar biasa. Lebih manis daripada buatan import. Untuk membuatnya dalam produksi massal tentu membutuhkan modal tidak sedikit. Disini , lagi lagi pejabat itu memperlihatkan solusi dengan mengundang bank terlibat membantu mimpi saya.

Pihak bank meminta jaminan pemasaran, sebagai pra syarat pengucuran kredit investasi. Tentu bankpun minta aku menyediakan jaminan. Jaminan pemasaran aku dapatkan dari hak monopoli yang diterima oleh Panca Niaga. Maklum dulu hampir semua Departement berkuasa penuh terhadap BUMN dibawahnya. Makara cukup satu surat dari Pejabat Departement Perdagangan, Panca Niaga bersedia menjadi kawan saya. Tapi bagaimana dengan collateral.? Saya tidak punya. Lagi lagi pejabat itu memperlihatkan solusi. Dia menyarankan aku menggandeng Yayasan dibawah President sebagai mitra. Diapun memperkenalkan aku dengan yayasan itu. Namun alasannya ialah bisnis aku tidak  berskala besar, mereka tidak bersedia menjadi mitra. Namun bersedia membantu memperlihatkan rekomendasi kepada bank yang akan memperlihatkan pinjaman.Tak lebih satu bulan sesudah business plan disampaikan ke bank, kreditpun sudah cair. Selanjutnya aku focus bagaimana membangun Indusri tersebut.

Apa yang aku alami ini juga dialami oleh pengusaha lain. Ada sahabat aku berhasil membangun industry electronica berupa komponen mesin pemintalan  ( Spinning machine ) untuk kebutuhan pabrik tekstil. Sebelumnya komponen itu diimport namun sesudah diproduksi dalam negeri , pemerintah menciptakan kebijakan pelarangan import. Dulu hampir semua lahan perkebunan besar dikelola oleh Negara lewat BUMN ( PN Perkebunan ) dan belakangan PBS ( Perkebunan Besar Swasta )  di izinkan namun harus diterapkan dengan contoh PIR. Artinya harus melibat rakyat sebagai mitra. Makara bukan buruh menyerupai kini ini. Waktu itu pemerintah memang sangat powerfull. Hampir semua Departement membina eksklusif BUMN yang sesuai dengan fungsi dan tugasnya.

Banyak cerita sukses pengusaha ketika itu dan sebagian besar kiprah serta aktif pejabat pemerintah membantu memperlihatkan solusi. Ketika itu,ada istilah yang hidup ditengah pengusaha, bahwa jikalau ingin sukses dalam bisnis caranya cukup ikuti GBHN ( Garis Besar Haluan Negara ). Artinya selagi business kita bersinggungan eksklusif dengan jadwal jangka panjang pemerintah maka seluruh pejabat akan mendukung. Derap langkah mereka seirama. Koordinasi diantara mereka berlangsung dengan efektif. Para pejabat di Departement sangat efektif menerapkan kebijakan nasional alasannya ialah mereka punya BUMN dan setiap BUMN juga membina Koperasi /UKM.  Ada pula jadwal Indonesia Incorporate dimana swasta maupun pemerintah bergandengan tangan untuk mensukseskan GBHN. Bila ada hambatan dari pejabat Daerah atau LSM maka Tentara melalui PANGDAM, KOREM, KODIM, KORAMIL akan bertindak cepat.

Ya demikian Orde Baru in Memoriam. Tentu tidak semua hal baik ihwal orba. Tentu banyak juga kesalahan namun yang harus dicatat bahwa design Orba terperinci bahwa kemandirian dan kepentingan nasional diatas segala galanya. Benar bahwa pejabat Orba kongkalikong dan nepotisme tapi itu bukan kepada asing, hanya kepada pengusaha local. Mungkin yang local itu keluarga pejabat atau teman, tapi  mereka tetap warga Negara RI yang memang berhak mendapatkan kemudahan dari negera. Tapi ketika kini, hampir semua industry dan mega project , tak halal dihadapan pemerintah bila tidak ada orang asing. Promosi investasi bagi asing, menyerupai terkesan mengemis sementara banyak kekuatan local yang bisa memperlihatkan terobosan kemandirian dikerdilkan , menyerupai cerita anak Sekolah Menengah kejuruan yang bisa buat kendaraan beroda empat dll.  Keberadaan BUMN semakin lemah dan dilemahkan. Sampai kini kita tidak punya lagi project  visioner menyerupai IPTN, lahan sejuta hektar diwilayah gambut, dll. Negeri ini memang mengarah kepada open source / open platform bagi semua bangsa, di pasarkan dan digadaikan. Tak ada lagi nasionalisme. Tak ada!

Sumber https://culas.blogspot.com/

Artikel Terkait